Mohon tunggu...
Sugeng Tri Wahyudi
Sugeng Tri Wahyudi Mohon Tunggu... -

seorang biasa yang hanya ingin belajar menulis...

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Anda di Waktu yang Salah Moyes…

13 Januari 2014   18:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:52 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Cercaan, hujatan, kritik tajam dari fans diarahkan begitu kencang terhadap David Moyes. Bentuk kekesalan tersebut dilancarkan persis setelah Manchester United dikalahkan Newcastle United 0-1 pada pekan ke-15 Liga Primer (Inggris). Melalui media sosial, sebagian fans bahkan memintanya mundur. Moyes dianggap tak kompeten menggantikan Sir Alex Ferguson di Old Trafford.

Sebagai gambaran begitu kesalnya fans terhadap kepemimpinan Moyes, sampai-sampai mereka pun menolak anggapan sosok asal Skotlandia tersebut adalah pribadi yang sebenarnya dicintai pecinta sepak bola Liga Primer. “Bagi klub lain Moyes mungkin idola, tapi tidak bagi kalangan pecinta MU,” begitu sebuah Tweet dari penggemar MU di Tanah Air.

Tak ada asap, jika tak ada api. Tak akan ada akibat jika sebabnya pun nihil. Munculnya gerakan membenci Moyes di kalangan fans MU erat kaitannya dengan prestasi klub yang menurun saat ini. Inkonsistensi permainan, tak solid, hingga cenderung bertumpu pada satu atau dua sosok, saat sosok tumpuan melempem akan berpengaruh besar ke hasil, adalah sejumlah faktornya.

Gaya kepelatihan Moyes yang begitu inspiratif bersama Everton, menempatkannya sebagai salah satu pelatih terlama menangani sebuah klub seperti halnya Sir Alex sewaktu di MU dan Arsene Wenger di Arsenal, sama sekali tak nampak saat bersama Setan Merah. Moyes yang masih hidup di bawah bayang-bayang kebesaran Sir Alex terlihat begitu under pressure. Alhasil solusi kreatif, inspiratif yang diperlukan saat tim menuai masalah tak mampu dihasilkan.

Sejumlah statistik jeblok pun akhirnya terpampang. 22 poin yang dikumpulkan mereka setelah 15 pertandingan sejauh ini adalah jumlah terendah semenjak 2001/2002. Padahal tim ini tak pernah lagi kehilangan poin sedemikian besar sejak 1990/1991. MU yang kala itu finis pada posisi enam klasemen, terpaut 24 poin di bawah sang juara Arsenal.

The Red Devils pun makin mudah dikalahkan, bahkan di Old Trafford sekalipun yang pada era Ferguson begitu angkuh dan menyeramkannya bagi tim lawan. Jika sekelas Newcastle saja mampu meraih angka penuh di Old Trafford, lantas apa yang tersisa dari kebanggaan dan sejarah penuh catatan emas yang dibangun klub selama ini?.

Di saat mudahnya klub menuai kekalahan, produktivitas MU juga menurun tajam dibanding musim lalu. Rataan gol per partai jatuh bebas dari angka 2,26 musim lalu ke 1,43. Dan dari hasil penelusuran Opta, meliputi possession, cross completion, duels won, shots on target, capaian MU pun begitu buruk dibanding musim lalu. Satu yang terbilang lumayan hanyalah persentase gol (36% berbanding 31%) dari set piece.

Pola permainan yang cenderung umpan panjang atau langsung mengumpan ke para penyerang dibanding mengolah dulu di lapangan tengah dianggap berandil terhadap kinerja MU di lapangan. Musim ini persentase umpan jauh ke depan yang dibukukan mencapai 41,9% berbanding 40,1% pada 2012/2013.

Ironisnya upaya sia-sia itu masih diperparah dengan minimnya persentase umpan sukses di sepertiga akhir area lawan yang hanya 53% berbanding 57,3% pada musim lalu. Penelusuran data pergerakan pemain juga menunjukkan sedikit sekali pemain MU yang bergerak ke kotak penalti lawan, untuk merusak konsentrasi pertahanan atau melakukan upaya memancing bek lawan melakukan pelanggaran ataupun agar pertahanan lawan goyah.

Di sisi lain, dan mungkin ini yang juga menjadi biang mudahnya pertahanan MU dibobol lawan, ialah rendahnya persentase blocking terhadap tendangan-tendangan lawan (21,8% musim ini berbanding 29,9% pada 2012/2013), membuat lawan memiliki peluang lebih banyak saat melakukan serangan dan melepaskan tendangan dalam situasi serangan balik.

Makin menambah pening kepala Moyes mungkin juga soal dewi fortuna. Dia belum mendapatkan itu. Padahal dalam sepak bola, keberuntungan itu adalah sekian persen dari kesuksesan tim dalam sebuah permainan. Keberuntungan bisa diperoleh dari kesalahan wasit mengambil keputusan (ini yang paling kerap terjadi), bola membentur tiang atau mistar gawang, gol-gol di menit krusial dan lain sebagainya.

Musim lalu, MU sebenarnya tak begitu dominan. Hanya 50% saja dari pertandingan-pertandingan yang dimainkan mereka mampu melakukan tendangan lebih sering dan penguasaan bola lebih lama dari lawan-lawannya. Mereka bahkan harus meraih sembilan kali kemenangan setelah sebelumnya tertinggal lebih dahulu. Tapi entah, bersama Ferguson, meski bermodal statistik seperti itu, MU mampu meraih gelar ke-20.

Kini semua tanggung jawab memang dibebankan kepada Moyes. Meski sebenarnya, penjualan aset berharga seperti Paul Pogba tanpa pembelian seorang kreator lini tengah juga andil dari manajemen secara keseluruhan. Moyes dicap sebagai biang dari segala kegagalan, meski untuk meraih kejayaan Sir Alex Ferguson sebenarnya menikmati enam musim pertamanya dengan berdarah-darah.

Publik awalnya menganggap bahwa Moyes memang dipilih karena kehebatannya di Everton. 11 tahun di sana (2002-2013) memperlihatkan kinerja apik mantan pemain Celtic tersebut. Membuat klub dengan dana minim dan kualitas pemain biasa saja mampu bersaing dengan klub elite di Inggris. Dia pun dipilih karena sama-sama Skotlandia, seperti juga Ferguson.

Akan tetapi sosok kelahiran 25 April 1963 tersebut tengah berada dalam waktu yang salah. 27 tahun lalu, saat Ferguson pertama kalinya memegang kemudi MU pada 6 November 1986, fans masih bisa bersabar untuk menanti trofi pertama Liga Primer hadir musim 1992/1993. Di zaman yang serba pragmatis, serba tergesa-gesa seperti saat ini, sulit untuk menemukan kesabaranhanya untuk menanti buah prestasi dari seorang pelatih. Terlebih jika acuannya klub tersebut sebelumnya hidup di bawah gemerlap kejayaan.

Lantas yang ada kemudian adalah kembali menggunakan cara pragmatis mengembalikan kejayaan. Wacana kembali mempekerjakan Ferguson sudah mengemuka di sejumlah media. Jika ini yang terjadi, sebagai penikmat sepak bola, saya hanya mempertanyakan tentang fenomena ini. Kemajuankah atau kemundurunkah?.....

Salam olahraga,

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun