Mohon tunggu...
Sari Oktafiana
Sari Oktafiana Mohon Tunggu... Guru - A mother of five kids who loves learning

Living in the earth with reason, vision, and missions...but I can't make everybody happy.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Balada Gas Melon 3 Kg

17 Oktober 2016   14:31 Diperbarui: 18 Oktober 2016   00:35 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Minggu ini, Menteri ESDM dan Wamen ESDM yang baru telah dilantik. Yes! Pak Jonan and Pak Archandra yang konon katanya sigap nan cerdas siap bekerja dan berkarya untuk Indonesia hebat!

Tulisan ini berkonteks dari saya yang ibu rumah tangga, sejak sebulan ini saya dan beserta ibu rumah tangga lainnya kesulitan untuk mendapatkan gas elpiji 3 kg. Gas melon yang berwarna hijau langka atau jangan-jangan dibuat langka di pasaran. Seakan-akan gas melon hijau lenyap dari pasaran. Ada apa gerangan??

Indonesia krisis energy, krisis LPG???? Saya yakin tidak, walaupun industri ekstraktif ini merupakan sun set industry sebagai energy yang tidak terbarukan.

Tetapi rumah tangga di Indonesia telah dibuat tergantung dengan sumber energy tersebut! I feel annoyed with Government’s policy! Kenapa sumber energi rumah tangga tidak dibiarkan beragam dan dikembangkan sumber-sumber energy alternative yang terbarukan bila memang LPG, minyak dan sejenis fossil fuel lainnya yang dianggap menganggu stabilitas keuangan Negara lewat subsidi.

Siapa sih yang membuat kita manja dengan subsidi??? Siapa sih yang harus bertanggung jawab bila rumah tangga-rumah tangga memiliki ketergantungan kuat dengan energy yang tak terbarukan???

Pemerintah kan?? Kapitalisme dan industri yang cenderung eksploitatif and abused dengan lingkungan dan warganya. Lingkaran ketergantungan sebagai konsumen telah diciptakan and dikonstruksi.  Energy alternative dan terbarukan tidak dikembangkan, ya secara perspektif ekonomi kurang menguntungkan untuk industri walau ramah lingkungan dan ekonomi rakyat.

Dulu, sewaktu masa kecil saya era 1980-an, saya melihat bahwa biaya hidup rumah tangga tidak terlalu besar, banyak rumah tangga yang berdikari dan tidak tergantung dengan industri dan pemerintah dari aspek energy. Dulu ibu dan nenek saya masih memasak dengan kayu, arang, ataupun serbuk kayu sisa pengergajian. Karena tegalan belum beralih fungsi menjadi rumah, kami dengan leluasa mendapatkan kayu bakar untuk sumber energy rumah tangga. Mandi menggunakan air sumur dengan menggunakan energy kekuatan manusia, yeahh dengan mengerek dan itu sehat! Tidak manja dengan listrik..tetapi semuanya sekarang semua peralatan rumah tangga nyaris memakai listrik semua! Kami tergantung dengan energy yang terpusat! Itu salah siapa? Kami yang tidak kritis atau kami yang tidak diberikan pilihan-pilihan alternatif untuk menjadi rumah tangga yang berdikari secara energy.

By the way, saya curiga kebijakan gas melon 3 kg akan segera dikurangi subsidinya karena asumsi dari pemerintah ketika peralihan penggunaan energy minyak tanah menjadi gas elpiji menggunakan subsidi, membebani anggaran Negara. Kalau itu membebani kenapa dilakukan?? Kenapa tidak dipikirkan bagaimana menciptakan kedaulatan dan kemandirian energy rumah tangga?? Sekarang dan mungkin sejak 3 tahun yang tahu, diciptakanlah tentang slogan bahwa gas melon untuk masyarakat miskin, tetapi sejarahnya dulu peralihan dari minyak tanah secara revolusi apakah hanya untuk masyarakat miskin??? Untuk semua, kebijakan penggunaan gas melon 3 kg awalnya bukan kebijakan yang diskriminatif hanya bagi masyarakat pra sejahtera tetapi untuk semua rakyat. Bagi saya itu merupakan kebijakan populis, pencitraan dan tidak inklusif…

Sekarang ketersediaan gas melon 3 kg semakin dipersempit, dibuat langka. Permainan pasar diciptakan! Agar orang segara beralih ke gas elpiji lain yang non subisidi. Apakah untuk meredam gejolak sosial setting gas melon langka agar orang beralih ke konsumsi gas elpiji lainnya dibuat sama dengan peralihan konsumsi orang dari premium ke petralite dan pertamax??

Buat saya, cara ini tidak fair dan tidak transparan. Kalau memang gas melon hanya untuk masyarakat miskin bikinlah sistem yang fair dan pastikan mekanisme yang aman, minim kecurangan. Agar rumah tangga berdikari secara energy pikirkan bagaimana menciptakan dan mengembangkan energy murah, beragam, alternative dan ramah lingkungan. Tidak dengan cara membuat orang semakin konsumtif dan terjebak dalam lingkaran setan pasar, industri dan kapitalisme.

Untuk Pak Jonan dan Pak Archandra, Selamat bekerja! Saya tunggu kebijakan jenengan berdua yang kontroversial, inklusif dan ramah baik untuk ekonomi rumah tangga dan lingkungan!

Yogyakarta, 16 Oktober 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun