Mohon tunggu...
sopian Be
sopian Be Mohon Tunggu... Guru - mari merangkul bukan memukul

Badai Pasti Berlalu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku Rindu Nenekku "Berbahasa Rejang"

4 Oktober 2019   00:39 Diperbarui: 4 Oktober 2019   00:46 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehilangan orang yang penting dalam hidup itu memang sangat menyedihkan, memang tidak dapat dipungkiri bahwa orang yang sudah benar-benar dekat dengan kita, pasti kita akan merasa kehilangan bila ia dipanggil oleh yang Kuasa.

Tapi itulah takdir yang memang tidak dapat dirubah walau bagaimana pun usaha kita untuk merubahnya, bila tiba masanya tidak dapat untuk ditunda walau pun sedetik pun dan tidak pula bisa untuk dimajukan walaupun hanya sedetik pun. Setiap kita yang bernyawa pasti akan mengalaminya cepat atau lambat, tua atau pun muda , sekarang atau lusa, yang pasti kita akan mati jug.

Maka dari itu berbuatlah apa yang kau suka namun jangan lupa, semua itu kan ada balasnnya, baik atau pun jahat, lurus atau pun sesat semua kembali pada mu jua, kamu yang akan mempertanggung jawabkannya. Jadi jika kita ditinggal orang yang baik dengan kita wajarlah kita bersedih.

Malam ini entah apa yang terlintas dibenak ku, aku teringat dengan almarhum Nenek ku, ingat waktu itu tinggal bersamanya setiap sebelum tidur aku dan Kakak ku selalu didongeng dengan bahasa Nenek ku (Rejang).

Kadang ia pun menemani kami dirumah sebab orang tua ku tidak bisa untuk pulang pergi ke kebun kami karena jarak yang cukuk jauh, dan saat itu pun kendaraan tidak lah seramai sekarang hilir mudik dan jalan yang kami lalui untuk mencapai perkebunan pun tidak lah semulus yang saat ini.

Nenek ku memang tidak bisa untuk berbaha melayu dengan pasih, ia berbicara dengan kami pun selalu berbahasa daerah yaitu bahasa rejang/redjang.

Selama orang tua ku tidak kembali, Nenek ku lah yang menemani kami dirumah. Saat itu rumah belum lah seramai saat ini, listrik pun belum ada.

Hanya rumah orang-orang bernama saja yang dapat menikmati listrik, jangan kan listrik televisi pun saat itu dapat dihitung dengan jari tangan siapa yang punya. Walaupun kami dalam keterbatasan kami tetap bersekolah karena Nenek ku selalu memotivasi kami untuk menuntut ilmu.

Pernah Nenek ku bercerita betapa sulitnya menghidupi Bapak ku dan Kakak perempuannya, saat itu gerombolan masih berkeliaran untuk mengganggu keamanan Nenek ku dan masyarakat sekitar. Tapi Nenek ku selalu melawan walau apa pun yang terjadi, saat ia mengandung Bapak ku Kakek ku dipanggil oleh-Nya, jadi Bapak ku tidak pernah tau bagaimana wajah dan kasih sayang seorang ayah, mendengar itu tekad semakin kuat untuk kami bersekolah.

Dalam bahas rejang/redjang Nenek ku bercerita dengan kami;

"beloo coa si kemudeak uyo, jano kenlak ade kete, tun bik rami, lapu bik ade, dunio bik aman. Beloo kaleu tun sade ade dik meninga, bepanea kekea kileak mai dumui magea sepasoak dik nak talang melenam, amen uyo ati si keing inoa te miling, bik pacak te mle nam magea spasoak dik oak kunai ite" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun