Pada bulan Juli 2017 gunung Talang, Solok, Sumatera Barat, ternyata masih diwarnai cuaca berawan dan hujan. Berhari-hari hujan. Tidak seperti biasanya, sekarang pembagian musim hujan dan musim kemarau tidak jelas lagi.Â
Dua hari penulis alias SP melakukan pendakian, Sabtu-Minggu (8-9/7/2017), menikmati guyuran hujan. Karena terus diguyur hujan, trek pendakian berupa tanah menjadi licin dan berlumpur. Pendakian normal biasanya sekitar tiga jam, sekarang menjadi empat jam.
Tapi selalu ada hal unik dalam setiap situasi di alam bebas. Saat hujan begini sangat biasa ditemui pemandangan pelangi yang indah memukau dengan latar kebun teh yang hijau. Pedar cahaya senja dan sunrise pun luar biasa karena dilukis oleh awan gemawan.


Mulai trekking di pos pendaftaran sekitar pukul 11.00, Sabtu (8/7/2017), sampai di cadas atau area camp ground favorit para pendaki sekitar pukul 14.30. Dua tahun terakhir penulis sudah jarang ngecamp di sini, terlalu rame dan berisik.


Puncak hutan mati merupakan puncak pertama di gunung Talang. Setelah ini masih ada dua puncak lagi hingga sampai di puncak utama dengan ketinggian 2.597 meter di atas permukaan laut. Dari puncak pertama ke puncak tertinggi butuh waktu 15-30 menit berjalan santai.


Di masing-masing puncak tersebut ada sedikit tanah lapang untuk mendirikan tenda, namun sangat jarang ada pendaki yang mau ngekem di sini. Areanya relatif terbuka, sehingga sangat rawan diterjang badai, selain bau belerang sangat menyengat.
Puncak gunung Talang sempat rimbun oleh hutan cantigi. Tahun 2004 dan 2007 terjadi letusan yang cukup dahsyat mengakibatkan hutan cantigi di area puncak hampir musnah sama sekali. Letusan tsb menghasilkan hutan mati yang luas, mirip hutan mati di gunung Papandayan.

