Seratus tahun lagi,
aku ingin hidup,
berumur panjang
melihat kau tertawa,
ketika aku tersedak
saat sedang makan.
Kau cantik.
Selalu cantik, kataku.
Bahwa aku membenci kebiasaan
berdandanmu yang lama,
dan mengoceh tentang cara makanku
yang tergesa-gesa.
Salah satu dari kita
bisa mati hari ini
hingga mulai merindukan
kebiasaan buruk masing-masing;
suara dengkuranku,
atau rutinitasmu
menyingkap gorden pagi-pagi
saat aku masih terlelap,
dan belum siap terjaga.
Tapi, seratus tahun lagi,
aku tetap bersedia untuk
berbagi selimut denganmu,
menunggumu berdandan,
mendengar suaramu yang berdesir pelan.
Selama kepala kita pulang
ke rumah yang sama.
Karena malam-malam,
ketika kau menunggu di balik pintu
dengan wajah cemberut,
melirik ke arah nasi, telur dadar, sayur dan kopi yang telah dingin
adalah bagian paling menyenangkan
untuk hidup hingga seratus tahun ke depan.
Tanpa perlu berganti atau berpaling
hanya untuk mendoakan
jodoh masing-masing