Mohon tunggu...
Surya Anom
Surya Anom Mohon Tunggu... -

Lahir di Amlapura Bali, tumbuh sampai remaja SMA di Bali dan setelah selesai SMA melanjutkan ke ITS. Selesai kuliah, kerja di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pansus Hak Angket Terhadap KPK?

24 Juni 2017   17:44 Diperbarui: 24 Juni 2017   17:47 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah melayangkan pemanggilan pertama untuk meminta Miryam menghadap pansus hak angket thd KPK, yang kemudian ditolak oleh KPK melalui surat yang sudah dilayangkan sbg jawaban. Pansus mengancam, akan meminta Polri untuk memanggil paksa Miryam, bila tiga kali panggilan tetap ditolak oleh KPK. Mendengar itu, Kapolri, Jendral Tito Karnavian dengan tegas menolak dengan alasan dasar hukum yang tidak jelas.

Berharap bantuan Polisi yang tidak kesampaian, maka muncul wacana orang mabuk yang digulirkan oleh oknum di Pansus tersebut, yaitu untuk membekukan pembahasan anggaran KPK dan Polri.

Terlintas dibenak saya, alangkah bodoh dan arogannya ide ini. Bodoh karena tidak memahami hubungan antara penolakan tersebut dengan anggaran suatu institusi. Arogan karena merasa punya power, lalu memaksakan institusi lain untuk mengikuti keinginannya, yang menurut institusi tersebut tidak sesuai dengan hukum.

Karena ini adalah masalah hukum, seharusnya pihak DPR harus menyelesaikan secara hukum pula. Dan pansus hak angketpun tidak seharusnya dibentuk. Apalagi fakta yang ada, bahwa pansus hak angket ini dibentuk lantaran terindikasinya banyak anggota DPR yang mendapat aliran dana mega korupsi e KTP. 

Walaupun semua ini ditepis oleh para pendukung hak angket tsb. Tapi masyarakat yang mana yang akan percaya dengan tepisan ini? Karena semua tahu tentang kinerja DPR selama ini, tentang banyaknya anggota DPR yang masih aktif maupun yang mantan yang terlibat korupsi ketika menjadi anggota DPR dan sudah terpidana. Disamping itu, masyarakatpun sudah muak terhadap anggota DPR yang berjalan tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat pemilihnya. Korupsi adalah salah satu aspirasi rakyat yang harus diberantas sampai keakar-akarnya. Karena korupsi ini penyebab utama kekacauan ekonomi bangsa ini.

Nah bisa dibayangkan, bahwa lembaga satu2nya yang merupakan garda terdepan yang dipercaya masyarakat dalam memberantas korupsi, lantas mendapat perlakuan yang tidak elok dari DPR, yang mana perlakuan tsb berawal dari akibat prilaku sejumlah anggota DPR yang terlibat korupsi. Lantas dari mana masyarakat akan mendukung prilaku politik DPR seperti ini?? 

DPR kalau betul2 membawa aspirasi masyarakat, maka seharusnya tidak satupun anggota DPR maupun DPRD untuk terlibat kasus korupsi. Malah seharusnya anggota DPR dan DPRD memberi contoh paling depan dalam hal pemberantasan korupsi. Kalau perlu mereka harus membuktikan semua harta kekayaannya selama menjadi anggota DPR/D sejelas jelasnya bahwa itu tidak ada tersangkut kasus korupsi. 

Namun, semua ini jauh panggang dari api. Harapan mempunyai wakil rakyat yang bersih, sesuai janji disaat kampanye, hanya isapan jempol belaka. Prilaku buruk para anggota DPR & DPRD yang terlibat kasus korupsi sangat mengecewakan rakyat. Sampai-sampai muncul beberapa pemikiran rakyat, apakah lembaga ini masih dibutuhkan, karena jumlahnya banyak, menelan anggaran tinggi, tapi tidak dirasakan kontribusinya untuk masyarakat.

Coba kita lihat kinerja DPR selama menggulirkan pansus hak angket, dan bandingkan dengan kinerja KPK dalam memberantas korupsi. Sesuatu yang sangat jomplang. Ribut pansus, sampai menelantarkan pembahasan RUU yang sangat penting, seperti RUU Pemilu, RUU tentang teroris dll. Dilain pihak selama bergulir hak Angket thd KPK, kinerja KPK tidak menyurut, beberapa kasus OTT berjalan terus. 

Dari Harian Kompas, Rabu tanggal 21 Juni 2017, tercatat beberapa kasus OTT selama Mei - Juni 2017 sbb :
Tanggal 26 Mei 2017, Rochmadi Saptogiri (auditor utama BPK), Ali Said (auditor BPK), Sugito (Inspektur Jendral Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi), Jarot Budi Prabowo (pejabat eselon III Kemendesa PDTT).
Dugaan suap terkait pemberian opini WTP di Kemendesa PDTT tahun anggaran 2016.

Tanggal 5 Juni 2017, Mochammad Basuki (Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur), Santoso dan Rahman Agung (pegawai DPRD Jatim), Rohyati (Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jatim), Bambang Heryanto (Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jatim), Anang Basuki R (PNS Provinsi Jatim).
Terkait dengan pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan oleh DPRD Provinsi Jatim terhadap pelaksanaan perda dan penggunaan anggaran di Provinsi Jatim tahun 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun