Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menjaga Kesehatan Menjelang dan Saat Beribadah Haji

14 Desember 2018   18:53 Diperbarui: 18 Desember 2018   01:01 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Naik Haji. Seperti banyak muslim di dunia, aku memasukkan naik haji ke dalam daftar hal-hal yang kuupayakan akan bisa kulakukan dalam hidup ini.

Naik haji, tentu membutuhkan banyak persiapan.

Ada beberapa hal penting yang perlu dipersiapkan dan/ atau diperhitungkan saat kita hendak berhaji. Hal- hal tersebut adalah dana, waktu (termasuk memperhitungkan lamanya antrian), dan tentu saja, penting bagi kita untuk menjaga kesehatan.

***
Berhaji, membutuhkan kesehatan yang baik.

Kesehatan fisik, mental, spiritual.

Siapkan fisik, siapkan hati.


Tentang fisik, aku sendiri, sejak beberapa bulan sebelum hari-H, melakukan beberapa latihan.

Aku tidak neko-neko membuat rencana canggih mengikuti program ini itu, atau menyiapkan jadwal khusus. Aku tahu, itu akan sulit terlaksana mengingat padatnya jadwal. Hal yang kulakukan adalah cara yang lebih realistis, yakni menyisipkan latihan fisik pada kegiatanku sehari-hari.

Kumulai berlatih dengan sepeda statis, di ruang keluarga rumah. Mudah dan bisa dilakukan setiap saat. Aku setiap hari berlatih dengan sepeda statis itu. Mula- mula untuk waktu pendek, lalu kemudian sedikit demi sedikit, kutambah waktunya.

Lalu kemudian, ketika fisikku sudah semakin kuat setelah terbiasa berlatih dengan sepeda statis, kutambahkan hal lain dalam latihanku, yakni naik turun tangga. Terutama tangga gedung kantorku, sebab di gedung kantor itulah aku melewatkan banyak waktu.

Setiap pagi, setiba di gedung kantor, aku tak menggunakan lift tapi menuju ke tangga darurat. Kutapaki tangga demi tangga hingga sampai di lantai 7 di mana ruang kerjaku berada. Pulangnya, demikian pula, kuturuni tujuh tingkat dari kantorku hingga lobby gedung.

Jam istirahat kantor, atau jika ada kebutuhan wira-wiri naik atau turun ke lantai lain, juga kugunakan tangga. Begitu terus yang kulakukan selama beberapa bulan menjelang keberangkatan. Selain itu, tentu saja, kukonsumsi vitamin secara rutin untuk menjaga kondisi badanku

***
Menjelang keberangkatan, sesuai persyaratan, kami melakukan pemeriksaan kesehatan. Ada dua pemeriksaan kesehatan yang kami lakukan. Yang pertama di sebuah Puskesmas yang telah ditentukan, kemudian pemeriksaan kedua, yang lebih lengkap, dilakukan di sebuah rumah sakit besar. Setelah itu, kami juga melakukan vaksinasi meningitis.

Ada beberapa tempat dekat dari rumah dimana vaksinasi juga bisa dilakukan, hanya saja vaksin tak selalu tersedia. Demi kepraktisan dan efisiensi waktu, kami memilih melakukan vaksinasi di klinik bandara Soekarno Hatta, dimana ketika itu vaksin selalu tersedia, walau letak bandara ini cukup jauh dari rumah kami.

Lalu, persiapan apalagi setelah itu? Yap betul, mempersiapkan obat-obatan pribadi.

Kebetulan baik aku dan suamiku tidak membutuhkan obat- obatan khusus, maka yang dipersiapkan adalah vitamin dalam beragam jenisnya. Lalu obat- obat semacam obat demam, flu, batuk, tolak angina, anti diare, dan karbon aktif (Norit).

Ku buat dua kotak dengan isi yang serupa. Satu kotak dimasukkan ke koper besar suami yang akan masuk ke bagasi, sekotak lagi dimasukkan ke koper kecilku, koper yang akan dibawa masuk ke kabin pesawat. Itu masih ditambah lagi sedikit, beberapa butir saja, vitamin, paracetamol, dan Norit yang kusimpan di dalam tas tanganku.

***
Manusia boleh berusaha, tapi adakalanya yang terjadi, berbeda dengan apa yang direncanakan.

Telah kuupayakan agar aku tetap sehat ketika itu, tapi ada gejala penyakit yang justru mulai muncul pada hari keberangkatanku ke tanah suci. Di pesawat yang membawa kami ke Madinah, aku mulai tak enak badan. Aku mulai demam.

Hari- hari pertama di Madinah, walau tak enak badan, aku masih bisa ke masjid. Tapi satu dua hari setelah itu, kondisiku memburuk. Aku terlalu lemas bahkan sekadar untuk berjalan ke masjid Nabawi yang terletak tak jauh dari hotel kami.

Melihatku begitu, suamiku menghubungi dokter pendamping kelompok haji kami. Dokter itu datang untuk memeriksaku, dan kemudian memberiku obat. Alhamdulillah, obatnya manjur. Aku segera sembuh dan bisa berkegiatan normal kembali.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Jika dihitung dari sejak keberangkatan hingga kepulangan kami kembali ke tanah air, jumlah hari perjalanan kami adalah 26 hari.

Tapi sebetulnya, puncak kegiatan haji dimulai ketika kami bergerak dari apartemen transit kami yang terletak di Khalidiyyah (daerah di antara Mekkah dan Mina) ke tenda di Mina pada tanggal 8 Dzulhijah, hingga kelak meninggalkan Mina, kembali ke apartemen transit untuk mengambil barang- barang dan kemudian menuju Jeddah untuk terbang kembali ke Jakarta pada tanggal 13 Dzulhijjah.

Dan inilah justru yang perlu dipahami. Bahwa walau kami sudah tiba di Tanah Suci dan berada di Madinah dan Mekah, sekitar dua minggu sebelum masuk ke tenda di Mina, rangkaian ibadah yang kami lakukan di Masjid Nabawi Madinah dan Masjidil Haram di Mekah, itu tidak semua termasuk ke dalam rangkaian inti ibadah haji.

Maka, kami sangat menjaga diri di hari- hari saat kami berada di Madinah dan Mekah tersebut. Berusaha untuk mengukur kekuatan, dan tidak memaksakan diri agar kondisi kami tetap fit saat puncak haji tiba.

Contohnya ketika thawaf, kami mengambil posisi aman. Baik saat thawaf berombongan maupun ketika pada beberapa kali kesempatan aku melakukan thawaf berdua dengan suami, kami tak memaksakan diri untuk berada terlalu dekat dengan Ka'bah. Menghindari terlalu berdesakan, agar tak banyak tenaga terbuang dan untuk mengurangi risiko cedera.

Kami tak memaksakan diri untuk menjangkau pintu Ka'bah, Hajar Aswad, atau berusaha shalat di Hijir Ismail saat berada di sekitar Ka'bah.Yang ada dalam prioritas kami adalah ketika puncak haji tiba, kami bisa melaksanakan semua rukun haji dengan sebaik- baiknya, dalam keadaan sehat dan selamat.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Ini termasuk juga ketika pada suatu hari Jumat, kami ternyata salah perhitungan.

Aku dan Suamiku berencana ikut shalat Jum'at di dalam Masjidil Haram. Dan karena hotel kami terletak sangat dekat dengan masjidil Haram, persis di tepi pelatarannya, kami pikir, jika kami turun dari kamar jam 10 pagi, masih sangat cukup waktu kami untuk bisa masuk dan mencari posisi yang enak di dalam Masjidil Haram.

Faktanya, ternyata saat kami turun jam 10 pagi, jangankan di dalam Masjidil Haram, pelataran luarnya saja sudah penuh sesak. Hampir semua pintu ke Masjidil Haram sudah ditutup, jamaah tak lagi bisa masuk saking penuhnya.

Kami masih mencoba menghampiri satu pintu yang masih dibuka, dan baru saja hendak melangkah masuk, kami sudah terjepit dan terdorong-dorong. Dalam situasi seperti itu, aku dan suamiku membatalkan niat kami untuk shalat Jumat di dalam masjid. Kami berbalik dan mencari saja space kosong (yang juga sudah sulit dicari saking banyaknya jamaah) di sekitar pelataran.

Dan oh.. tentu saja, kami juga membatasi acara- acara lain diluar kegiatan ibadah. Kami tidak terlalu banyak 'thawaf' di mall, hehe.. Shopping kami coret dari daftar acara. Kami sekali- sekali saja pergi ke supermarket membeli hal-hal yang kami butuhkan. Oleh- oleh, juga sekedarnya saja, tak kami cari khusus sampai berkeliling lama di Pasar atau Mall.

***
Nah, seperti cerita di atas, bahwa menjelang keberangkatan haji, kami melakukan pemeriksaan kesehatan di sebuah rumah sakit.

Dokter yang memeriksa kami, kebetulan juga sudah berhaji. Dan ketika tahu bahwa kami akan berangkat haji, dokter ini memberikan satu pesan yang tampak sederhana tapi kemudian ternyata terbukti penting: "Kalau sedang naik haji, udah.. banyak mingkem aja," begitu katanya.

Aku mulanya nyengir saat mendengar dokter tersebut mengatakan hal itu. Tapi nasihat itu ternyata cespleng.

Mingkem yang dimaksud dokter itu kaitannya dengan sikap sabar, ikhlas, nrimo. Hal yang ternyata memang tak mudah dilakukan tapi mesti diupayakan, untuk menjaga hati selama berada di Tanah Suci.

Ada jutaan orang dengan berbagai kebiasaan dan budaya disana. Kalau kita tidak sabar, bisa sering bte. Jangankan orang yang tak kita kenal, teman serombongan saja, bisa jadi tak terlalu cocok dengan kita. Maka kiatnya adalah sabar.. sabar.. dan sabar.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Selain itu juga mengenai makanan. Senang tidak senang, selera atau tidak selera, makan saja. Ingat saja bahwa kita makan untuk menjaga kesehatan.Toh menu makanan yang tersedia bukan hanya satu macam, ada beberapa macam. Tak suka yang satu, bisa pilih yang lain. Yang terpenting, ada energi dari makanan yang masuk ke tubuh. Juga tak lupa perbanyak minum air putih agar terhindar dari dehindrasi, terutama jika musim haji jatuh di saat suhu udara sedang panas sekali.

Kembali kesoal persediaan obat-obatan, ini penting: pastikan bahwa obat yang dibawa tetap dalam jangkauan termasuk saat perjalanan pulang.

Aku ketika dalam perjalanan pulang dari Jeddah ke Jakarta, menaruh obat di koper kabin. Tapi at the last minute, koper kabin itu dimasukkan ke bagasi. Padahal, obat serta Norit dalam jumlah kecil yang ada di tas tanganku, juga sudah kupindah ke koper kabin itu. Lalu ndilalah, saat perjalanan pulang itu, kupilih menu ikan saat makan di pesawat, dan tak lama setelah itu badanku terasa gatal. Aih..

Aku tak selalu mengalami gatal- gatal saat makan sea food. Hanya kadang-kadang saja. Nah yang kadang- kadang itu kok ya muncul saat berada di pesawat pulang seusai behaji. Gatal- gatal itu, mudah sekali diatasi dengan karbon aktif, Norit, yang kupunya, tapi tak terjangkau sebab ada di bagasi pesawat. Ya ampun!

Teman serombongan yang duduk tak jauh dariku, tak ada yang kebetulan punya Norit.. Ya sudahlah, terpaksa kutahan saja rasa gatal itu. Tidak fatal sih, tapi ya lumayan mengganggu kenyamanan, gatal berjam- jam sejak dari Jeddah hingga di Jakarta, hehe. Nah jadi, sungguh penting untuk memastikan bahwa obat-obatan yang kita bawa selalu ada dalam jangkauan.

Dan di atas semua upaya itu, last but not least, jangan lupa berdoa. Doa, doa, doa. Aku percaya bahwa doa-doa akan banyak membantu memudahkan perjalanan ibadah ke Tanah Suci.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun