Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mungkinkah AI Menaklukkan Manusia?

15 Juni 2019   05:30 Diperbarui: 15 Juni 2019   09:30 1783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 2012, tim SuperVision dari Universitas Toronto di Canada mengejutkan komunitas orang-orang yang berkecimpung pada penelitian tentang AI (Artificial Intelligence) di seluruh dunia. Mereka berhasil membuat sistem dimana komputer bisa mengenali input foto, dan mengidentifikasi apakah itu foto Kucing, bunga atau perahu layar.

Sebagai manusia,  kita tentu berpikir "apa susahnya sih membedakan foto Kucing, bunga, perahu layar dsb. " Namun bagi komputer, hal itu adalah sangat susah. Salah satu alasannya, saya tulis pada paragraf tentang Symbol Grounding Problem. 

Kemampuan tim mereka untuk membuat sistem yang bisa mengenali foto dengan kesalahan "hanya" 15% tentunya merupakan suatu terobosan besar, semenjak perkembangan AI yang dimulai pada era tahun 1960-an.

Kita sekarang sedang berada pada masa booming AI. Jika anda sering "berselancar" di Internet, atau membaca koran cetak, mendengarkan siaran radio maupun menonton televisi dan sebagainya, pasti anda sering bertemu dengan "dua huruf" tersebut.

Kita juga tahu bahwa teknologi AI sudah merambah berbagai sendi kehidupan. Dalam dunia kedokteran misalnya, AI digunakan untuk deteksi dini kanker. AI juga digunakan pada dunia investasi, misalnya untuk membantu investor memilih start up prospektif. Atau kalau orang jenuh untuk menentukan apa menu makanan besok atau lusa, maka AI pun sudah mampu untuk menyediakan resep masakan yang pas. Bahkan, AI sudah digunakan juga untuk hal-hal yang bersifat pribadi misalnya mencari pasangan.

Namun sebenarnya, booming AI yang terjadi sekarang bukanlah yang pertama.

Kalau kita kilas balik sejenak, tahun 1960-an adalah masa booming petama AI. Dimulai dengan diadakannya konferensi tentang "Mesin yang Berpikir" di Dartmouth College, Amerika Serikat.  Pada konferensi ini, John McCarthy lah yang pertama kali menggunakan istilah "Artificial Intelligence". Beberapa ilmuwan lain yang turut serta pada konferensi itu, kemudian menjadi pionir dalam perkembangan AI selanjutnya adalah Marvin Minsky, Allen Newell dan Herbert Simon.

AI pada masa ini kemampuannya hanya untuk memecahkan masalah yang disebut sebagai Toy Problem. Secara ringkas Toy Problem adalah pemecahan masalah dengan cara memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang ada dan membuat daftarnya. Dari sini kemudian beberapa kemungkinan disaring lagi untuk mencari jawaban atau mengambil kesimpulan akhir. Masalah yang bisa dipecahkan umumnya berupa teka-teki atau permainan yang simpel seperti tic tac toe, maupun othello.

Kemudian pada tahun 1980-an, terjadi booming kedua AI. Pada era ini, AI mulai dikembangkan untuk hal yang lebih dari sekadar pemecahan masalah dengan cara asumsi dari deretan kemungkinan. Karena persoalan di dunia nyata, tidak bisa teratasi dengan hasil yang didapat dari pemecahan masalah toy problem, seperti pada booming AI pertama.

Para ilmuwan ingin mengimplementasikan "kecerdasan", sehingga pada booming kedua ini lahirlah expert system. Misalnya Mycin yang dibuat oleh Universitas Stanford, merupakan expert system yang bisa menganalisa penyakit menular yang menjangkit orang, dan kemudian memberikan daftar obat untuk menyembuhkannya.

Ada kurang lebih 500 pertanyaan sebagai database sistem Mycin, sehingga operator Mycin bisa memasukkan data berdasarkan pertanyaan yang diberikan, kemudian sistem menganalisa jawaban dan memberikan hasil akhir. Sistem bisa beroperasi bak seorang dokter "ahli" yang sedang menganalisa suatu penyakit,  yang memang dari situlah nama "expert" berasal.

Walaupun kelihatannya sistem ini bekerja dengan baik, namun ada juga beberapa kendala.

Misalnya, dengan bertambahnya jumlah database informasi, maka terkadang output menjadi rancu karena ada yang bertentangan antara satu informasi dengan yang lainnya.

Terlebih, operator harus  memberikan input ke komputer (menjawab pertanyaan yang diberikan oleh sistem), agar komputer bisa "berpikir" untuk memecahkan masalah yang ada (misalnya pada sistem Mycin, untuk menyimpulkan apa nama penyakit menular yang menjangkit orang). "Kecerdasan" tergantung dari sejauh (detail) mana operator bisa input data, sehingga sistem ini memerlukan tenaga dan biaya yang tidak sedikit.

AI Timeline (harmon.ie)
AI Timeline (harmon.ie)
Kemudian yang terjadi saat ini, merupakan booming AI ketiga. Lalu, apa yang membedakannya dengan booming AI masa sebelumnya?

Ada beberapa kendala dalam pengembangan AI yang telah dilakukan sampai saat ini. Untuk mempersingkat, saya akan mengangkat dua kendala yang penting saja yaitu Frame Problem dan Symbol Grounding Problem.

Frame Problem adalah masalah yang selalu menghantui AI, dimana ketika komputer (sistem) harus memecahkan suatu masalah, maka ia dituntut agar mempunyai kemampuan secara logis, untuk memilah mana hal-hal yang perlu dilakukan dan yang tidak. Walaupun, jika ada suatu masalah, maka cara pemecahannya selain tergantung dari bagaimana masalah itu sendiri, beberapa faktor luar yang selalu berubah (dinamis) juga mempunyai pengaruh yang tidak bisa diabaikan.

Misalnya, jika kita memerintahkan robot untuk mengambil bola yang masuk ke lubang, tentunya kita harus fokus dan memberi perintah agar robot bisa mengambil bola dengan cepat dan tanpa hambatan. Sehingga kita tidak perlu memberi perintah agar robot perlu berhati-hati, karena mungkin saja itu lubang ular. Atau kita tidak perlu memberi perintah agar robot memeriksa apakah bola yang jatuh kempis atau tidak. Karena ini bisa memakan waktu, dan sistem bisa terjerumus pada loop tanpa akhir (misalnya karena memikirkan banyak faktor luar lain yang mungkin berpengaruh).

Symbol Grounding Problem adalah tentang hubungan antara simbol dan arti dari simbol itu. Untuk lebih jelasnya, saya akan berikan contoh saat kita mencoba menjelaskan, apa itu Zebra kepada orang yang belum pernah melihatnya. Maka kita bisa bilang bahwa Zebra itu Kuda, yang corak badannya ada garis hitam dan putih. Simpel saja kan? (tentu asumsinya orang itu sudah tahu apa dan bagaimana binatang yang bernama Kuda).

Kalau kita ingin agar komputer paham apa itu Zebra, tentu penjelasan yang harus diberikan tidak semudah ketika memberikan penjelasan kepada manusia. Karena kalau kita berikan input bahwa Zebra adalah "Kuda dengan corak badan garis hitam putih", tentu komputer tidak akan langsung mengerti. Kita harus mendefinisikan lagi apa itu "Kuda". Begitu juga dengan apa dan bagaimana itu corak "garis", kemudian warna "hitam", dan seterusnya.

(tech.s-cubism.jp)
(tech.s-cubism.jp)
Kita tahu bahwa otak manusia terdiri atas neuron yang berkomunikasi dengan neuron lain melalui synapses. Neuron ini tidak hanya satu lapis, namun berlapis-lapis dan membentuk jaringan. Neural Network adalah jaringan yang meniru cara kerja otak manusia tersebut.

AI selama ini bekerja hanya dengan "satu" layer saja untuk memecahkan masalah. Namun, dengan basis Neural Network, maka cara pemecahan masalah dilakukan bukan hanya pada satu lapis, tetapi berlapis-lapis sampai dalam (deep) dengan beberapa layer digunakan. Sehingga cara kerja untuk membuat komputer "belajar" melalui layer berlapis ini disebut dengan Deep Learning (DL).  

DL adalah satu terobosan terpenting pada era booming AI yang ketiga ini. DL bisa meningkatkan kemampuan AI, misalnya kemampuan komputer untuk membedakan (menebak) apa yang ada di dalam foto, seperti sudah saya tulis diawal. DL juga diharapkan bisa memecahkan masalah Frame Problem dan Symbol Grounding Problem yang telah saya sebutkan sebelumnya.

Dengan DL, maka kemampuan komputer untuk melakukan representasi dari data-data yang telah di-input meningkat secara signifikan. Sehingga komputer bisa membuat model dari data-data tersebut tanpa intervensi manusia (operator), kemudian menggunakannya untuk memecahkan masalah berikutnya.

Kemampuan untuk membuat atau merancang "kadar" representasi dari data-data yang sudah dimiliki (di-input ke dalam) komputer merupakan hal yang terpenting dalam AI. Karena ini akan menentukan apakah AI yang ditanam dalam sistem mampu memecahkan masalah dengan baik atau tidak.

Keberhasilan DL mendeteksi foto seperti yang saya sudah ditulis diawal, menjadikannya sebagai "primadona" pada booming AI yang ketiga sekarang. DL, sebagai bagian dari AI merupakan terobosan baru, yang juga menjadikannya sebagai teknologi yang menjanjikan untuk pemecahan masalah dimasa depan.

Namun, apakah AI (dengan DL) bisa menyamai, kemudian melampaui, bahkan menaklukkan (kemampuan) manusia dimasa depan?

Kalau saya menulis jawabannya terlebih dahulu, kita tidak perlu khawatir. Karena kemampuan DL saat ini, kalau dihadapkan dengan persoalan yang harus bisa dipecahkan (tembok besar yang harus dilalui) oleh AI untuk bisa menyamai, bahkan menaklukkan manusia, adalah seperti bumi dan langit. Amat jauh. 

Meskipun ilmuwan sekaliber Stephen Hawking, juga Technopreneur seperti Elon Musk mengkhawatirkan perkembangan dan kemampuan AI dimasa depan, namun saya pikir kekhawatiran mereka bukan dalam rentang waktu puluhan atau ratusan tahun kedepan. Namun, pada masa yang lebih jauh, ribuan bahkan puluhan ribu tahun lagi.

(karapaia.com)
(karapaia.com)
Alasannya adalah sebagai berikut.

Kalau kita bicara tentang manusia, maka dia adalah gabungan dari sel-sel yang hidup (makhluk hidup) dan kecerdasan. Sehingga, untuk bisa menyamai bahkan menaklukkannya---jika kita ingin mengandaikan---paling tidak AI harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut.

Pertama, mewujudkan AI sebagai "makhluk hidup", misalnya saja yang paling realistis adalah membuat "robot" sebagai "wadah"nya.

Sebagai "makhluk hidup", tentunya robot harus berkembang biak, karena itu adalah insting yang terpenting dari makhluk hidup. Untuk berkembang biak, robot bisa membangun pabrik. Tetapi, dimana robot bisa memperoleh bahan-bahan untuk membangun pabrik dan membuat robot baru, misalnya besi (atau bahan logam lain), bahan fiber, lalu komponen elektronik seperti cip, kapasitor, IC dan lainnya?

Seumpama, robot bisa saja membeli semua kebutuhan itu dari manusia. Lantas, bagaimana robot bisa mencari uang, karena untuk membeli tentunya memerlukan uang, baik itu uang cetak maupun elektronik.

Oke lah, jika bentuk robot itu tidak begitu realistis juga, karena AI itu kan tidak ada wujudnya. Jadi dengan cara kedua, mari kita bayangkan jika membuat AI sebagai program komputer, seperti virus (komputer).

Program virus bisa dibuat agar bisa berkembang biak sendiri. Lalu virus juga bisa dibuat untuk bisa masuk (membobol) ke dalam  sistem network yang dibuat oleh manusia, untuk menganalisa gerak gerik dan kemudian menirunya. Tentu ada banyak network di dunia saat ini, mulai dari network yang dimiliki oleh perorangan, institusi, industri bahkan negara sekalipun.

Kemudian jika diperlukan, kita bisa memberi kode (coding) pada program, supaya virus bisa merasakan apa itu "gembira", "sedih" dan lainnya.

Namun pertanyaannya adalah, apakah AI dalam bentuk program (virus) dengan segala kemampuan yang telah disebutkan itu bisa berjalan dengan baik dan lancar tanpa hambatan? Bagi pembaca yang pernah, atau bahkan sering berkutat dengan pemograman (coding), tentu akan paham betapa sulitnya mewujudkan itu semua sekaligus dalam program komputer, langsung jadi.

Karena programmer tentunya tahu, bahwa jika ada kesalahan sedikit saja pada saat coding, maka program akan "stuck" alias tidak bisa "jalan". Belum lagi, program tentu butuh beberapa kali testing, debugging, dan lainnya supaya bisa berjalan dengan sempurna alias tidak "macet" di tengah jalan.

Dari dua contoh diatas, kita bisa asumsikan bahwa memberikan "wujud" seperti robot, maupun yang tidak berwujud seperti program (virus) kepada AI, adalah suatu hal yang amat susah dan tidak mungkin dilakukan saat ini.

Lalu bagaimana jika sebaliknya? Yaitu memberi "kecerdasan" kepada "wujud" yang mempunyai sel? Andaikan nanti, manusia (atau apapun) bisa membuat wujud yang memiliki sel-sel hidup, apakah kecerdasan juga bisa diberikan kepada wujud itu secara instan?

Jika kita merunut sejarah terbentuknya tata surya sekitar 13 milyar tahun yang lalu, kemudian munculnya hewan yang mempunyai sel sederhana 1,5 juta tahun yang lalu, keberadaan Manusia Jawa atau Homo erectus paleojavanicus sekitar 500 ribu sampai 1 juta tahun yang lalu, maka kita tahu bahwa kecerdasan yang dipunyai oleh manusia saat ini tidak begitu saja muncul secara instan.

Perlu waktu ribuan bahkan jutaan tahun untuk kecerdasan, agar bisa menjadi sama dengan level yang dimiliki oleh manusia (modern) saat ini. Sehingga walaupun suatu saat nanti ada yang bisa membuat "makhluk hidup", namun  pasti perlu  waktu (yang tentunya tidak singkat) untuk bisa memberikan "kecerdasan" kepadanya.

Dari sini kita bisa menarik kesimpulan, bahwa dengan teknologi saat ini, kita tidak perlu khawatir tentang cerita-cerita AI yang menakutkan (misalnya AI bisa menaklukkan manusia).

Yang lebih realistis adalah, cerita AI yang bisa menggantikan pekerjaan manusia, karena saat ini sudah terjadi pada beberapa bidang (walaupun terbatas). Misalnya bidang kedokteran, finansial, bahkan untuk hal-hal yang menyangkut urusan pribadi, seperti yang sudah saya tuliskan di paragraf sebelumnya.

Bahkan tidak menutup kemungkinan, dengan penyempurnaan teknologi saat ini, dan dengan temuan teknologi (terobosan) yang lebih baru lagi untuk menunjang teknologi AI dimasa depan, maka pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh manusia akan menjadi semakin berkurang (menyempit).

(www.cisin.com)
(www.cisin.com)
Dibanding dengan kekhawatiran AI akan menaklukkan manusia, saya lebih khawatir pada penggunaan teknologi AI untuk kepentingan militer. Karena dengan teknologi yang kita miliki saat ini, saya pikir tidak lama lagi ada yang bisa mewujudkannya, misalnya menerbangkan pesawat atau kapal tempur menggunakan teknologi AI. Alasannya, teknologi self driving dengan basis AI yang sekarang sudah hampir sempurna, dan sudah banyak dicoba di beberapa tempat.

Amerika sudah menggunakan drone yang dikendalikan dari jarak jauh untuk melakukan serangan ke negara lain. Namun kendala drone adalah, adanya time lag karena perintah yang disampaikan dipengaruhi oleh kondisi komunikasi,  antara pusat kendali dan drone. Dengan AI, tidak ada kekhawatiran ini lagi, karena AI langsung mengoperasikan drone atau bahkan pesawat tempur, tanpa harus mengendalikannya dari jarak jauh lewat jalur komunikasi.

Apalagi kita semua tahu, teknologi untuk militer selalu berkembang lebih dahulu, dan awalnya dimanfaatkan hanya untuk kepentingan militer. Misalnya GPS, lalu Internet yang awalnya adalah jaringan ARPANET yang didanai oleh DARPA (badan riset milik Dephan AS).

Akhir kata, saya ingin mengingatkan bahwa kita tidak perlu khawatir (berlebihan) tentang AI. Yang diperlukan adalah pemahaman tentang (teknologi) AI secara tepat dan benar. Hal yang sama, juga berlaku secara umum, untuk segala macam teknologi. Supaya kita tidak bingung dan tidak begitu saja percaya pada sesuatu yang tidak logis, atau tidak berdasarkan pada fakta. 

Selamat berakhir pekan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun