Mohon tunggu...
La Ode Muh Rauda AU Manarfa
La Ode Muh Rauda AU Manarfa Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Sosiologi Universitas Dayanu Ikhsanuddin

Seorang musafir yang sedang melakukan perjalanan jauh, mencari sesuatu untuk dibawa pulang kembali. Selama perjalanan mengumpulkan pecahan-pecahan pengalaman yang mungkin akan berguna suatu saat nanti.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Analisis Tokoh Sosiologi: Max Weber

11 April 2015   10:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:15 7785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Referensi:

Ritzer G, Smart B. 2011. Handbook Teori Sosial. Bandung: Nusa Media.

Ritzer G. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern (Edisi Kedelapan 2012). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Disusun Oleh:

La Ode Muhammad Rauda Agus Udaya Manarfa, S.Sos, M.Si

Rauda.ode@gmail.com & laoderauda@yahoo.com

Mahasiswa Doktoral Sosiologi Pedesaan

Sekolah Pascasarjana – Institut Pertanian Bogor

Max Weber (1864 - 1920) merupakan peletak dasar Sosiologi asal Jerman yang besar di Amerika. Dilahirkan di Jerman, tepatnya di Kota Erfurt, pada tanggal 21 April 1864. Weber telah banyak memberikan kontribusi dalam pengembangan teori sosiologi modern yang sumbangsih pemikirannya masih dipakai hingga hari ini. Orang tua Weber berasal dari kalangan menengah. Ayahnya bekerja sebagai birokrat dan ibunya sebagai penganut Calvinisme (Protestan) yang setia. Meskipun pada awalnya ia dekat dengan ayahnya tetapi akhirnya ia lebih memilih dekat dengan ibunya, dan hal ini membawa pengaruh besar pada keyakinan agama sebagaimana yang diyakini oleh ibunya. Pada umur belasan tahun ia sudah masuk Universitas Heidelberg hingga menjadi ahli hukum seperti ayahnya. Pada tahun 1884, setelah menjalani wajib militer ia kembali ke Berlin dan kuliah di Universitas Berlin selama 8 tahun hingga meraih gelar doktor dalam usianya yang sangat muda 28 tahun. Walaupun ia adalah pakar hukum tetapi ketertarikan pada sosiologi, ekonomi, dan sejarah merupakan hal yang tidak dapat disangkalinya. Weber muda merupakan sosok yang sangat disiplin, pekerja keras, sangat menghargai waktu. Dengan menerapkan pola kehidupan yang sangat teratur, tersistematis, dan terencana dalam target pekerjaan, maka pada tahun 1896 di usianya yang ke-32 tahun ia meraih gelar profesor, untuk bidang ekonomi di Universitas Heidelberg. Setahun setelah raihan gelar guru besarnya ayahnya meninggal. Kepergian ayahnya terjadi manakala Weber sedang giat-giatnya melakukan diskusi serius tentang berbagai hal yang dipahami oleh ayahnya. Hal ini membuat duka yang mendalam dan meninggalkan seonggok pertanyaan yang belum terjawab pada sosok Weber muda. Kemerosotan diri kemudian dialami Weber selama 7 tahun, lalu berakhir ketika Weber menyadari dirinya sebagai seorang akademisi. Weber kemudian berangkat ke Amerika memulai suasana kehidupannya yang baru dan berubah menjadi seorang sosiolog yang produktif dalam menghasilkan teori sosiologi.

Karya Weber beserta tahun penerbitannya (Ritzer, 2011:103-113) antara lain:

1.Usaha dagang abad pertengahan (terbit tahun 1889),

2.Sejarah agraria Romawi (terbit tahun 1891),

3.Archiv fur Sozianlwissenschaft und Sozialpolitik (1908-1908),

4.Objectivity in Social Science and Social Policy (terbit tahun 1904),

5.Critical Studies in the Logic of the Culturan Sciences (terbit tahun 1905),

6.The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (terbit tahun ),

7.Objectivity,

8.Laporan dan analisis tentang revolusi di Rusia tahun 1904 serta peristiwa-peristiwa politik tahun 1905,

9.The Agrarian Sociology of Ancient Civilization (terbit tahun 1896),

10.Grundib der Sozialokonomik,

11.Economy and Society (terbit tahun 1968),

12.Economic Ethics of World Religions (terbit tahun 1913),

13.Gesammelite Aufsatze zur Religionssoziologie (terbit tahun 1920),

Teori-Teori Weber dalam Ritzer (2012:199-267) antara lain:

Verstehen

Weber merasa bahwa para sosiolog memiliki keunggulan lebih daripada ilmuwan alam. Keunggulan itu berada di dalam kemampuan sosiolog dalam memahami fenomena sosial, sementara para ilmuwan alam tidak mungkin mendapatkan pengertian serupa atas perilaku sebuah atom atau senyawa kimia. Weber menekankan kata mengerti yang dalam kosakata Jerman dikenal sebagai Verstehen (baca versteheng). Verstehen cenderung populer di kalangan ahli sejarah Jerman, karena pada awalnya bermula dari sebuah metode mencari arti dari teks dengan menelisik struktur dasar teks serta memahami sang pengarang (hermeneutika). Bagi Weber, inutisi oleh sang peneliti adalah hal yang sah-sah saja digunakan dalam memahami arti sesuatu. Lebih dari itu, selain intuisi ia juga mensyaratkan adanya riset sistematik yang ketat sehingga menjadi prosedur studi yang rasional.

Methodenstreit

Methodenstreit merupakan serangkaian perdebatan intelektual. Ide-ide dasar sosiologi Weber terbentuk melalui proses tersebut. Terdapat pergulatan pemikiran yang berpolar pada sumbu sejarah dan ilmu yang diperankan oleh kaum positivis dengan anggapan bahwa sejarah terdiri dari hukum-hukum umum dan dapat berubah menjadi hukum alam. Sementara kaum subjektivis yang mereduksi sejarah menjadi tindakan-tindakan dan peristiwa-peristiwa idiosinkratik, menolak apa yang diidekan oleh kaum positivis terhadap sejarah. Weber tidak berpihak pada salah satu sumbu diskusi tetapi keluar dan membuat pendapat sendiri. Baginya, sekarah terdiri dari peristiwa-peristiwa empiris yang unik tidak boleh ada generalisasi-generasilisasi level empiris. Olehnya, para sosiolog harus memisahkan dunia empiris dari semesta konseptual yang mereka bangun. Konsep-konsep tidak pernah dapat menangkap sepenuhnya dunia empiris, tetapi dapat digunakan sebagai peranti heuristik untuk memperoleh pengertian yang lebih baik atas realitas.

Kausalitas

Yang dimaksudkan Weber tentang kausalitas adalah probabilitas bahwa suatu peristiwa akan disusul oleh peristiwa lainnya. Tidak cukup melihat hal-hal yang konstan, pengulangan-pengulangan, analogi, dan kesejajaran historis, seperti yang dilakukan oleh banyak ahli sejarah yang hanya puas dengan mengetahui sebuah peristiwa sejarah. Peneliti harus mencari alasan-alasan dan arti perubahan historis. Hal penting mengenai kausalitas Weber adalah kepercayaan bahwa kita memiliki pengertian istimewa atas kehidupan sosial (verstehen), pengetahuan kausal ilmu sosial sangat berbeda dengan pengetahuan kausal ilmu-ilmu alam.

Ideal Type

Tipe ideal merupakan konsep yang dibangun ilmuwan sosial atas dasar minat dan orientasi teoretisnya untuk menangkap ciri-ciri hakiki suatu fenomena sosial. Tipe-tipe ideal bagi Weber adalah tipe-tipe yang berada dalam tataran ide untuk diwujudkan dalam dunia nyata. Tidak selamanya ide menjadi realistis, karenanya ide juga ada yang bersifat utopis. Weber memberikan beberapa varietas mengenai tipe-tipe ideal, antara lain: (a) tipe-tipe ideal historis, yang berhubugnan dengan fenomena yang ditemukan di dalam suatu epos historis khusus misalnya pasar kapitalistik modern, (b) tipe-tipe ideal sosiologis umum, yang berhubungan dengan fenomena yang melintasi sejumlah periode historis dan masyarakat, contohnya birokrasi, (c) tipe-tipe ideal tindakan, yang didasarkan pada motivasi-motivasi aktor, seperti tindakan afektual, dan (d) tipe-tipe ideal struktural, yang diambil alih oleh sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi tindakan rasional, seperti dominasi tradisional.

Fact vs Values

Weber memisahkan fakta dengan nilai. Fakta dan nilai harus diberikan dalam ruang dan waktu yang terpisah, ia tidak boleh diberikan bersamaan karena akan merusak suasana kehidupan akademik. Weber pula menegaskan pentingnya kajian sosiologi yang bebas dari nilai-nilai yang terdapat dalam diri pribadi sosiolog, karena akan mempengaruhi kadar obyektifitasan dari sosiologi itu sendiri. (a) nilai-nilai dan pengajaran; Weber menjelaskan bahwa ruang kuliah harus dipisahkan deri arena diskusi publik. Perbedaan paling pentind antara pidato publik dan kuliah akademik terletak di dalam hakikat audiensnya. Kerumunan yang sedang menyaksikan seseorang pembicara publik memiliki hak untuk ada di sana atau pergi meninggalkan tempat itu kapan saja. Tetapi para pada ruang kelas, apabila para mahasiswa ingin lulu, maka tidak banyak pilihan kecuali mendengarkan dengan penuh perhatian pendirian bermuatan nilai para dosen mereka. Di ruang kelas, guru mengungkapkan fakta-fakta pengetahuan dan bukannya nilai-nilai pribadi subyektif yang dimiliki sang guru. Guru pula harus berhati-hati dalam memakai nilai-nilai karena dapat melemahkan semangat mahasiswa dalam melakukan anaisis empiris dengan tenang. (b) nilai-nilai dan riset; pendirian Weber mengenai pemisaha antara fakta dan nilai juga meluas ke dunia riset. Baginya peneliti dan guru harus memisahkan tanpa syarat pada fakta-fakta empiris dari penilaian-penilaian pribadinya sendiri, yakni seperti pada justifikasi penilaian memuaskan atau tidak memuaskan. Weber memberikan istilah lain seperti pengetahuan eksistensial sebagai apa yang ada serta bagi fakta dan pengetahuan normatif sebagai apa yang harusnya ada bagi nilai. Tidak sepenuhnya nilai bagi weber ditiadakan dari riset, baginya nilai hanya berperan sampai pada saat penentuan obyek-obyek yang hendak dipelajari lebih lanjut. Karya Weber mengenai nilai-nilai yang harus diperhatikan adalah ide-idenya mengenai peran ilmu-ilmu sosial dalam membantu orang membuat pilihan-pilihan di antara berbagai pendirian-pendirian nilai. Tidak ada cara memilih yang ilmiah di antara pendirian-pendirian nilai alternatif, oleh karena itu para ilmuwan tidak boleh dianggap mampu membuat pilihan-pilihan demikian untuk masyarakat. Ilmu-ilmu sosial yang merupakan ilmu-ilmu empiris yang ketat, adalah yang paling tidak cocok untuk dianggap mengelamatkan individu dari kesulitan membuat pilihan. Dan ilmu empiris tidak akan pernah memberikan norma ideal yang mengikatdan mengarahkan kegiatan praktis secara langsung.

Sosiologi Substantif

Dalam Economy and Society, Weber menyampaikan gagasan sosiologi substantifnya. Weber berfokus pada struktur skala besar seperti birokrasi dan kapitalisme, dan tidak memperhatikan secara prinsipil apa yang dilakukan oleh individu beserta alasan-alasan dari tindakan individu. Tetapi terkadang Weber tidak konsisten dengan pendiriannya sendiri, ia juga memperhatikan makna dan cara pembentukan tindakan-tindakan individu. Weber menempatkan kajian konsep-konsep kolektif yang berubah menjadi pola-pola dan keteraturan tindakan individual sebagai upayanya dalam memahami sosiologi. Weber mendefinisikan sosiologi sebagai suatu ilmu yang berkenaan dengan pengertian interpretatif atas tindakan sosial dan berkenaan dengan penjelasan kausal atas rangkaian dan konsekuensi-konsekuensinya. Tersirat bahwa sosiologi bagi Weber mengandung makna (a) ia harus menjadi sebuah ilmu, (b) harus berkenaan dengan kausalitas (di sinilah titik pertemuan Weber antara sosiologi dan sejarah), dan (c) sosiologi harus menggunakan pengertian interpretatif.

Tindakan Sosial

Weber membedakan antara tindakan sosial yang melibatkan campur tangan atas proses pemikiran dan perilaku reaktif yang muncul begitu saja tanpa melibatkan proses pemikiran yang panjang. Perilaku reaktif tidak menjadi fokus pembahasan Weber. Tindakan terjadi bila para individu melekatkan makna-makna subjektif kepada tindakan-tindakan mereka. Tugas sosiologi mencakup penafsiran tindakan dari segi makna subyektifnya. Tindakan di dalam arti orientasi perilaku dapat dipahami secara subyektif, ada yang hanya sebagai perilaku seseorang atau lebih sebagai manusia secara individual. Weber melakukan pembedaan di antara dua tipe tindakan rasional, antara lain (a) tindakan rasionalitas alat-tujuan atau tindakan yang ditentukan oleh pengharapan-pengharapan mengenai perilaku-perilaku obyek di dalam lingkungan dan perilaku manusia lainnya. (b) tindakan rasionalitas nilai atau tindakan yang ditentukan oleh kepercayaan yang sadar akan nilai tersendiri suatu bentuk perilaku yang etis, estetis, religius, atau bentuk lainnya, terlepas dari prospek-prospek keberhasilannya. Selain itu Weber juga menerangkan (c) tindakan afektual yang ditentukan oleh keadaan dan emosional sang aktor, serta (d) tindakan tradisional yang ditentukan oleh cara-cara berperilaku sang aktor yang biasa dan lazim.

Kelas, Status, dan Partai

Kelas

Weber setia kepada orientasi tindakannya dengan menyatakan bahwa kelas bukanlah sebuah komunitas melainkan sekelompok orang yang bertindak atas dasar situasi yang dialami bersama. Kelas lebih mengacu kepada situasi ekonomi.

Status

Status secara normal mengacu kepada komunitas, kelompok status adalah komunitas keseharian yang walau agak tidak terbentuk. Situasi status dianggap sebagai komponen khas kehidupan manusia yang ditentukan oleh penaksiran sosial yang spesifik, positif, negatif, atas kehormatan. Status sosial terbagi-bagi pada jenjang dasar hingga puncak hierarki sosial, yang secara jelas biasanya dinampakan dari gaya hidup dan perilaku yang diperlihatkan. Status bagi Weber berada pada tatanan kehidupan sosial.

Partai

Partai merupakan stuktur-struktur yang berjuang untuk mendapatkan dominasi. Ia merupakan unsur-unsur yang paling terorganisir dan terstruktur dari sistem stratifikasi sosial. Partai dalam penggambaran Weber berorientasi kepada politik kekuasaan. Yang tidak hanya terfokus pada suatu kawasan negara, tetapi melewati batas-batas teritori dan menjadi semacam klub sosial (dapat pula dinamakan sebagai partai transnasional/internasional).

Struktur Otoritas

Weber bukan seorang yang ekstrim radikal politis, ia sering disebut sebagai Marx Borjuis karena pemikirannya mencerminkan berbagai kemiripan di dalam minat-minat intelektual Marx, serta orientasi-orientasi politis antara keduanya sangat berbeda. Jika kritis Marx secara radikal revolusioner, maka Weber secara radikal evolusioner. Weber mengkritisi kapitalisme modern tetapi tidak dengan cara-cara meruntuhkan kekuasaan seketika, melainkan secara berangsur-angsur mengubah kekuasaan, karena keyakinannya akan kekuatan massa yang dapat menciptakan suatu masyarakat sesuai harapan. Dalam menciptakan kekuasaan maka diperlukan metode yang demokratis dengan adanya dinamisme yang maksimum dan lingkungan pergaulan terbaik untuk menghasilkan para pemimpin politis. Otoritas kekuasaan bagi Weber terbagi atas tiga, antara lain (a) otoritas legal rasional, (b) otoritas tradisional, dan (c) otoritas kharismatik.

Otoritas legal rasional

Dalam otoritas legal rasional, weber menganggap birokrasi sebagai tipe pelaksanaan otoritas legal yang paling murni. Karena dari sudut pandang tekhnis misalnya, ia dapat mencapai derajat efisiensi yang paling tinggi baik dalam hal presisi, stabilitas, keketatan disiplinnya, dan keandalannya. Weber juga tidak menyangsikan adanya fenomena lain dari birokrasi yakni kekakuan birokrasi yang menjadikan urusan birokrasi menjadi menjengkelkan dan begitu sulit.

Otoritas tradisional

Otoritas tradisional didasarkan pada suatu klaim yang diajukan para pemimpin, dan suatu kepercayaan di pihak para pengikut, bahwa ada kebajikan di dalam kesucian aturan-aturan dan kekuatan kuno. Sang pemimpin di dalam sistem itu bukan seorang atasan melainkan seorang tuan pribadi. Kesetiaan pribadi bukan tugas impersonal yang resmi, yang menentukan hubungan staf administrasi dengan sang tuan, tetapi berdasarkan kepatuhan kepada aturan-aturan yang ditetapkan dan kepada sang tuan pemimpin.

Otoritas kharismatik

Bagi Weber, kharisma adalah suatu daya revolusioner salah satu yang paling penting di dunia sosial, sementara otoritas tradisional jelas konservatif yang muncul secara alami. Munculnya pemimpin yang kharismatik adalah ancaman kepada sistem yang juga kepada otoritas legal rasional.

Rasionalisasi

Muncul kesadaran bahwa rasionalisasi terletak di jantung sosiologi substantif karya Weber. Namun Weber tidak secara tegas mendefinisikan rasionalisasi. Ia menjelaskannya dalam istilah yang berbeda-beda. Definisi Weber tentang rasionalisasi secara tersurat tampak pada pembedaannya pada dua tipe, yakni (a) rasionalitas alat-tujuan serta (b) rasionalitas nilai, yang belakangan berkembang menjadi empat tipe rasionalitas.

Rasionalitas praktis

Merupakan cara hidup yang memandang dan menilai kegiatan duniawi terkati dengan kepentingan-kepentingan individual yang pragmatis dan egois belaka.

Rasionalitas Teoritis

Meliputi usaha kognitif menguasai realitas melalui konsep-konsep yang semakin abstrak daripada melalu tindakan, yang melalui proses kognitif seperti deduksi logis, induksi, pengaitan kausalitas, dan semacamnya.

Rasionalitas Substantif

Tipe rasionalitas ini menata tindakan langsung ke dalam pola-pola melalui himpunan-himpunan sosial. Rasionalitas substantif melibatkan pemilihan alat-alat menuju tujuan di dalam konteks suatu sistem nilai.

Rasionalitas Formal

Rasionalitas ini meliputi kalkulasi alat hingga tujuan dalam tindakan yang dilakukan oleh manusia.

Agama dan Pembentukan Masyarakat Kapitalis

Weber telah melalangbuana dalam mengkaji hubungan antara agama dengan pembentukan masyarakat kapitalis. Studinya dengan melihat aspek sosio-struktural dan kultural, pemikiran-pemikiran, dan tindakan kaum Calvinise, Buddhis, Konfusionis, Yahudi, dan Muslim. Yang pada akhirnya Weber merangkumkan antarhubungan-antar hubungan yang rumit antara agama dan pembentukan masyarakat kapitalis, yakni (a) kekuatan ekonomi yang mempengaruhi protestanisme, (b) kekuatan ekonomi yang mempengaruhi agama-agama lain selain protestanisme (misalnya seperti Hinduisme, Konfusionisme, dan Taoisme), (c) sistem ide religius yang mempengaruhi pemikiran-pemikiran dan tindakan individu khususnya pemikiran-pemikiran dan tindakan-tindakan ekonomi, (d) sistem-sistem ide religius yang berpengaruh di seluruh dunia, (e) sistem-sistem ide religius (khususnya protestanisme) mempunyai efek yang unik di barat yang membantu merasionalisasi sektor ekonomi dan hampir setiap institusi lainnya, dan (f) sistem-sistem ide religius di dunia non barat telah menciptakan kendala struktural yang tidak bisa dilampaui bagi rasionalisme.

Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme

Karya Weber mengenai etika protestan dan semangat kapitalisme sangat dipengaruhi oleh kesalehan Ibunya sebagai penganut Calvinisme yang taat dan gaya hidup ayahnya yang penuh kedisiplinan serta suasana kehidupan yang dilakoni Weber sejak kecil hingga meninggalnya orang tuanya. Pada akhirnya Weber menemukan bahwa dalam Etika protestan, seorang individu yang berhasil dalam kehidupan dunia maka akan mendapatkan kehidupan yang layak ketika ia meninggal nantinya. Maka berupaya untuk mencapai keberhasilan di atas dunia adalah mutlak harus dilakukan, seperti menjadi seseorang yang menggapai posisi tertinggi dalam pekerjaannya. Dan ternyata etika dalam keyakinan Protestan ini menjadi spirit dalam lahirnya kapitalisme.


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun