Mohon tunggu...
Reza Alexander Antonius Wattimena
Reza Alexander Antonius Wattimena Mohon Tunggu... -

Saya bekerja menjadi dosen dan Sekretaris Fakultas di Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya, redaktur Media Budaya On Line untuk Kolom Filsafat www.dapunta.com, anggota Komunitas Diskusi Lintas Ilmu COGITO (dalam kerja sama dengan Universitas Airlangga) di UNIKA Widya Mandala, Surabaya, dan anggota komunitas System Thinking di universitas yang sama. Saya adalah alumnus program Sarjana dan Magister Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta. Saya telah menulis beberapa buku yakni Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Filsafat dan Sains (2008), Filsafat Kritis Immanuel Kant (2010), Bangsa Pengumbar Hasrat (2010), Menebar Garam di Atas Pelangi (artikel dalam buku, 2010), Ruang Publik (artikel dalam buku, 2010), menjadi editor untuk satu buku tentang Filsafat Manusia (Membongkar Rahasia Manusia: Telaah Lintas Peradaban Filsafat Timur dan Filsafat Barat, Kanisius, Yogyakarta, 2010), menulis buku filsafat populer yang berjudul Filsafat Perselingkuhan sampai Anorexia Kudus (2011), Filsafat Kata (2011), artikel dalam buku Etika Komunikasi Politik (2011), serta beberapa artikel ilmiah di jurnal ilmiah, maupun artikel filsafat populer di media massa. Saya juga menjadi editor sekaligus penulis pada Buku Ajar Metodologi Penelitian Filsafat (2011) dan Buku Ajar Filsafat Ilmu Pengetahuan: Sebuah Pendekatan Kontekstual (2011). Kini sedang menulis buku tentang pemikiran Slavoj Žižek terkait dengan konsep manusia dan ideologi. Bidang peminatan adalah Filsafat Politik, Multikulturalisme, dan Filsafat Ilmu Pengetahuan. Dapat dihubungi di reza.antonius@gmail.com atau dilihat di \r\nRumah Filsafat www.rumahfilsafat.com\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Money

Filsafat untuk Para Pemimpin

9 September 2011   02:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:07 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_133762" align="alignleft" width="223" caption="learningleader.weebly.com"][/caption] Oleh Reza A.A Wattimena

Apa yang dibutuhkan untuk membuat sebuah notebook? Saya membayangkan ada ratusan ribu orang yang diperlukan, mulai dari pengumpul material plastik, penjaga keamanan, tukang masak, supir, distributor, desainer, sampai penjaga toko. Sebuah produk apapun bentuknya adalah hasil dari kerja sama ratusan ribu pihak.

Hasil karya nyata dari sebuah peradaban adalah sebuah “produk” yang merupakan hasil dari berbagai anggota masyarakat yang ada. Produk tersebut bisa berupa buku, komputer, pesawat, dan sebagainya. Produk tersebut harus cukup rumit dan indah, sehingga mampu mencerminkan keindahan sekaligus kerumitan dari masyarakat yang menciptakannya.

Kepemimpinan Inspiratif

Di dalam semua proses ini, peran pemimpin amatlah besar. Tentu saja bukan sembarang pemimpin, melainkan pemimpin yang memiliki karakter kepemimpinan. Dari sudut pandang filsafat, saya melihat setidaknya ada tujuh dimensi kepemimpinan yang mesti ada.

Yang pertama adalah kepemimpinan yang inspiratif. Tugas utama seorang pemimpin adalah memberikan inspirasi pada orang untuk bekerja mewujukan hal-hal hebat dengan sumber daya yang terbatas. Kata-kata dan tindakannya menjadi teladan yang memberikan harapan sekaligus semangat bagi orang-orang yang bekerja untuk maupun bersamanya.

Di Indonesia banyak pemimpin tak mampu memberikan inspirasi. Kata-kata maupun tindakannya justru mematikan semangat maupun harapan orang-orang yang bekerja bersama maupun untuknya. Tak heran sulit sekali mencari produk unggul di Indonesia, baik material maupun imaterial. Yang ada hanyalah warisan masa lampau, dan bukan hasil karya sekarang.

Para pemimpin di Indonesia di berbagai bidang harus mulai mengasah dirinya, sehingga mampu memberikan inspirasi pada orang-orang sekitarnya. Kata-kata, pikiran, maupun tindakannya harus menjadi contoh yang membuat orang-orang sekitarnya ingin berubah menjadi lebih baik. Tanpa kemampuan memberikan inspirasi, seorang pemimpin tidak layak disebut sebagai pemimpin. Ia hanya seorang administrator.

Pemimpin Visioner

Seorang pemimpin juga perlu untuk memiliki visi ke depan. Ia perlu menggunakan imajinasinya, guna membayangkan apa yang ingin ia capai di masa depan bersama dengan organisasinya. Organisasi itu sendiri memiliki beragam bentuk, mulai dari keluarga, RT, RW, kecamatan, universitas, kantor, rumah sakit, dan bahkan tingkat negara.

Di Indonesia kita amat sulit menemukan seorang pemimpin yang visioner. Yang banyak ditemukan adalah pemimpin opurtunis yang berusaha meraup keuntungan pribadi, ketika ia menjabat sebagai pemimpin di berbagai organisasi. Visi organisasi tidak dipikirkan, sehingga organisasi itu hanya berjalan di tempat, bahkan mundur di dalam soal kinerja. Tak heran banyak organisasi, termasuk pada level nasional, tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Para pemimpin di Indonesia harus ingat, bahwa mereka harus mampu membayangkan arah dari berbagai organisasi yang mereka pimpin. Bayangan itulah visi ke depan yang harus dibagikan ke seluruh elemen organisasi, dan dihayati sebagai visi bersama. Ia harus memiliki keyakinan, bahwa visi tersebut mungkin untuk diwujudkan demi kebaikan bersama. Jika ia mampu bertindak seperti itu, maka namanya akan abadi, dan jasanya akan dikenang sebagai orang yang mampu membawa kebaikan bagi masyarakatnya.

Pemimpin yang Taktis

Seorang pemimpin juga harus memiliki taktik yang jitu untuk mewujudkan visinya. Ia harus mampu menerjemahkan inspirasi dan visi yang ia punya menjadi program-program yang praktis, serta terukur keberhasilannya. Ia tidak boleh hanya bicara besar, namun tak bisa bekerja.

Di Indonesia banyak pemimpin tampak inspiratif dan visioner. Namun itu hanya tampaknya saja. Sejatinya mereka tak bisa bekerja. Mereka hanya berbicara bijak, namun tak punya program nyata yang memiliki hasil terukur. Akibatnya mereka dianggap sebagai pemimpin yang omong besar, namun tak punya hasil nyata di lapangan.

Maka tak cukup hanya visi dan inspirasi semata. Seorang pemimpin perlu menjadi seorang manajer yang bisa menerjemahkan visi dan inspirasi ke dalam program-program nyata yang memiliki tingkat keberhasilan terukur. Inspirasi dan visi perlu untuk memiliki otot dan kaki, sehingga keduanya menjadi sungguh nyata, dan memberikan kebaikan untuk semua.

Pemimpin yang Reflektif

Program yang tepat tidak cukup. Yang juga diperlukan adalah jaminan, bahwa program itu akan terlaksana, dan tujuannya sungguh tercapai. Maka seorang pemimpin perlu rutin melakukan refleksi, yakni tindakan untuk melihat ulang seluruh proses yang terjadi, baik proses di luar, maupun proses yang terjadi di dalam dirinya.

Di Indonesia sulit sekali mencari pemimpin yang reflektif. Memang ada pemimpin yang inspiratif, visioner, dan memiliki strategi yang jelas serta terukur, walaupun jumlahnya sedikit sekali, namun ia tak memiliki kemampuan untuk melakukan refleksi. Akibatnya program berjalan namun tak ada kontrol kualitas yang jelas. Tujuan dari program yang menggendong inspirasi dan visi itu pun akhirnya tak tercapai.

Seorang pemimpin perlu untuk melihat seluruh proses kinerja organisasinya, sekaligus gerak jiwanya sendiri. Ia perlu menjadi seorang pemimpin yang reflektif. Hanya dengan begini tujuan berbagai program yang menampung inspirasi dan visinya bisa terwujud. Hanya dengan begini berbagai tindakannya bisa bermakna untuk semua.

Pemimpin yang Terbuka

Pemimpin yang sejati memiliki sikap dan sifat yang terbuka. Ia mampu menerima perbedaan pendapat. Ia mampu menerima perbedaan pandangan hidup. Ia melihat kritik sebagai tanda cinta yang perlu untuk dihargai.

Di Indonesia jika orang sudah menjadi pemimpin, maka ia berubah menjadi arogan. Ia merasa lebih tinggi daripada orang-orang yang ia pimpin. Ia seolah lupa akan tugasnya untuk melayani organisasi yang ia pimpin. Ia pun berubah menjadi penindas yang memikirkan semata keuntungan dan kejayaan pribadinya.

Indonesia memiliki keuntungan yang amat besar, karena terdiri dari berbagai agama, suku, ras, dan pandangan hidup yang beragam. Para pemimpin harus melihat keberagaman itu sebagai potensi untuk menciptakan kemajuan serta kesejahteraan bersama. Ia harus berpikir dan bersikap terbuka, sehingga mampu menampung kekuatan dari berbagai elemen yang ada.

Pemimpin yang Fleksibel

Salah satu tanda nyata dari sikap terbuka adalah fleksibilitas. Seorang pemimpin harus memastikan, bahwa birokrasi dari organisasi yang ia pimpin tetap fleksibel untuk berbagai “perkecualian yang masuk akal”. Prinsip yang ia harus pegang adalah; birokrasi ada untuk melayani manusia, dan bukan manusia dibuat repot untuk melayani birokrasi yang tanpa makna.

Di Indonesia banyak birokrasi organisasi justru membuat repot banyak orang. Mereka tercekik oleh berbagai persyaratan yang tak masuk akal. Walaupun pemimpinnya hebat namun bila birokrasinya justru mencekik orang, maka semuanya jadi terasa percuma. Tujuan organisasi pun akhirnya menjadi tak terlaksana.

Maka sekali perlu ditegaskan, bahwa birokrasi ada untuk melayani manusia. Para pemimpin perlu untuk memastikan, bahwa hal inilah yang terjadi, bukan sebaliknya. Birokrasi perlu untuk mencapai standar kemasukakalan, dan tak boleh terjebak pada pola berpikir “karena peraturannya begitu”.

Karya Kita

Semua hal di atas akan membawa organisasi menghasilkan karya yang bermutu, baik itu karya material, pengetahuan, maupun jasa. Puncak dari kepemimpinan adalah karya yang bisa dibanggakan. Karya tersebut tidak hanya berguna, tetapi, mengutip Steve Jobs, membuat hati orang bernyanyi.

Di Indonesia setelah 60 tahun lebih merdeka, tidak ada karya yang bisa dibanggakan. Pembangunan hanya terpusat di kota, sementara di desa dan berbagai kota kecil terbengkalai. Kota-kota besar pun menjadi bengkak dan tak lagi bisa dikendalikan. Dalam konteks penelitian, teknologi, maupun pengetahuan, bangsa kita hanya bisa mengikuti kemajuan yang telah dibuat oleh bangsa-bangsa lain.

Sudah waktunya bangsa kita menghasilkan karya yang berguna, dan membuat hati setiap orang bernyanyi. Kuncinya adalah kepemimpinan yang kuat. Di dalam proses membentuk para pemimpin, filsafat sebagai ilmu yang mengedepankan sikap rasional, kritis, serta pembentukan karakter yang kuat menjadi kunci yang amat penting. Hai para pemimpin di seluruh Indonesia, berhentilah berdoa, berhentilah bersikap moralis-munafik, berhentilah bermimpi! Mulailah belajar filsafat secara sungguh-sungguh, dan mulailah untuk memimpin!

Penulis adalah Dosen Filsafat Politik, Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala, Surabaya

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun