ketika senja jatuh di persimpangan
lalu-lalang kota dalam kesibukan
lelaki liat tegap menghantu jiwa
gerobak tua
dua kepala terangguk di sela tumpukan
sisa muntahan kota, kardus-kardus dan plastik
siap menyambung asa menyambung makna kehidupan
di matamu tumbuh kepasrahan atau lelah menggurita?
buah hati  memaksa merawat semangat
mata-mata duka bertanya; Yah? Makan apa kita hari ini.
mengelililingi kota di bawah terik
hujan merayu emperan gigil
tak jarang kau membaca keangkuhan;
orang susah tak boleh parkir di sini
di manakah kau berteduh ketika malam merayap?
hujan lebat menebar rahmat
di pinggir toko kau parkirkan lelah
ada sisa terpal menaungi semoga tidak bocor
nasi anak-istri berkuah hujan
mungkin rejeki hari ini
ayam orang kota renyah menggoda
mereka
apakah enak berkuah hujan?
mereka tersenyum , itulah rejeki harus disyukuri
aku terbayang gerobak tua menelusuri toko-toko
di siang terang wangi gulai menggergaji rasa
anakmu menghitung etalase kuah kental berasa gurih
ingin itu? harap tumbuh di mata anakmu
kau tersenyum iba menggengamkan segelas air mineral
minum saja, Nak
sampai kapan? tentulah sampai kenyang
aku ingin pipis? perut penuh air
gerobak tua menelusuri kota
orang-orang hanya berkata; makanya bekerja, usaha
seseorang memasang pemberitahuan; orang miskin tak boleh
parkir di sini
aku hanya bergumam dalam syair pemimpi
gerobak tua semakin letih
tapi hari tetap berjalan
seperti syair tak akan mati
Plg, 2020