Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hal-hal yang Menyebabkan Hoaks Merajalela

1 Juni 2018   15:33 Diperbarui: 1 Juni 2018   15:50 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Entah mengapa informasi-informasi yang mengandung hoax silih berganti bergulir. Walau langkah antisipasi dan penindakan baik oleh pemerintah maupun aparat berwajib guna menangkal informasi hoax kerap dilakukan akan tetapi hal tersebut seolah tak dapat membendung informasi-informasi hoax yang baru bermunculan, layaknya sebuah industri kreatif yang memproduksi informasi hoax. Sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan lingkup interaksi sosial masyarakat di negeri ini, mengapa informasi hoax tetap merajalela?

Sekilas apa yang diatas merupakan unek-unek yang ada dibenak Penulis ketika menghadiri acara Kompasiana Perspektif "Sucikan Hati, Mari Lawan Hoaks bersama Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin" yang berlangsung di D'Consulate Lounge Menteng, Jakarta Pusat. Sayang waktu diskusi yang tidak panjang menyebabkan Penulis urung untuk bertanya. Berbicara mengenai informasi hoax ini jika kita menelusuri lebih dalam maka ditemukan ada faktor-faktor yang berperan sebagai pemicunya, diantaranya :

1. Perkembangan teknologi internet, media sosial, dan massivenya pengguna ponsel pintar di (lingkup) Indonesia.

Di Indonesia sendiri kita mengenal media sosial kala internet mulai merambah hanya sebagai media komunikasi untuk saling menghubungkan antar kerabat dan aksesnya pun terbatas dimana hanya segelintir orang dan perangkat untuk dapat mengaksesnya. Lantas seiring waktu bergulir, teknologi internet mulai merambah masuk ke perangkat ponsel pintar yang kita kenal dengan istilah smartphone yang memiliki beragam fitur multifungsi baik komunikasi, produktivitas, maupun mencari dan menyebarkan informasi.

Berdasarkan artikel Kementrian Kominfo bertajuk "Indonesia Raksasa Digital Asia" menyatakan :

"Pengguna smartphone Indonesia juga bertumbuh dengan pesat. Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang".

Bisakah anda bayangkan betapa potensialnya pengguna ponsel pintar di negeri ini untuk memproduksi maupun menyebarkan informasi, dan coba anda ambil 1 persen dari gambaran total pengguna ponsel pintar tersebut semisal merupakan penyebar informasi hoax. Masih tetap banyak jumlahnya bukan?

Kembali begitu besarnya pengguna ponsel pintar di Indonesia dapat dikonotasikan sebagai salah satu pemicu begitu susahnya informasi hoax untuk dibendung. Sangat disayangkan ketika ponsel pintar begitu booming berkembang di Indonesia, masyarakat tidak dibarengi dengan pemahaman mengenai etika dan estetika berinteraksi di dunia maya.

Alhasil bencana, mengacu kepada kebebasan berpendapat dan karena (tersedia) adanya ruang untuk mengemukakan yaitu media sosial dan semacamnya menjadikan individu-individu terlena dan merasa bebas berbuat semaunya tanpa memikirkan dampak akibat yang diperbuatnya (di dunia nyata) dengan cara memproduksi informasi hoax.

2. Berangusnya Industri Media Cetak

Hadirnya teknologi baru pasti menciptakan revolusi dalam kehidupan manusia, begitupun dengan hadirnya internet dan ponsel pintar yang secara signifikan mengubah pandangan manusia dalam hal informasi. Sebelum internet dan ponsel pintar marak, individu lebih vokal sebagai penerima informasi. Masyarakat begitu akrab dengan media cetak sebagai kanal informasi kredibel dikarenakan informasi-informasi aktual yang dipublikasikan dihimpun oleh profesional-profesional di bidang jurnalistik serta (informasi) dapat dipertanggungjawabkan.

Namun pandangan ini seketika berubah ketika penggunaan internet, ponsel pintar, dan media sosial marak dimana menciptakan transisi akan bagaimana individu mencari dan juga menyebarkan informasi khususnya bagi mereka generasi millenial. Media cetak kian ditinggalkan karena dipandang tertinggal baik secara kemudahan akses, kecepatan arus informasi, serta konsep (bukan digital sehingga tidak menarik).

Hanya segelintir media cetak yang mampu bertahan terhadap himpitan yang disebabkan lahirnya konten-konten digital yang berimbas kepada minimnya unsur pembanding yang dapat memastikan apakah informasi-informasi yang beredar di dunia maya valid ataukah hoax. Hal tersebut diperparah dengan keadaan dimana masyarakat begitu minim akan minat membaca dan rasa keingintahuan, alhasil informasi tak lagi disaring dan informasi hoax begitu mudah menyebarluas.

3. Bobroknya kualitas pertelevisian nasional.

Bobroknya kualitas pertelevisian nasional di negeri ini memang dapat dikatakan kronis,  dengan program-program yang serba monoton di setiap televisi menandakan begitu minimnya kreativitas insan-insan pertelevisian. Televisi disaat ini hanya berfokus pada hiburan/entertainment yang lebih mengedepankan rating (banyaknya pemirsa) dan pendapatan iklan.

Televisi sekiranya kini tidak lagi dipandang sebagai sarana utama untuk mendapatkan informasi, faktor keterbatasan dari perangkat televisi (ketimbang perangkat ponsel pintar yang serba mobile) dan kejenuhan individu diakibatkan buruknya mutu kualitas tayangan program pada televisi menimbulkan antipati terhadapnya.

Masyarakat kini lebih condong memilih perangkat ponsel pintar dikarenakan mereka bisa selektif memilih hiburan yang mereka ingin tonton dan mereka mendapatkan beragam opsi sumber-sumber informasi yang bisa dijadikan rujukan.

Oleh karena itu sudah sepatutnya baik elemen pemerintah dan insan-insan pertelevisian bersinergi dalam upaya membangun kepercayaan publik terhadap konten-konten yang ada di televisi, bagaimana program-program tayangan tersebut agar berkualitas, mendidik, menghibur, dan informatif, sehingga dapat mengurangi kecanduan publik terhadap perangkat ponsel pintar. Paling tidak mengembalikan marwah televisi sebagai sumber informasi terpercaya tanpa dilatarbelakangi kepentingan maupun keberpihakan.

Penyebaran hoax kian memprihatinkan seolah tak berkesudahan. Tentu menanggapi hal ini tidak serta merta hanya mengandalkan langkah-langkah yang pemerintah maupun elemen pengontrol lainnya lakukan, tetapi perlu juga dibarengi kesadaran diri sebagai individu dalam menyingkapi segala informasi yang masuk maupun ketika pribadi menyebarkan informasi khususnya melalui dunia maya.

Kita sebagai pribadi harus sadar bahwa setiap informasi yang masuk harus terlebih dahulu disaring, apakah valid ataukah hoax. Begitupun ketika menyebarkan informasi, sebagai individu harus dengan seksama memikirkan apa dampaknya bagi diri pribadi maupun cakupannya secara luas. Dengan cara demikian diharapkan peredaran informasi hoax dapat ditangkal dan diminimalisir serta mampu menciptakan individu yang bijak dan beretika dalam berinteraksi di dunia maya. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun