Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tingkat Literasi Rendah, Masyarakat Dihantui 7 Persoalan Besar

16 Juli 2019   07:50 Diperbarui: 16 Juli 2019   12:45 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia, sebagai negara dengan penduduk terbanyak ke-5 di dunia disinyalir tergolong negara dengan tingkat literasi yang rendah. Masyarakat dan anak-anak di banyak belahan nusantara ini tidak gemar membaca, apalagi menulis, berhitung atau berkreasi yang menjadi ciri kuat tingkat literasi suatu masyarakat. 

Ke depan, realitas tingkat literasi yang rendah kian menyulitkan. Mengingat gempuran era digital yang telah mengubah gaya hidup manusia makin menjauhkan manusia dari bacaan, dari buku.

Karena itu, kesadaran kolektif masyarakat dan pemerintah akan pentingnya memacu tingkat lietarsi sangat diperlukan. Karena bila tidak, bangsa ini bisa terpuruk akibat sulitnya mencari informasi yang kredibel dan menuliskan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. 

Masyarakat yang tidak literat pastinya akan jadi "makanan empuk" bagi era revolusi industri yang bertumpu pada otomatisasi, digitalisasi, dan kecerdasan buatan. Karena hanya masyarakat yang literat yang mampu jadi "pemain" di era digital. Sementara kaum non-literat hanya menjadi "penonton". 

Syarifudin Yunus,  pegiat literasi sekaligus Pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka menegaskan ada 7 (tujuh) dampak signifikan dari rendahnya tingkat literasi masyarakat, yakni:

  1. Kebodohan yang tidak berujung. Sehingga sulit membangun masyarakat tertib dan beradab.

  2. Produktivitas yang rendah. Sehingga gagal mengoptimalkan potensi diri dan terlalu bergantung pada orang lain.

  3. Pendidikan tidak berkualitas. Sehingga gagal berkontribusi terhadap kemaslahatan umat.

  4. Angka putus sekolah tinggi. Sehingga kualitas SDM rendah dan menjadi basis meningkatnya pengangguran.

  5. Kemiskinan yang meluas. Sehingga memjadi beban ekonomi dan sulit membangun ekonomi kreatif.

  6. Kriminalitas yang meninggi. Sehingga hidup tidak aman dan tidak nyaman serta memperbesar rasa saling curiga.

  7. Sikap bijak yang rendah. Sehingga sulit menerima informasi dan perilaku komunikasi yang rentan konflik. rendah.

Suka tidak suka, tingkat literasi bangsa Indonesia harus dioptimalkan. Karena bila tidak, persoalan literasi inilah yang akan menjadi sumber masalah. Persis seperti maraknya ujaran kebencian, hoaks, maupun sikap tidak mampu menerima realitas.

"Maka masalah tingkat literasi masyarakat tidak boleh dianggap sepele. Pemerintah dan pegiat literasi harus peduli untuk memacu tingkat literasi masyarakat. Minimal, membangun tradisi baca melalui taman bacaan di tengah masyarakat" ujar Syarifudin Yunus, pegiat literasi TBM Lentera Pustaka.


Bukti rendahnya tingkat literasi pun diperkuat dengan hasil survei tata kelola taman bacaan di Indonesia yang dilakukan TBM Lentera Pustaka baru-baru ini. 

Terungkap  bahwa 64% taman bacaan di Indonesia hanya dikunjungi tidak lebih dari 30 anak pembaca pada setiap jam baca. Ada 7% taman bacaan dengan 1-5 anak, 15% dengan 6-10 anak,  42% dengan 11-30 anak. Sedangkan taman bacaan dengan 31-50 anak 18% dan taman bacaan dengan lebih dari 50 anak 18%.

Survei ini menjadi sinyal kuat bahwa tradisi baca dan budaya literasi di masyarakat Indonesia tergolong rendah. Kondisi ini pun menegaskan kian kuatnya pengaruh tontonan televisi dan gawai di kalangan anak-anak.

Maka solusinya, cara pandang literasi harus diubah.  Literasi tidak boleh dipandang sebatas wacana atau gerakan apalagi diskusi dan seminar. Literasi harus menjafi budaya masyarakay dan mendesak untuk diimplementasikan. Caranya, semua pihak harus terlibat dalam praktik dan perilaku literasi; menjadikan masyarakat dekat dengan aktivitas membaca dan menulis.

Hanya masyarakat yang literat, ke depan, yang mampu menghalau laju dinamika peradaban yang kian tak terduga. Di samping mampu memajukan kehidupan dan kebudayaan bangsanya sendiri. 

Tumbuh kembang daya kreatif, daya tahan, dan daya saing sebagai individu maupun warga bangsa hanya bisa diraih bila masyarakat literasi sebagai landasannya.

Baik buruk, benar salah dalam kehidupan sungguh hanya bisa dideteksi oleh masyarakat yang literat; masyarakat yang sadar membaca dan menulis. Karena tingkat literasi adalah literatur si pribadinya dalam kehidupan... #TBMLenteraPustaka #BudayaLiterasi #BacaBukanMaen

Dokpri
Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun