Menurut Dr. Ratna, depresi ringan sulit dihitung. Selain mereka tidak datang ke klinik atau rumah sakit, penderitanya menganggap ia tidak sakit, hanya lagi sedih, padahal sudah berlangsung dua minggu.
Jika sudah menjadi depresi berat, maka penderita mesti dirawat di rumah sakit karena biasanya orang-orang di rumahnya sudah tidak sanggup lagi menangani.
Lebih jauh, Dr. Ratna Mardiati, Sp.KJ, dari Klinik Angsa Merah, mengungkap bahwa faktor genetika juga berperan depresi.
"Depresi biasanya bersifat genetik yang diturunkan pada kromosom. Jika ada bakat, datang kesedihan bertubi-tubi atau kehilangan sesuatu yang dicintai apa pun bentuknya. Itulah yang akan memicu depresi, walau tidak secara langsung," ujar Dr. Ratna.
Dr. Ratna menegaskan, tidak semua kehadiran gejala lantas disebut depresi. Ada periode kemunculan gejala yang menjadi indikator, yakni minimal dua minggu. Misalnya, Anda mengalami kehilangan minat, kesenangan, dan gairah hidup terus-menerus selama setidaknya dua minggu.
Namun, jangan menunggu sampai dua minggu. "Jika melihat ada yang tidak biasa dengan orang itu dan sudah berlangsung beberapa hari, coba dekati. Biasanya, ia baru mengalami kehilangan yang berat, seperti orang yang dicintai, pekerjaan, atau kesehatannya," saran Dr. Ratna.
Selain itu, gejala khas lain adalah keinginan bunuh diri, yang sering diungkapkan orang yang mengalami depresi. Sesungguhnya, mereka yang memiliki dorongan bunuh diri pasti sebetulnya bicara, tapi kita sering menanggapinya secara tidak serius.
"Jika ada ucapan keinginan bunuh diri, sebaiknya dicermati, bukan diabaikan," tegas Dr. Ratna. "Temani, lalu ajak bicara. Pancing apa yang ada di pikirannya tentang hal itu, sehingga kita bisa menolongnya."
"Kalau kita merasa tidak bisa, ada profesi yang bisa menggali informasi tersebut, yaitu psikiater dan psikolog. Bila keinginan mati lebih besar daripada upaya setiap orang di sekitarnya, jagalah ia 24 jam bergantian karena setiap detik bisa membuat dia ingin mati," Dr. Ratna mengingatkan.
Ia menegaskan, orang yang depresi tidak bisa menolong dirinya sendiri. Karena itu, beri pengertian padanya bahwa dia harus menyadari ada sesuatu dalam dirinya dan kapan dia harus menghubungi orang lain untuk membantunya, karena dirinya sendiri tidak cukup kuat.
Salah satu solusi yang bisa diberikan bagi penderita depresi adalah terapi obat. Di otak kita, diproduksi sebuah zat bernama dopamin yang jika hilang, kita tidak lagi bisa merasakan senang. Untuk mengatasi depresi, dokter dapat memberikan obat yang membuat neuron kembali menghasilkan dopamin.