Mohon tunggu...
Rokhmin Dahuri Institute
Rokhmin Dahuri Institute Mohon Tunggu... Dosen - Rokhmin Dahuri

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB; Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI); Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat; Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany; Honorary Ambassador of Jeju Islands Province and Busan Metropolitan City, Republic of Korea to Indonesia; dan Menteri Kelautan dan Perikanan – RI (2001 – 2004).

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pancasila untuk Dunia

13 Maret 2020   08:41 Diperbarui: 13 Maret 2020   09:54 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh :

Prof.Rokhmin Dahuri

Ketua DPP PDI Perjuangan 

Sejak Revolusi Industri Pertama pada tahun 1750-an sampai sekarang, Kapitalisme menjadi ideologi dan sekaligus paradigma ekonomi utama yang dianut oleh hampir semua bangsa di dunia. Secara makroekonomi, Kapitalisme telah berhasil memacu pertumbuhan ekonomi global rata-rata 3,5 persen per tahun. 

Sehingga, mampu meningkatkan PDB Dunia dari sekitar 0,45 trilyun dolar AS pada 1753 menjadi 90 trilyun dolar AS pada 2015 (Sach, 2015).  Kapitalisme pun sukses menciptakan ekosistem kondusif bagi inovasi IPTEK yang telah melahirkan empat gelombang Revolusi Industri.  Sejak tahun 2000, dunia memasuki Revolusi Industri Keempat yang berbasis pada Artificial Intelligence, Internet of Things, Big Data, robotics, new materials, dan bioteknologi.  Pesatnya kemajuan IPTEK telah membuat ekonomi dunia semakin berkembang, produktif, efisien, dan kompetitif.  Kehidupan keseharian manusia pun semakin sehat, mudah, murah, cepat, dan nyaman.  
Namun, hingga kini belum semua negara-bangsa di dunia sudah maju dan makmur (high-income country) dengan PDB per kapita diatas 11.750 dolar AS.  Dari 194 negara di dunia, baru 55 negara (28%) yang telah maju dan makmur, 103 negara (53%) berstatus sebagai negara berpendapatan menengah (middle-income country) dengan PDB per kapita antara 2.000 -- 11.750 dolar AS, dan 36 negara (19%) masih miskin (poor country) dengan PDB per kapita lebih kecil dari 2.000 dolar AS (UNDP, 2018).  Pada 2019, PDB per kapita Indonesia baru mencapai 4.000 dolar AS.

Yang lebih menyedihkan, saat ini sekitar 1 milyar (14%) penduduk dunia masih fakir (miskin absolut) dengan pengeluaran kurang dari 1,25 dolar AS per hari, dan sekitar 3 milyar warga dunia (41%) masih miskin dengan pengeluaran kurang dari 2 dolar AS per hari.   Sekitar 1,3 milyar warga dunia hidup di kawasan pemukiman yang tidak teraliri jaringan listirk; 900 juta orang tidak mendapatkan air bersih; dan 2,6 milyar orang hidup di pemukiman dengan sanitasi buruk (UNDP, 2018).

Kapitalisme juga telah mengakibatkan ketimpangan ekonomi semakin melebar.  Pada tahun 1800, perbedaan total PDB antara negara-negara kaya (Eropa) dengan negara-negara miskin di dunia sebesar 90 persen.  Pada tahun 2000 perbedaan tersebut meningkat secara dramatis menjadi 750 persen, sekitar 8 kali lipat.  Kemudian pada 2010, 388 orang terkaya di dunia memiliki total kekayaan sama dengan total kekayaan dari 50 persen penduduk dunia yang termiskin.  Dan, pada 2017 jumlah orang terkaya dengan total kekayaan sama dengan yang dimiliki oleh 50 persen penduduk dunia termiskin berkurang menjadi hanya 8 orang (Oxfam International, 2018).  

Fakta lain yang menunjukkan betapa timpangnya kondisi sosial-ekonomi global adalah laju kosumsi energi antar bangsa di dunia.  Dewasa ini, negara-negara industri maju (OECD) dengan total penduduk hanya 18 persen dari total penduduk dunia mengkonsumsi sekitar 70 persen dari total konsumsi energi dunia, dan 87 persen dari energi yang mereka gunakan berupa energi fosil. Inilah 'biang kerok' dari terjadinya pemanasan global (IPCC, 2019).

Kapitalisme juga telah menimbulkan pencemaran lingkungan, degradasi ekosistem alam, terkikisnya keanekaragaman hayati, Perubahan Iklim Global, dan berbagai jenis kerusakan lingkungan lainnya. Intensitas kerusakan lingkungan tersebut sudah pada tingkat yang telah mengancam kapasitas keberlanjutan ekosistem bumi dalam mendukung pembangunan ekonomi, dan bahkan kehidupan umat manusia itu sendiri (Al Gore, 2017).  

Di bidang sosial-budaya, Kapitalisme telah menimbulkan beragam kriminalitas dan penyakit sosial. Di seluruh dunia, khususnya di kawasan perkotaan, kehidupan warganya menderita depresi yang semakin dalam. Mabuk minuman keras, narkoba, perzinahan, HIV/AIDS, perampokan, frustasi, dan bunuh diri merebak dimana-mana.  Perasaan saling curiga, distrust, hoax, hipokrit, dan permusuhan juga kian masif.

Pengangguran, kemiskinan, ketimpangan ekonomi, dan ketidak-adilan telah mengakibatkan kecemburuan sosial, demonstrasi anarkis, radikalisme, dan bahkan terorisme. Gelombang migrasi manusia dari negara-negara miskin atau dilanda perang, seperti Afrika, Timur Tengah, Asia Selatan, dan Amerika Latin ke negara-negara industri maju (Eropa, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia) semakin tak terbendung.  Sementara, menguatnya gerakan rasisme, populisme, dan proteksionisme di negara-negara maju, terutama semenjak era Brexit dan kepemimpinan Presiden Donald Trump, membuat semakin banyak negara maju yang menolak kedatangan para imigran yang bernasib malang tersebut.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun