Mohon tunggu...
Tina Tuslina
Tina Tuslina Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

saya adalah ibu rumah tangga yang mempunyai anak 2, saya juga guru di RA. BANI YAHYA SOLEMAN, saya juga mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Tangerang semester IV. pernah menjadi ketua osis di MTs. di MAN aktif di PKS, Pramuka dan obade. pernah mondok di pesantren Riadlul Ulum Cipendeui Cipasung Tasikmalaya. di kampus sebagai ketua mahasiswa pg-paud angkatan 2010-2011. ketua UKM Tari FKIP PG-PAUD

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membentuk Kepribadian Anak

20 Mei 2012   01:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:05 11844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

I.MEMBENTUK KEPRIBADIAN ANAK

Dalam bahasa Jawa ada pepatah, kacang mangsa tinggala lanjaran. Identik dengan pribahasa Indonesia, air cucuran atap jatuhnya kepelimbahan juga. Artinya, prilaku atau tindakan anak tidak jauh menyimpang dari kebiasaan orang tuanya bertindak. Tidak salah, apabila orang tua diperlakukan sebagai guru pertama sebelum mengenal guru disekolah. Oleh karenanya baik dan buruknya perilaku anak diluar rumah, sering membawa-bawa nama dan citra orang tuanya. Masyarakat telah mengambil asumsi bahwa anak merupakan cermin orang tua.

Ada sebagian orang berpendapat bahwa setiap anak membawa karakter dan sifatnya sendiri sejak didalam kandungan. Pendapat ini seolah-olah mengenyampingkan pengaruh dari luar walaupun itu berasal dari orang tua. Anak sudah membawa kecerdasan sendiri. Anak tidak perlu diajari. Orang tua tinggal menanti, sifat dan watak anak sudah terpatri. Benarkah pendapat ini?.

John Lock berpendapat lain bahkan bersebrangan dengan pendapat diatas. Dalam teori tabularasanya, John Lock mengatakan bahwa anak diibaratkan kertas putih tak berwarna, kitalah (orang tua) yang memberi goresan dan lukisan sehingga tergambar sesutu seperti yang kita harapkan. Walaupunpendapat John Lock itu tidak seluruhnya benar akan tetapi setidaknya kita perlu mengantisipasi pengaruh luar pada anak agar tidak merubah goresan yang sudah kita persiapkan itu. Pendapat John Lock agaknya banyak dianut masyarakat dengan alasan adanya kecenderungan anak meniru sikap orang tuanya dalam beberapa hal. Anak harus diajari, anak harus dikendalikan, anak harus diawasi dan anak harus diarahkan. Ringkasnya, anak tidak boleh dibiarkan. Orang tua mempunyai tugas memberikan gorsan pada kertas putih tak berwarna (anak) sebagaimana pendapat John Lock ai atas. Garesan-goresan itu hendaknya yang sesuai dengan norma, agama, adat yang dinilai baik bagi masyarakat. Goresan-goresan itu diarahkan untuk membentuk watak dan kepribadian yang baik untuk anak. Adapun termasuk didalamnya membentuk kepribadian anak itu adalah mengajarkan atau membentuk anak agar bersifat baik dimasyarakat maupun dihadapan Tuhan yang Maha Kuasa.

Dengan kata lain membentuk kepribadian anak adalah membentuk anak berakhlak yang baik. Nabi Muhammad saw juga menjadikan akhlak terpuji sebagai kesempurnaan iman, sebagaimana sabdanya: “orang mukmin yang paling sempurna keimananya adalah yang paling baik akhlaknya”.

1.MENGAJARKAN KEJUJURAN

Kejujuran merupakan sifat yang terpuji. Kejujuran adalah sifat yang tidak dapat datang sendiri. Kejujuran, sufat yang harus dilatihkan setiap hari. Dan kejujuran hanya ada didalam hati. Menanamkan kejujuran pada anak harus dilakukan sekalipun sering menemui banyak rintangan. Penanaman sikap ini bukan hal yang mudah karena orang tua tidak cukup hanya memberi seabrek teori untuk dihafalkan. Orang tua diharapkan dapat memberi contoh perilaku jujur dalam setiap hal di hadapan anak. Sekilas tampak mudah namun sebenarnya memerlukan pengorbanan yang besar untuk memberi contoh perilaku seperti ini. Mengajarkan anak untuk tidak bohong berarti orang tua tudak boleh bohong. Mengajarkan kejujuran pada hakekatnya harus melatih anak untuk bersukap jujur dalam setiap langkah.

Tidak salah apabila orangtua memformat sedemikian rupa sehingga anak mau mengedepankan kejujuran. Agar menjadi anak yang jujur, orang tua tidak bisa tinggal diam,. Anak perlu diberi cerita-cerita tentang mulianya sifat jujur baik didepan masyarakat maupun dihadapan Allah SWT. Tanamkan pada anak bahwa bersikap jujur akhirnya menang dan bohong akan ada pada pihak yang kalah. Siapa yang jujur akan disayang Tuhan. Pengertian seperti inilah yang mestinya disampaikan kepada anak. Tanamkan pemahaman bahwa tidakada ruang untuk berlaku bohong. Di tempat manapun dan kapanpun Tuhan melihat-Nya. Berniat tidak jujur sedikit pun Tuhan mengerti. Oleh karenanya kita harus berlaku jujur karena Tuhan selalu mengawasi. Siapa jujur akan makmur. Siapa jujur akan banyak saudara (siapa jujur akeh sedulur: Jw). Tidak jujur, akan hancur. Untuk itu kalimat-kalimat seperti diatas terus dikumandangkan agar anak benar-benar mau menerapkannya. Jangan bosan menyampaikankebaikan sifat jujur pada anak.

Kejujuran harus diberikan kepada anak karena sifat jujur akan menutup sikap yang tidak semaunya sendiri. Nabi Muhammad SAW menasihatkan: “Hendaknya kamu berlaku benar (jujur) karena jujur itu menunjukkan (menuntun) kepada perbuatan baik, dan perbuatan baik itu menuntunkearah surga”.

Dalam surat Yunus ayat 69 juga ditegaskan bahwa ketidakjujuran (kebohongan) merupakan sifat dan sikap yang tidak disukai Tuhan. Oleh karenanya, bohong sangat tidak menguntungkan. Firman Allah itu berbunyi: “Katakanlah: ‘Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak beruntung’.

Pembelajaran kejujuran ini dapat berlangsung dimana dan kapan saja. Sambil nonton televisi pun bisa mengajarkan kejujuran. Misalnya, berita pada patroli, sergap dan derap hukum pasti akan mengundang pasti akan mengundang iba si anak kepada pelaku pencurian, pembunuhan dan kejahatan lain yang telah tampak babak belur setelah dilawan masa. Wajahnya rusak, tangannya bengkak dan kakinya ditembak. Anak pun akan berkomentar, “pak, kasihan dia. Hii!”.

Kita selaku orang tua harus bisa memasukkan pelajaran kejujuran pada anak. “Adi itu hasilnya orang yang tidak jujur. Oleh karena itu, Adi harus jujur, tidak boleh mencuri seperti dia!”.

Apabila setiap waktu dalam berbagai pristiwa dan suasana, pengertian, pemahaman dan akibat ketidak jujuran itu kita sampaikan, insya Allah sifat jujur akan melekat dihati anak. Kunci keberhasilan mengajarkan kejujuran sesungguhnya terletak pada ketelatenan dan perhatian kita (orang tua) kepada anak.dan tidak kalah pentingnya adalah tercerminnya sikap orang tua, dalam kehidupan keluarga yang seharusnya sebagai motor penggerak dan tauladan nyata.

Kisah diatas memberikan gambaran bahwa jika hati ini benar-benar mau bersikap jujur ternyata dapat mengendalikan tindakan yang lain.

2.MENGAJARKAN KEBERANIAN

“Ajarkan keberanian karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang penakut”.

Mengajarkan keberanian kepada anak artinya menanamkan pengertian, pemahaman dan sikap mental tentang sifat berani. Sifat berani yang diberikan pun adalah yang telah terseleksi. Artinya, tidak asal berani tanpa perhitungan diberikan tetapi berani melakukan sesuatu yang sesuai dengan tuntutan agama disertai berani bertanggung jawab.

Kehidupan merupakan kesempatan sekaligus tuntutan menampilkan keberanian. Dalam segala hal, keberanian itu sangat dipelukan. Oleh karena itu sifat penakut yang menelikung sebagian besar manusia ini perlu dijauhkan dari anak. Jangan dibiarkan anak menjadi penakut dan pengecut. Jangan sapai sikap rendah diri berkembang tanpa tepi pada anak. Sebab sikap ini hanya akan membuat anak tidak bisa bersikap apa-apa di depan orang lain. Kembangkan sikap yang tegas dan berani menghadapi rintangan yang sedang ada dihadapannya. Pupuklah sikap tegas dan berani yang telah termiliki oleh anak, jangan sampai hilang termakan pergaulan sehari-hari. Adapu cara mengajarkankeberanian sebagai berikut:

A.Tunjukkan contoh-contoh perjuangan yang memerlukan keberanian, misalnya:

ØBangsa Indonesia merdeka lantaran adanya keberanian tentara bersama rakyat bersatu melawan serdadu Belanda maupun Jepang. Tanpa ada rasa berani mana mungkin dengan senjata bambu runcing mempunyai peluang menang melawan senjata modern milik musuh.

ØBala tentara Nabi Muhammad SAW yang selalu lebih sedcikit dibandingkan dengan jumlah leskar musrikin tidak pernah mundur bahkan acapkali menang. Hal ini juga karena keberanian yang membara menelurkantekad bulat meraih kesuksesan dalam perjuangan.

ØOlehragawan-olahragawan yang keluar sebagai pemenang dalam pertandingan adalah buah hasil perjuangan yang gigih dengan segenap keberaniannya.

ØDan masih banyak lagi contoh yang lain.

B.Ajaklah anak untuk menyaksikan secara langsung pada even atau kejadian yang dapat menggugah keberanian anak. Misalnya:

ØAnak diajak nonton pertunjukan pacuan kuda.

ØAnak diajak nonton olah raga panjat tebing.

ØAnak diajak menyaksikan perilaku petugas pemadam kebakaran disaat memadamkan gedung yang terbakar.

ØAnak diajak nonton pertunjukan didalam rumah hantu, dll.

Semua itu bertujuan menumbuhkan munculnya pertanyaan didalam hati anak “Kok berani, ya?” dan menumbuhkan mativasi anak ingin meniru keberaniannya.

C.Membelajarkan sifat keberanian kepada anak membelajarkan artinya memberikan kesempatan anak untuk mengalami “berani” pada kondisi yang menuntut munculnya keberanian. Misalnya:

ØMintailah tolong si anak untuk mengantarkan sesuatu ke tetangga yang dianggap terhormat. Berilah kesempatan memberikan makanan kepada hewan di saat rekreasi di kebun binatang.

ØBerikan kepercayaan untuk membayarkan uang ketika berbelanja di toko.

ØSedikit demi sedikit sifat berani akan tertanam pada anak. Kita selaku orang tua terus memantau perkembangan, penguasaan dan pemilihan menampilkan sifat berani. Kita harus ingat bahwa tidak semua sifat berani itu baik dan terpuji bahkan ada yang tercela. Keberanian untuk melakukan kenakalan tentu termasuk hal yang perlu diantisipasi dan dicegah sedini mungkin. Sifat berani untuk melakukan kegiatan yang tidak baik jangan dibiarkan. Persempit kesempatan dan ruang gerak untuk melakukannya. Alihkan pada hal-hal yang memberdayakan sifat berani dalam kegiatan yang bernilai positif.

3.MENGAJARKAN KESABARAN

“ajarkan kesabaran, sebagaimana tetesan air dapat memecahkan batu besar didasar gua-gua dalam waktu yang lama”.

Pepatah Jawa mengatakan, “manungsa Mung bisa nata sedya nanging Gusti kang gawe pesthi”. Artinya sesuatu yang terjadi pada tiap-tiap manusia memang ditentukan Tuhan. Itu mutlak atas kekuasaan-Nya. Manusia bisa berdo’a minta macam-macam tetapi Tuhanlan pengambil keputusan. Olehkarena itu timbul suatu kewajiban bagi manusia untuk berikhtiar. Setelah berikhtiar disertai do’a memohon kepada Allah SWT selanjutnya menunggu ketentuan dari-Nya. Manusia harus insyaf bahwa apa yang diminta mungkin dikabulkan tetapi ditunda, dikablkan langsung bahkan mungkin tidak dikabulkan. Untuk menyingkapi kemungkinan-kemungkinan itu harus memahami arti bersyukur dan sabar.

Apabial keinginan kita dikabulkan oleh Allah maka kewajiban kita adalah bersyukur. Kita bisa merenungkan dengan membandingkan bagaimana rasanya apabila permohonan kita tidak dikabulkan. Kita bisa melihat orang-orang disekitar kita banyak yang permohonannya tidak dikabulkan. Nah, renungan ini tentunya mengantarkan kita untuk bersyukur kepada Allah atas kabulnya permohonan kita.

Sabar artinya menerima takdir atau nasib yang diberikan oleh allah dengan senang hati dan luas dada, tidak menyalahkan siapa pun terlebih Allah. Sifat sabar inilah yang harus kita tanamkan pada anak sedini mungkin. Apabila anak terlanjur tidak mempunyai rasa sabar, tidak mudah untuk mengubahnya menjadi penyabar. Sulit sekali adanya.

Langkah awal agar anak terbiasa sabar adalah tidak memanjakan anak. Selaku orang tua harus tahu makna tidak memanjakan anak (ngungung: Jawa). Tidak setiap permintaan anak dituruti. Langkah ini bukan menyiksa anak akan tetapi membelajarkan sifat kesabaran. Tentu, permintaan sesuatu yang kurang bermanfaat tidak perlu dituruti. Orang tua harus tegas, tidak perlu ragu-ragu. Yakinlah, anak tidak akan minta sesuatu dengan semena-mena terhadap orang tua yang bersifat tegas. Alhasil, pada anak akan tertanam sifat sabar dan tahu diri.

Langkah berikutnya, berikan pengertian dan contoh kisah teladan dan kebaikan sifat sabar. Langkah ini memang menuntut orang tua untuk banyak pengetahuan tentang kisah-kisah yang bisa digunakan untuk pendidikan kesabran pada anak. Kisah-kisah teladan bisa diambil dari kisah hewan, raja-raja, kisah Nabi dan sahabatnya serta tetangga atau tokoh yang dikenal anak.

Kembangkan pemahaman sifat sabar pada anak agar lebih mantap dalam jiwanya. Katakan bahwa sifat sabar sangat disayang Allah. Kesabaran sangat dianjurkan oleh agama, kesabaran akan memperbanyak teman dan kesabaran memdatangkan pahala.

Ajari dan ajaklah anak untuk mengucapkan, “Innalillahi waainna ilaihi rojiun,” ketika mendengar atau melihat orang berduka. Firman Allah dalam (surat Al-Baqoroh, ayat 156) disebutkan; Berikanlah kabar senang kepada orang yang sabar, ialah mereka kalau mendapat cobaan dari Allah maka berkata, “kami ini milik Allah dan akan kembali kepada Allah pula.”

Dalam hal ini sebenarnya anak telah belajar menterjemahkan dalam sikaf hidup tentang makna kesabaran. Tentu saja ini bagi anak yang telah terdidik dalam nuansa agama yang kuat.

Lantaran sifat sabar inilah diperoleh keuntungan bagi anak itu sendiri dan keluarganya, yaitu:

a.Tidak mudah putus asa. Anak tidak suka ngambek apabila permintaanya tidak dituruti orang tuanya. Sebaliknya anak akan insaf bahwa putus asa merupakan sifat orang kafir seperti dalam kisah yang telah disampaikan bapak/ibunya.

b.Tidak iri hati. Dengan melihat temannya yang permintaannya tidak juga dituruti orang tuanya akan menyadarkan anak bahwa tidak hanya dirinya sendiri yang keinginannya tidak tercapai/dituruti.

c.Menerima (tidak mengeluh atau tidak menggerutu). Dalam pikirannya, anak pun akan mencatat permintaan apa saja yang dikabulkan dan yang tak dikabulkan. Ia akan menyadari bahwa tidak selamanya permintaanya ditolak dan tidak setiap permintaannya dituruti. Inilah yang membuat tidak mengeluh dan tidak perlu menggerutu.

d.Mendewasakan anak. Artinya anak tidak bermental cengeng dan akan berpikir luas anak tidak menjadi manja. Anak akan menyadari bahwa pemberian orang tua merupakan hasil pertimbangan yang matang. Anak akan mengerti bahwa keluarga mempunyai banyak kebutuhan di samping kebutuhan dirinya. Ia pun memahami akan kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi lebih dahulu.

4.MENGAJARKAN KESEDERHANAAN

“Ajarkanlah kesederhanaan, sebagaimana tanaman semangka yang kecil, pendek, dan merambat diatas tanah namun buahnya besar dan menyenangkan”.

Hidup tidak bermewah-mewahan adalah anjuran agama Islam. Nabi Besar Muhammad SAW tidak mencontohkan perilaku hidup mewah melainkan sebaliknya. Bahkan dari ucapan beliau mengisyaratkan tidak ada kecintaan terhadap umatnya yang hidup bermewah-mewahan. Sebaliknya Nabi sangat dekat dengan orang-orang yang miskin dan berlaku sederhana.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Di akherat kelak aku bersama-sama orang miskin ibarat jari-jari dan ibu jarinya, dekat sekali.”

Apa yang di ucapkan Nabi tak berbeda denan yang dilakukan. Begitulah teladan Nabi dalam perilaku keseharian. Apabila beliau mengatakan dekat dengan orang-orang miskin maka selama hidupnya tak pernah bermewah-mewahan seperti halnya perilaku pemimpin dan orang kaya pada umumnya.

Kita selaku umatnya perlu mencontoh sepak terjang dari perilaku Nbi Muhammad SAW, sang panutan itu. Sifat sederhana yang beliau contohkan perlu kita lestarikan. Sifat sederhana sendiri berada ditengah-tengah antara boros dan kikir. Sederhana menjaadi pokoknya perangai yang utama kerena orang yang berlaku sederhana itu akan suka menjauhkan sifat-sifat yang tidak baik seperti riya (pamer), sombong, berlebih-lebihan (berfoya-foya) walaupun sebenarnya berlimpah baginya.

Mengapa anak perlu diajari sifat dan sikap kesederhanaan? Mengajarkan anak kesederhanaan merupakan sebagian dari usaha menanamkan budi pekerti menurut ajaran Nabi Muhammad SAW. Beliau bersabda yang artinya, “sebaik-baik sesuatu ialah yang sederhana atau tengah. “Allah pun mengancam dalam firman-Nya, yang artinya: “Bahwa orang yang mubadzir (pemboros) adalah mereka itu adalah syetan”.

Memahami sabda Nabi dan firman Allah tersebut diatas, kiranya sifat sederhana wajib dimiliki oleh anak-anak kita. Apabila sifat sederhana ini telah dimiliki anak maka akan mendatangkan keuntungan bagi keluarga. Sepantasnya orang tua wajib membekali anak sikap sederhana. Betapa tidak! Dari segi ekonomi ada keuntungan tersendiri. Anak tidak senang berfoya-foya, anak mau mengatur pengeluaran (utamanya jajan), anak tidak semena-mena apabila minta sesuatu kepada orang tua. Pendek kata anak tidak minta banyak tuntutan.

Dari segi postur tubuh, anak yang mengedepankan kesederhanaan biasanya ramping, langsil dan ideal. Tidak gembrot atau bongsor. Ini pun suatu kebanggaan tersendiri bagi diri anak dan keluarga tentunya.

Bagaimana cara mengajerkan kesederhanaan? Pertanyaan ini patut dikedepankan untuk selanjutnya kita bahas. Biasakan anak untuk hidup sederhana dalam keluarga. Hal yang paling utama adalah pemberian contoh tauladan kesederhanaan orang tua. Sedikit bicara nanun banyak contoh, merupakan cara pembelajaran kesederhanaan yang dirasa paling mengena dan efektif.

Jangan manjakan anak. Jangan dihiasi pakaian yang mewah. Demikian juga makanan dan minuman. Atur sedemikian rupa sehigga anak terbiasa dalam lingkingan yang sederhana. Makanan yang bergizi tidak selalu mewah. Intinya, orang tua tidak dibenarkan menanamkan cara-cara hidup mewah. Sederhana adalah cara hidup terbaik.

Sering-seringlah anak diajak ketetangga atau pun saudara yang kurang mampu. Biarkan anak bermain-main bersama anak tetangga yang biasa hidup sederhana. Cara seperti inilah kiranya merupakan pembelajaran anak untuk memahamkan kesederhanaan. Bersikap sederhana tidak hanya mengenai berpakaian dan makanan saja akan tetapi sikap-sikap bergaul dengan orang lain juga termasuk didalamnya. Dalam surat Luqman ayat 19 ditegaskan agar kamu berjalan secara sederhana dan melunakkan suaranya. Arti surat Luqman tersebut sebagai berikut: “dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya buruk-buruk suara adalah suara kedelai.”

Jangan biarkan anak bertingkah dan bersikap sombong. Tanamkan sikap berjalan tidak dengan menggoyangkan kepala, bersiul apalagi berteriak-teriak seperti orang gila. Bersikaplah yang wajar dan sederhana saja, orang lain akan menyukainya.

5.MENGAJARKAN BERPIKIR LURUS

“ajaklah berpikir lurus sebagai mana seorang ilmuan menentukan suatu konsep dan mempertahankan kebenaran.”

Banyak diantara kita berpikir sekenanya. Artinya lupa bahwa diri ini mempunyai alat ukur bernama alat pikiran, tidak digunakan maksimal. Dengan kata lain berpikir melalui jalan pintas sering dilakukan. Misalnya saja, demo yang menuntut kenaikan gaji guru sekolah swasta sementara pendemo juga minta iyuran biaya pendidikan disekolah tersebut diturunkan. Alur pemikiran seperti ini jelas tidak dapat dikatakan lurus malahan tidak masuk di akal. Bagaimana bisa menaikkan gaji guru sedangkan sumber dana untuk menggajinya dikurangi. Kasus ini merupakan sebuah contoh dari banyak kasus cara berpikir tidak lurusyang dilakukan oleh komunitas masyarakat kita, Indonesia.

Mengingat bahwa jalan pemikiran manusia itu menentukan jalan hidupnya maka anak sebagai generasi penerus bangsa ini tidak pantas dibiarkan terseret arus lingkungan dalam menggunakan alur pemikirannya. Ini permasalahan yang maha penting sehingga jangan diremehkan. Anak perlu diformat sedemikian rupa berpikir lurus. Orang tua diharapkan tidak terlena dengan kesibukan tugas sehingga kurang memperhatikan perkembangan jiwa, karakter dan watak anaknya.

Cara yang praktis membelajarkan anak berpikir lurus adalah membiasakan anak untuk menggunakan logika dalam berpikir. Hukum sebab akibat juga penting untuk disampaikan kepada anak sebagai pendukung penjelasan berpikir lurus. Membiasakan menggunakan logika praktis akan mengembangkan daya pikir anak lebih kritis, logis dan terinci secara urut.

Misalnya, tanyakan kepada anak jumlah 2+4. Anak akan berhitung dan menjawabnya 6 apabila terhitung benar. Pertanyaan sepeti itu sebenarnya sudah melatih berpikir lurus. Agar anak tidak hanya berpikir linier perlu pengembangan konsep berpikir. Umpamanya, setelah anak ditanyajumlah 2+4 dan menjawab 6 kemudian ditanya balikan, 6 itu merupakan jumlah berapa dengan berapa? Sepontan anak menjawab 2 dan 4. Kalau hanya berhenti disini sebenarnya anak sedang berpikir secara linier.

Selaku orang tua sekaligus pendidik bagi anak, kita memang harus jeli. Pertanyaan pun harus kita tambah, apakah 6 itu merupakan jumlah dari 1+5, 3+3, dan 6+0 selain 2+4. Pertanyaan balik seperti itu mengandung maksud agar anak berpikir tidak sepotong-potong, dan agar anak berpikir luas sesudah berpikir lurus. Anak akan memandang sesuatu itu tidak hanya dari satu sisi tetapi dari banyak sisi. Dengan demikian apabila terbiasa anak akan memahami sesuatu tidak hanya dengan sebagian tetapi secara keseluruhan dari berbagai aspek.

Misalnya sedang rekreasi di kebun binatang, pembelajaran semacam itu pun dapat diterapkan. Anak dipersilahkan mengamati hewan dengan seksama, misalnya gajah. Sesudahnya tanyakan ciri-ciri luar yang tampak pada hewan gajah. Sesudahnya tanyakan ciri-ciri luar yang tampak pada hewan gajah. Kemudian beralih pada hewan singa, tanyakan pula ciri-cirinya. Dari hasil pengamatan yang dilakukan anak pun membentuk suatu pengetahuan tentang ciri-ciri gajah dan singa. Lebih rinci anak dapat menyebutkan perbedaan dan persamaan antara gajah dan singa. Pada perlakuan seperti ini sebenarnya sedang membelajarkan cara berpikir lurus dan luas pada anak.

Saran terakhir untuk membiasakan anak berpikir lurus dan luas adalah membiasakan mengajak diskusi anak. Pendek kata komunikasi orang tua kepada anak diharapkan tidak putus oleh kesibukan tugas. Anak diformat agar terbuka dihadapan anggota keluarga termasuk didalamnya ayah, ibu, saudara dan pembantunya.

Dengan seringnya berdiskusi dengan anggota keluarga maka anak akan terbiasa memanfaatkan otaknya untuk berpikir lurus dan luas. Berpikir lurus karana anak terpancing, termotivasi dan terangsang mengatakan hal-hal termasuk pengetahuan yang benar sesuai dengan kenyataan maupu prinsip dan hukum yang ada. Berpikir luas karena anak terpancing, termotivasi dan terangsang mengatakan hal-hal termasuk pengetahuan yang selalu berkembang sesuai kemajuan jaman. Berpikir luas sering diartikan senada dengan berpikir secara gelobal, tidak terputus-putus.

6.MENGAJARKAN TANGGUNG JAWAB

“ajarkan tanggung jawab sebagaiman burung penguin jantan menjaga telur diatas telapak kakinya hingga menetas sekalipun cuaca dingin dan tidak makan selama empat bulan”.

Dalam kebuadayaan kita tanggung jawab benar-benar diartikan sebagai keharusan untuk “menanggung” dan “menjawab”. Artinya, keharusan unuk menanggung akibat yang ditimbulkan oleh perilaku seseorangdalam rangka menjawab suatu persoalan. Demikian menurut Dr. Sarlito Wirawan Sarwono dalam “Anak Masa Depan” (Alex Sabrur: 1991).

Menerjakan tugas dan kewajiban denga sebaik-baiknya dinamakan bertanggung jawab. Sedangkan melalaikan tugas dan kewajiban dinamakan tidak bertanggung jawab. Demikian pula orang yang tidak mengakui perbuatan jahat yang dilakukannya termasuk orang yang tidak bertanggung jawab. Apalagi melempar kesalahan kepada orang lain.

Betapa bangganya orang tua apabila memiliki anak yang penuh tanggung jawab dalam segala hal. Sebab, anak yang memiliki rasa tanggung jawab biasanya juga memilkikepribadian yang kuat. Bahkan ada anggapan yang di yakini bahwa keberhasilan seseorang dalam hidupnya tergantung atas bagaimana dia hidup dan bertanggung jawab sejak masa kanak-kanaknya. Oleh karenanya rasa dan sikap bertanggung jawab perlu ditanamkan pada nak sejak kecil. Tentang tanggung jawab, memang akan dituntut atau akan diminta mengenai pertanggung jawabannya sebagai mana disabdakan oleh Rasululluh SAW yang artinya: “masing-masing kamu adalah pengembala dan masing-masing kamu akan ditanya tertang yang digembalakannya”.

Pendidikan tanggung jawab pada dasarnya bisa dimulai sejak kanak-kanak. Untuk menanamkannya kita bisa memberi berbagai macan tugas atau pekerjaan kepada anak misalnya, memberi makanan kucing, merapikan tempat tidur, menyapu halaman, membersihkan lantai, membersihkan penempatan bahan bacaan (koran, majalah, buku) pada tempatnya dan lain-lain. Tugas-tugas itu bisa merupakan tugas mandiri yang dikerjakan anak sendiri atau pun dikerjakan bersama-sama orang tua. Tentu hal itu disesuaikan dengan usia anak.

Hal yang perlu diingat orang tua adalah bahwa tugas yang dikerjakan anak ini bukan mementingkan hasil semata-mata melainkan penanaman rasa tanggung jawab itulah yang terpenting. Oleh karena itu perlu diciptakan suasana yang menyenangkan sehingga anak merasa nyaman melakukan tugas yang diberikan. Hindarilah sikap-sikap yang menyebabkan anak tidak senang. Walau pun kadang perlu juga marah akan tetapi jangan terlalu sering.

Apabila melihat anak melakukan kesalahan dalam melakukan tugas, jangan langsung marah-marah. Tegur dengan kalimat yang akrab, lembut dan menyejukkan hati anak sembari mengajari mengerjakan tugas yang benar. Dengan suasana demikian tidak terkesan dihati anak bahwa orang tuanya pemarah. Sebab anak melihat orang tua marah cenderung takut, bosan, muak dan benci terhadapnya. Alasan untuk menghindar dari tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan punmuncul dari ketakutan tersebut. Dan yang perlu diperhatikan bahwa anak senang meniru orang tua. Orang tua pemarah, anak pun cenderung menirunya. Demikian juga sikap lembt orang tua akan ditiru anak. Mengajarkan apapun pada anak paling mudah dan efektif untuk berhasil adalah dengan contoh atau tauladan dari orang terdekat yaitu orang tuanya. Tek terrkecuali mengajarkan rasa tanggung jawab ini.

Mengajarkan tanggung jawab pada anak diupayakan dengan cara yang efektif dan menyenangkan. Cara yang efektif dimaksud adalah mengajarkan tanggung jawab tidak dengan banyak teori tetapi anak lekas mengerti. Mengingat anak baru tahap pemahaman dominan hal-hal yang kongkret dan suka meniru maka pembelajaran langsung lebih tepat dari pada memberi aspek teori atau nasihat. Untuk itu yang terpenting melibatkan anak dalam kegiatan-kegiatan keseharian yang bagi anak bisa mengerjakan. Anak perlu diberi kebebasan melakukan tugasna walaupu masih dalam pengawasan tentunya. Hal ini bermaksud agar anak melatih dirinya untuk bertanggung jawab.

7.MENGAJARKAN KEDISIPLINAN

Ajarkan kedisiplinan sebagaimana matahari mengatur waktu menjadikan siang dan malam”.

Dari bahasa aslinya (discipline: Inggris) berarti ketertiban. Ketertiban sangat terkait antara perilaku seseorang dengan aturan/hukum/adat kebiasaan masyarakat dimana perilaku seseorang itu berlangsung. Apabila perilaku itu bertentangan dengan adat/kebiasaan masyarakat maka dapat dikatakan tidak disiplin. Sebaliknya apabila perilaku seseorany itu sesuai atau disetujui masyarakat maka dianggapnya disiplin. Dengan demikian soal disiplin tak bisa dipisahkan dari kebudayaan yang hidup dalam masyarakat. Jika kebudayaan mengalami perubahan maka disiplin pun mengalami perubahan pula.

Berhubung disiplin tidak bisa terlepas dari kebudayaan masyarakat dan anak merupakan bagian dari masyarakat maka sepantasnyalah disiplin diajarkan kepada anak. Ada pun tujuan pendisiplinan anak agar anak bisa bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkan masyarakat lingkungannya.

Terkait dengan masalah disiplin dan tidak disiplin mestinya orang tua mengajarkan nilai-nilai hidup (value) yang berhubungan dengan sikap terpuji dan tercela, berpahaladan berdosa, dianjurkan dan dilarang, bisa dicontohkan dan tidak dan sebagainya.

Mengapa disiplin perlu diajarkan? Mengingat bahwa aturan disiplin tampak memaksa dan menyiksa anak maka perlu diajarkan. Mengingat disiplin sangat bethubungan denan nilai kualitas hidup dimasa dewasa kelak, disiplin perlu dilatihkan. Terpaksa dan tersiksa hanyalah terasa ditahap awal pembelajaran disiplin. Akan tetapi apabila perilaku disiplin ini telah terbiasa justru menjadi kebutuhan hidup.

Mulailah anak dibelajarkan bersikap dari hal-hal yang rutin dan mudah dipantau. Misalnya sikap disiplin dalam hal makan (mengenal waktu, volume, cara), sikap disiplin dalam shalat (waktu dan gerak), disiplin iatirahat, disiplin bangun tidur, disiplin menyebrang jalan dan sebagainya. Tentu semua itu, orang itulah sebagai pemandu, pen didik dan pemantau pelaksanaan disiplin anak. Anak diajak bersama-sama dalam melaksanakan kedisiplinan ini. Ajaklah anak bersikap yang baik, sopan dan tertib dalam makan. Ajaklah shalat bersama dan tepat waktunya. Ajaklah menyebrang jalan melalui zebra cross. Jangan biarkan anak mendengkur ketika telah berkumandang suara adzan subuh, bangunkan! Ajak anak berpamitan jika anak mau pergi kemana pun. Dan lain sebagainya.

Dalam menanamkan sikap disiplin ini orang tua dituntut konsisten memberika teladan secara bijak. Orang tua diharapkan tidak pelit memberi hadiah atau pujian terhadap anak yang melaksanakan kegiatan secara disiplin sebaliknya hukuman yang mendidik perlu juga diberikan ketika anak tidak berperileku disiplin.

8.MENGAJRKAN NILAI SEMANGAT JUANG

ajarkanlah semangat juang, sebagaimana semangat lebah pekerja mencari madu sekalipun harus menempuh jarak yang cukup jauh”.

Berbicara tentang semangat juang seseorang sangat berkaitan dengan beberapa aspek yang saling mempengaruhi. Aspek-aspek tersebut adalah kecerdasan, kebiasaan, pendidikan dan budaya yang berkembang. Data yang ada dilapangan belum menggembirakan adalah bahwa banyak diantara anak-anak kita mempunyai semangat juang rendah dalam menyiasati masa depannya sendiri.

Berbicara mengenai semangat juang tentunya menyangkut tindakan apa saja dalam hal-hal yang baik guna menghadapi tantangan. Urusan besar atau pun urusan kecil, semangat juang diharapkan selalu tinggi agar bekerja terasa ada keuntungannya. Dalam membantu pekerjaan orang tua sehari-hari perlu semangat tinggi. Dalam mengikuti berbagai lomba, butuh semangat yang membara. Mengikuti berbagai kompetisi pun selalu dituntut semangat yang pasti. Terlebih kegiatan belajar sangat diperlukan semangat yang gencar.

Kegiatan apa yang tidak membutuhkan semangat juang? Apabila menginginkan sukses sesuai rencana, sesuatu kegiatan mutlak membutuhkan semangat juang yang tinggi. Jadi sebenarnya semangat juang merupakan roh dalam menggerakkannya. Untuk itu semangat juang seharusnya dihidupkan, dipupuk, dan dikembangkan sesuai dengan harapan, tak ad perkecualian. Nah, masihkah ada keraguan dipikiranmu untuk menumbuh suburkan semangat juang?

Oleh karena demikian besarnya kontri busi semangat juang dalm kaitannya dengan kesuksesan suatu kegiatan, maka sangatlah penting untuk ditanamkan pada diri anak. Jangan sebaliknya, anak menumbuh suburkan sikap putus asa, keluh kesah dan loyo semangat, orang tua diam saja. Mengapa? Orang putus asa biasanya lemah kemauannya. Dan sikap inilah bermuara pada sikap apatis/masa bodoh.

Jika sikap putus asa menguasai anak-anak kita maka sebenarnya kekuatan anak-anak tersebut untuk meraih masa depannya, lebih dari 50% telah gagal. Putus asa akan melemahkan semangat yang berujung pada melemahnya perjuangan untuk meraih cita-citanya. Dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 87 telah ditegaskan betapa dianjurkan tumbuhnya semangat juang dan dilarang-Nya berputus asa. Firman Allah SWTyang artinya: “Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tidak putus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang kafir.”

Untuk menanamkan semangat juang pada anak, sering-seringlah anak disuruh membaca surat Ar-Ra’du ayat 11 besetra artinya. Diharapkan padanya akan tumbuh keyakinan bahwa semangat juang untuk meraih sesuatu perlu usaha yang gigih dan percaya bahwa Tuhan akan memperhatikan-Nya. Ayat tersebut artinya: “sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

Ayat tersebut mengandung maksud manusia wajib berusaha dalam kehidupan dengan semangat yang tinggi, tidak boleh menyerah tanpa berusaha. Mengapa, pada kenyataannya segala sesuatu yang kita peroleh tidak datang dengan sendirinya melainkan melalui usaha atau ikhtiar yang sungguh-sungguh. Bagaimana mengajarkan ketidak putus asaan itu kepada anak? Inilah tugas berat orang tua yang tidak mudah namun harus dilakukan.

Setiap akan melakukan tugas, berilah semangat pada anak. Ketika anak mau belajar, berilah semangat dengan membeberkan keuntungan belajar dan kerugian tidak belajar. Katakan dengan mantap, mis: “Nisa tirulah paman mu yang sekarang menjadi insinyir pertanian. Itu buah dari semangat belajar yang tinggi”.

Ketika anak akan pergi sekolah , tuangkan semangat kepadanya. Berpesanlah, “Apa yang menjadi cita-citamu itu, raihlah melalui sekolah dengan semangat belajar yang rajin”.

Ketika anak mau membantu pekerjaan orang tua, berilah semangat sambil menegaskan, “Nisa, tak ada orang malas menjadi sukses, maka bersemangatlah engkau membantu orang tua. Sesungguhnya engkau sedang berlatih hidup yang selalu dihadapkan dengan pekerjaan”. Dan setiap mau melakukan pekerjaan apa saja, semangat itu terus dipompa agar anak tidak mengenal putus asa.

Ketika anak pulang sekolah dan menangis gara-gara mendapat nilai matematika jeblog, jangan dihujani dengan kemarahan. Berilah nasihat agar anak tergugah semangat belajarnya. “Nisa, masih banyak kesempatan, jangan putus asa. Tingkatkanlah lagi semangat belajar matematikamu. Pamanmu pernah mendapat niali matematika 4”. Mendengar siraman ucapan yang sejuk itu, anak tidak akan meresa kecil hati sehingga putus asa pun disingkirkan setelah mendapat terpaan semangat dari orang tuanya.

Sikap orang tua yang demikian ini sebenarnya tengah membelajarkan menjaga, mempertahankan dan meningkatkan nilai semangat juang kepada anak. Semangat yang terus membara pada anak adalah modal besar dalam menempuh cita-cita hidupnya. Dan semangat juang yang tinggi merupakan pertahanan hidup yang benar-benar kokoh. Membelajarkan dan memacu semangat juang pada anak harus selalu kita berikan dengan tidak henti-hentinya. Insya Allah, tak mudah goyah dalam menyiasati lika-liku hidup yang merupakan misteri ini.

II.METODE DAN ASPEK PENGEMBANGANNYA

1.Metode Diskusi menggunakan media:

ØGuru memperlihatkan suatu gambar kepada anak didiknya dan mendiskusikan gambar tersebut.

ØKetika berdiskusi, guru memberikan pertanyaan kepada anak didik sesuai gambar yang sedang di diskusikan sehingga guru dapat mengetahui sejauh mana anak didik tersebut dapat memahami bahan yang kita ajarkan.

ØAffirmasi (penegasan): guru menegaskan konsep yang disampaikan dalam bentuk lagu, puisi dan lain sebagainya.

2.Metode Praktek langsung menggunakan media :

ØGuru meminta anak untuk melakukan kegiatan secara mandiri, seperti kegiatan menyisir rambut, memakai baju sendiri, dll (kegiatan yang di pilih untuk praktik di sesuaikan dengan tahap usia anak).

ØGuru menayakan bagaimana perasaan anak setelah berhasil melakukan kegiatan tersebut.

ØGuru memberikan penghargaan pada anak yang telah berhasil melakukan kegiatan tersebut.

ØKegiatan berakhir dengan affirmasi atau penegasan dengan memberikan lagu, puisi atau yel-yel.

3.Metode bercerita menggunakan media:

ØGuru menceritakan tentang cerita suri tauladan dengan menceritakan kebaikan dan keburukannya dalam tokoh cerita.

ØAnak memahami mengapa kita harus menjadi anak yang berkarakter dan mengetahui apa akibatnya jika tidak menjadi anak yang berkarakter.

ØGuru menggali perasaan anak beagaimana menjadi anak yang berkarakter (bagaimana perasaan terhadap orang lain).

ØGuru memberikan pertanyaan saat bercerita kepada anak didik (tentang apa, siapa, mengapa, kapan, dimana).

Dengan metodedan media yang digunakan guru dapat mengembangkanberbagai aspek perkembangan pada anakyaitu:

1)Aspek bahasa: mampu menggunakan bahasa sebagai pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk berfikir dan belajar dengan baik.

2)Aspek fisik motorik: perkembangan optimal aspek motorik halus dan dan kasar, menjaga stamina dan kesehatan.

3)Aspek kognitif: berfikir logis, berbahasa dan menulis dengan baik. Selain itu dapat mengemukakan pertanyaan kritis, dan menarik kesimpulan dari berbagai informasi yang di ketahui.

4)Aspek sosial emosional: belajar menyenangi pekerjaannya, bekerja dalam tim, berjiwa sosial, bertanggung jawab, menghormati orang lain,mematuhui segala peraturan yang berlaku, emosi menyangkut aspek kesehatan jiwa, mampu mengendalikan stress, mengontrol diri dari perbuatan negatif, percaya diri, berani mengambil resiko, empati.

5)Aspek nilai agama/moral/spiritual: mampu memaknai arti dan tujuan hidup dan mampu berefleksi tentang dirinya.

Dari penjelasan diatas guru dapat menerapkan kepada anak didik di kelas yaitu dengan cara:

ØSelama anak didik berada disekolah guru memberikan motivasi kepada anak didik untuk melakukan hal-hal yang terkait dengan nilai semangat juang.

ØSaat anak akan pulang sekolah guru memberitahu agar anak membawa tasnya sendiri dan menggunakan sepatu sendiri tanpa bantuan orang lain.

ØSetelah anak berhasil melakukannyaguru memberikan apresiasi kepada anak, Agar anak merasa di hargai dan anak dapat melakukannya berulang-ulang setiap hari.

ØPada saat makan guru mengingatkan anak untuk mencuci tangan sendiri dan menyiapkan bekal makanannya sendiri tanpa di bantu oleh guru serta sebelum makan membaca doa terlebih dahulu.

ØPada saat BAB/BAK guru memberikan bimbingan atau arahan agar anak dapat melakukan secara sendiri khususnya ketika bersuci serta saat melepas dan menggunakan pakaian.

Kebiasan-kebiasan tersebut harus terus diterapkan disekolah secara berkelanjutan dan konsisten agar tertanam hingga dewasa dan menjadi kebiasan yang bersahaja. Semua itu diawali dengan peraturan yang jelas dan terperinci.

I.KESIMPULAN

Cara yang efektif dalam membentuk kepribadian anak adalah dengan tidak banyak teori tetapi anak lekas mengerti, harus dengan praktek langsung Mengingat anak baru tahap pemahaman dominan hal-hal yang kongkret dan suka meniru maka pembelajaran langsung lebih tepat dari pada memberi aspek teori atau nasihat. Untuk itu yang terpenting melibatkan anak dalam kegiatan-kegiatan keseharian yang bagi anak bisa memahami pembelajarannya. Anak perlu diberi kebebasan melakukan tugasnya walaupun masih dalam pengawasan tentunya. harus terus diterapkan disekolah secara berkelanjutan dan konsisten agar tertanam hingga dewasa dan menjadi kebiasan yang bersahaja. Sebagai orang tua dan guru kita seharusnya menjadi contoh/suri teladan bagi yang baik bagi anak-anak didik kita.

REFERENSI:

1.Yamin Martinis dan Sanan Sabri jamilah. Panduan PAUD. Jakarta. Gp press. 2010

2.Megawangi Ratna dkk. Pendidikan Holistik. Bogor. Indonesia Heritage Foundation. 2011

3.Marijan. Metode Pendidikan Anak.Yogyakarta Sabda Media. 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun