Mohon tunggu...
Subagyo
Subagyo Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Pekerja hukum dan sosial; http://masbagio.blogspot.com http://ilmubagi.blogspot.com http://sastrobagio.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perppu Ormas Menimbulkan Masalah Baru

19 Juli 2017   13:33 Diperbarui: 19 Juli 2017   15:02 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Kompas.com


Pertama, Perppu Ormas itu menghapus Pasal 63 sampai dengan 80 UU Ormas. Pasal-pasal  yang dihapuskan tersebut mengatur prosedur pemberian sanksi kepada ormas yang melanggar hukum dengan bentuk sanksi berupa pemberian peringatan pertama, kedua, ketiga, penghentian bantuan, penghentian sementara kegiatannya, sampai terakhir diajukan permohonan pembubaran oleh pemerintah ke pengadilan.

Berdasarkan UU Ormas, sanksi penghentian sementara kegitan ormas di lingkup nasional oleh pemerintah harus meminta pertimbangan lebih dulu kepada Mahkamah Agung (MA). Sedangkan dalam ruang lingkup daerah, penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan ormas wajib meminta pertimbangan pimpinan DPRD, kepala kejaksaan, dan kepala kepolisian sesuai dengan tingkatannya.

Nah, ketentuan-ketentuan yang bersifat melibatkan lembaga-lembaga lain tersebut diamputasi oleh Perppu Ormas. Pemerintahan Jokowi-JK tidak mau berbelit-belit dalam membubarkan ormas. Maunya instan. Sanksi peringatan cukup sekali, selanjutnya jika tetap melanggar maka dilakukan penghentian kegiatan serta pencabutan status terdaftar atau status badan hukumnya sehingga secara otomatis ormas tersebut dinyatakan bubar.

Presiden Jokowi dalam membuat Perppu Ormas tersebut menganut sistem kewenangan tunggal oleh pemerintah, tidak mau melibatkan pertimbangan hukum lembaga-lembaga lainnya dalam penjatuhan sanksi yang lebih berat yang berupa penghentian kegiatan ormas dan pembubaran ormas.

Masih mending Perseroan Terbatas (PT) yang nasib hukumnya lebih baik, di mana tak ada ketentuan ekstrim dalam UU PT yang menentukan sanksi pencabutan badan hukum PT dan pembubarannya secara sepihak oleh pemerintah. Sanksi administratif kepada PT bukan berupa pencabutan status badan hukumnya, tapi pencabutan izin-izin tertentu yang dimilikinya di mana suatu saat izin serupa dapat diperoleh jika PT mengakhiri pelanggarannya dan telah mempertanggungjawabkannya.

Ormas merupakan lembaga demokrasi. Bahkan partai politik (yang tak jauh beda dengan ormas, sama-sama sebagai organisasi demokrasi) pembubarannya harus melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Makanya UU Ormas menentukan bahwa pembubaran ormas harus dengan putusan pengadilan setelah melalui tahap-tahap pemberian sanksi administratif.

Dalam UU Ormas (sebelum diubah dengan Perppu Ormas), pembubaran ormas harus melalui permohonan ke pengadilan. Permohonan tersebut sifatnya sengketa sehingga ormas yang bersangkutan harus dipanggil oleh pengadilan untuk dimintai keterangan dan berhak mengajukan alat bukti yang meringankan atau bukti yang membantah tuduhan terhadapnya. Artinya, permohonan pembubaran ormas oleh pemerintah bisa saja tidak dikabulkan oleh pengadilan jika ternyata tidak beralasan hukum, atau tuduhan pemerintah terhadap ormas tersebut tidak terbukti.

Kedua, di dalam Perppu Ormas diatur ketentuan pidana yang dapat dibandingkan dengan ketentuan di dalam KUHP. Pasal 82 A ayat (1) Perppu Ormas menentukan bahwa tindak pidana menurut Pasal 59 ayat (3) huruf c dan d, diancam pidana penjara minimum 6 bulan dan maksimum 1 tahun. Perbuatan yang dimaksud adalah melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan/atau melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tindak pidana Pasal 59 ayat (3) huruf c dan d Perppu Ormas tersebut sama dengan Pasal 170 KUHP jika dilakukan lebih dari 1 orang dengan ancaman pidana penjara  maksimum 5 tahun 6 bulan. Jika perbuatan kekerasan bersama-sama itu mengakibatkan luka biasa korban maka ancaman pidananya maksimum 7 tahun penjara dan diancam pidana penjara maksimum 9 tahun jika korbannya luka berat, serta diancam pidana penjara maksimum 12 tahun jika korbannya meninggal dunia.

Artinya, ancaman pidana bagi anggota atau pengurus ormas yang melakukan kekerasan tersebut secara khusus dibatasi maksimum 1 tahun penjara tetapi minimum 6 bulan penjara. Masalahnya, mengapa ada perbedaan perlakuan hukum antara kekerasan yang dilakukan oleh anggota atau pengurus ormas dibandingkan dengan pelaku non-ormas? Perppu Ormas tersebut telah membuat masalah disparasi hukum atau diskriminasi perlakuan hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun