Mohon tunggu...
Syamsuddin B. Usup
Syamsuddin B. Usup Mohon Tunggu... wiraswasta -

Kakek dari sebelas cucu tambah satu buyut. Berharap ikut serta membangun kembali rasa percaya diri masyarakat, membangun kembali pengertian saling memahami, saling percaya satu sama lain. Karena dengan cara itu kita membangun cinta kasih, membentuk keindahan hidup memaknai demokrasi.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kenaikan Harga BBM; Retorika dan Pernyataan Jujur Presiden SBY

13 Juni 2013   21:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:04 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa dia tidak ingin membebani presiden yang akan datang. Suatu pernyataan terkait deficit aggaran 2013 jika pemerintah tidak menaikan harga BBM. Sementara kebutuhan BBM terus meningkat melebihi perkiraan sebelumnya. Pernyataan yang menyiratkan kejujuran dan rasa bertanggung jawab.


Namun pernyataan tersebut juga retoris karena mencoba menjawab sikap politik yang menentang kebijakan kenaikan harga BBM. Pernyataan yang menghimbau agar partai politik tidak memanfaatkan isu kenaikan harga BBM dengan motif kampanye terkait Pemilu 2014. Pernyataan yang terasa hanya sebagai retorika politik.


Pada era demokrasi liberal seperti sekarang memang sangat terbuka perbedaan pendangan dan pendapat. Perbedaan yang dipublikasi secara luas melalui berbagai media. Termasuk “perdebatan” di social media sebagai bentuk jurnalisme warga. Demikian juga para politisi yang mendukung pemerintahan bebas melemparkan pendapatnya secara terbuka. Pernyataan pendapat bahkan perdebatan dalam konteks demokrasi tentu mempunyai parimeter dalam koridor intelektual dan etika. Salah satu koridornya adalah fakta.


Fakta yang kurang terbuka bagi public terkait kebijakan menaikan harga BBM pada dasarnya adalah permasalahan deficit anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN 2013). Defisit yang diakibatkan belanja melebihi pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam UU APBN 2013. Defisit anggaran yang coba ditutupi dengan menaikan harga BBM. Defisit menjadi legal bilamana usulan diterima dan ditetapka DPR RI dalam UU APBN-Perubahan 2013.


Deficit APBN pada dasarnya bisa saja terjadi karena sekarang anggaran belanja dan pendapatan negara diselenggarakan secara dinamis. Tidak seperti jaman Orba, anggaran ditetapkan berimbang antara pengeluaran dan pendapatan. Meskipun demikian besaran deficit anggaran sekarang tetap dipatok dalam Undang Undang APBN. Pendapatan sebesar Rp1.529,7 Triliun berbanding Belanja sebesar Rp1.683,0 Triliun jadi defisitnya adalah sebesar Rp153,3 Triliun atau 1,65%.


Sepanjang deficit tersebut masih dalam koridor yang ditetapkan UU APBN maka deficit masih bisa diterima. Tetapi manakala deficit melebihi patok yang ditetapkan dalam APBN maka berarti akan terjadi pelanggaran terhadap undang undang. Menurut Anggota DPR RI Harry Azhar Azis, defisit anggaran ini bisa mencapai 3% dari total APBN 2013. Bahkan menurut Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar defisif bisa mencapai lima sampai tujuh persen. Jadi selisihnya bisa mencapai 5% dikurangi 1,65% atau sebesar 3,35%.


Salah satu penyebab terjadinya deficit tersebut adalah meningkatnya kosnumsi BBM sehingga belanja pembelian BBM membengkak melebihi anggaran tersedia yang telah ditetapkan dengan UU APBN 2013. Pemerintah berusaha untuk mencukupi kebutuhan BBM namun persediaan duitnya tidak cukup. Alternative yang diusulkan adalah menambah anggaran yang besaranya mencapai Rp.300 triliun rupiah. Menambah anggaran melalui usul APBN-Perubahan 2013 inilah yang menjadi pro kontra di DPR.


Bagaimana agar anggarannya cukup. Pemerintah merencanakan menaikan harga BBM. Sementara di DPR, fraksi fraksi yang menolak kenaikan BBM menyatakan tidak perlu menaikan harga BBM, tetapi cukup dengan melakukan pemotongan anggran sector belanja lainnya. Hasil pemotongan ini dapat digunakan untuk belanja guna mencukupi kebutuhan pasok BBM bagi rakyat. Jadi initnya adalah bahwa dalam melaksanakan pengelolaan APBN oleh pemerintah terjadi deficit anggaran. Lalu mengatasinya dengan cara menaikan harga BBM.


Permasalahan yang dihadapi memang dilematis. Jika pemerintah membatasi belanja BBM dengan pengertian disesuaikan dengan kemampuan tersedianya anggara dalam APBN 2013. Maka yang terjadi adalah kekurangan pasok bagi kebutuhan hidup masyarakat. Kurangnya pasokan berbanding kebutuhan, supply and demand, otomastis mengakibatkan naiknya harga BBM sesuai hukum pasar.


Realitasnya seperti apa yang kita lihat secara nyata dimasyarakat. Anteran panjang disetiap SBPU yang disebabkan tidak lancarnya pasokan. Pembatasan pasok merangsang kecurangan untuk menimbun BBM karena berspekulasi untuk mendapatkan keuntungan dari kesusahan masyarakat. Pembatasan paso BBM berakibat secara berantai dan berujung dengan semakin lemahnya perekonomian. Lemahnya perekonomian akan menyebabkan peningkatan jumlah masyarakat miskin atau termiskinkan.


Bicara mengenai deficit tentu terkait dengan perencanaan anggaran dan kendali penggunaan anggaran. Dibutuhkan kecermatan dalam perencanaan dengan segala aspeknya termasuk factor inflasi. Termasuk juga mencermati berbagai kebijakan yang mendorong inflatoir. Defisit terjadi akibat penggunaan anggaran yang tidak efisien. Pemerintah yang sukses adalah pemerintah yang mampu menyelenggarakan keuangan negara secara harmoni antara perencanaan dan pelasanaan belanja negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun