Iya berjalan menyusuri kepelikan pelapis jalanan, debu-debu perkotaan tak pernah surut tertelan embun. Matanya nampak tajam memandang nanar setiap sapaan.
Lalu, yang terlalui, ia kembali dan bahkan terlihat tangan berjalan menggantikan kakinya.
Hari-hari selalu menjadi tantangan tak terhentikan. Meski naas kaki Terbalik, tak pernah ia ragu lalui hidup yang jauh dari kata apik.
Barangkali ia teringat lirik lagu yang di populerkan peterpan--kaki di kepala, kepala di kaki, lagu yang dinyanyikan Ariel.
Walau demikian jadinya, kepelikan tak jadi soal mengais setiap keringat yang teramat kucur dari cela pori-pori. Ia memaknai hidup.
Ya! Kaki Terbalik si kakek tua
Jakarta, September 2017.
Tanah Beta