Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

SP3 terhadap Buronan adalah Pelecehan Hukum

16 Juni 2018   14:35 Diperbarui: 17 Juni 2018   09:06 1780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Tersiar kabar kasus Rizieq Shihab terkait dugaan chat mesumnya telah dihentikan (SP3) oleh kepolisian. Kabar itu disampaikan langsung oleh Rizieq dari tempat pelariannya di Mekah, Saudi Arabia. Menyusul kemudian dibenarkan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Muhammad Iqbal, Minggu (16/6/2018).

SP3 terhadap buronan tersebut tak pelak merupakan pelecehan hukum yang luar biasa, pelecehan marwah hukum yang sulit dipulihkan, dan sekaligus pelecehan terhadap negara hukum!

Betapa tidak, seorang yang telah ditetapkan tersangka, artinya telah cukup bukti, dan jadi buronan, yang dalam kasus ini tersangkanya belum pernah diperiksa karena buron, akan tetapi malah dihentikan kasusnya, tanpa si buronan itu menghadap langsung ke penyidik perkaranya. Pemeriksaan (baca: ngobrol) dengan buron di tempat pelarian tidak dihitung langkah projustitia. Buron tak koperatif malah diberi hadiah SP3. Benar-benar ajaib! 

Sepengetahuan penulis, dalam sejarah hukum, baru kali ini ada SP3 terhadap buronan, apalagi tanpa si buronan menyerahkan diri lalu diperiksa terlebih dahulu sebelum SP3 dikeluarkan. 

Untuk diketahui, kasus pidana harus dihadapi langsung, tidak bisa diwakilkan pada kuasa hukum. Kuasa hukum sifatnya hanya memberi pendampingan dan nasehat hukum, bukan mewakili. Tersangka harus diperiksa secara langsung, kecuali tersangkanya gaib tak jelas di mana.

Enak sekali, ketika seorang ditetapkan tersangka, lalu jadi buronan, lantas polisi yang menangani perkaranya menghentikan penyidikan tanpa tersangka menghadap langsung dan diperiksa dulu. 

Kapolri dan jajarannya perlu menjawab permasalahan alasan SP3 ini secara terbuka. Biar publik tahu. Sekaligus agar tersangka lain bisa mencontoh melarikan diri dulu agar kemudian kasusnya dihentikan (SP3). Makyus, bukan?

Mari kita simak alasan SP3 yang dibolehkan hukum berdasarkan Pasal 109 Ayat (2) KUHAP. 

Suatu perkara pidana dapat dihentikan penyidikannya apabila dalam perkembangan ternyata tidak cukup bukti; atau perkaranya terbukti tapi ternyata bukan tindak pidana; atau penyidikannya dihentikan demi hukum (karena nebis in idem; atau tersangkanya meninggal dunia; atau perkaranya kedaluwarsa).

Jika dikilas balik, dahulu, masih memungkinkan SP3 dengan alasan karena tidak cukup bukti, sebab dahulu perintah penyidikan bisa dikeluarkan dengan dasar ada laporan dan satu bukti permulaan. Untuk saat ini, secara teknis, alasan begini tak memungkinkan lagi.

Pasalnya, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014, penetapan tersangka dalam penyidikan suatu perkara pidana minimal dengan 2 (dua) alat bukti. Artinya, sejak awal penetapan tersangka sudah cukup bukti.

Dihubungkan dengan kasus chat mesum Rizieq Shihab, penetapan tersangka terhadap yang bersangkutan telah didasarkan pada minimal dua alat bukti. Jadi, di sini, tidak ada lagi istilah "tidak cukup bukti"; buktinya sudah cukup sejak awal penetapan tersangka. Apalagi bila tersangka telah pernah menempuh gugatan praperadilan dan kalah.

Dengan kata lain, penghentian penyidikan untuk konteks pasca putusan MK di atas, dihubungkan dengan Pasal 109 Ayat (2) KUHAP, mestilah menggunakan alasan lain selain tidak cukup bukti. 

Celakanya, alasan-alasan SP3 lainnya tidak ada yang cocok dengan kasus Rizieq ini. Peristiwa hukum chat berkonten pornografi jelas merupakan tindak pidana. Tidak ada nebis in idem, karena kasus ini belum pernah disidangkan dan berkekuatan hukum tetap sebelumnya. Tersangkanya masih hidup. Dan perkaranya belum kedaluwarsa.

Selain alasan hukum di atas, mengapa SP3 kasus Rizieq Shihab bersifat melecehkan wibawa hukum dan negara hukum, adalah karena publik mempersepsinya sebagai ada deal politik.

Video Rizieq Shihab mengaku SP3 kasus chat dihentikan (foto: screenshot video)
Video Rizieq Shihab mengaku SP3 kasus chat dihentikan (foto: screenshot video)
Deal politik itu sangat mungkin berupa, misalnya, agar Rizieq Shihab tidak demo-demo lagi, agar tidak menguras dana APBN untuk pengamanan, dan seterusnya. Jika Rizieq kembali "berulah" maka SP3 kasusnya kembali dibuka/diproses. Dengannya, pemerintah khususnya Polri tercitra "murah hati". Harapannya, keamanan tahun politik jadi stabil sekaligus suara pendukung Rizieq bisa mengalir ke Jokowi.

Jika dugaan-dugaan di atas benar adanya, maka rusaklah wibawa hukum. Hukum pidana yang harusnya hitam-putih, hanya menyangkut bukti, sekarang tunduk dibawah subordinasi politik. Hukum benar-benar kotor dan menjijikan. Quo vadis, negara hukum?(*)

SUTOMO PAGUCI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun