Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Daddy Wasn't Well..."

6 Agustus 2017   11:01 Diperbarui: 6 Agustus 2017   11:22 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"AAARGH!" I hurled my backpack against the wall in a frustrated scream. Then I started punching the wall over and over again...

...until I finally collapsed in bed, panting in exhaustion. My knuckles were stinging painfully. My eyes strayed to the poster on the wall.

Daddy and his bandmates...

"I hate you," I breathed before falling asleep...

---//---

"Daddy!"

"Hi, Baby." A lot of my childhood with him was filled with his long stay at home (which was good) and departure in turns. I used to cry when he had to go on a tour with his band, not wanting him to leave. He'd always just smile and calmly pick me up in his arms. Then he'd hug me as he gently rocked me back and forth until I finally fell asleep.

When he was at home, sometimes he'd sing me something nice. Like when I'd woken up from a bad dream one night or had a fever. He'd sounded completely different from when he was on stage, singing - and screaming - with his band. Or when they recorded songs.

Mom had joked about him being two persons in one. I'd always found that weird. With me, his voice was always soft and melodious, soothing. He'd probably done so just to help me sleep.

Now I didn't find that funny at all.

I opened my eyes. My room was already dark. Someone had bandaged my bleeding knuckles while I was asleep. The crack I'd created on the wall had been plastered.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun