Aku hanya tak habis pikir. Ternyata aku sudah masuk ke dunia ini secara dangkal.
Entah apa yang membuatku masih bertahan.
Sebulan yang lalu aku ditinggal oleh cinta pertamaku, orang yang membawaku ke sini. Ya, orang yang selama ini menjadi alasanku bertahan bahkan telah pergi. Ditambah minggu lalu aku ditinggal oleh cinta keduaku. Andai mereka tahu betapa akalku hilang mengartikan semuanya. Kesemuan ini terlalu absurd bagi otakku, bahkan hatiku.
Rasa pahit bahkan telah menjadi kekuatanku. Ironis.
Batinku bermonolog :
Apa aku harus menunggu kembali cinta pertamaku? Tidak.
Bagaimana dengan cinta keduaku? Aku tak yakin mau menjawabnya.
Lantas? Kan kucari cinta ketigaku.
Perempuankah kali ini? Mungkin.
Dengan ragu aku memilih antara kesenangan semu atau kesedihan nyata. Aku tak suka keduanya, tapi kukira lebih baik kesenangan, bagaimanapun bentuknya.
Aku pun menyambut diriku yang telah masuk sepenuhnya. Ya, aku sendiri karena tak ada yang lain.
“Selamat datang, Raka, diriku yang siap menjelajah semesta percintaan yang begitu perih.”
Kuanggap diriku polos dan kupasrahkan menerima coretan warna apapun, sedemikian rupa.
Aku tahu keputusanku untuk menentang norma adalah salah tapi aku telah nyaman berada di sini. Aku tak bisa membohongi perasaanku, tak semudah membohongi orang lain.
Ini begitu perih. Amat perih. Lebih perih dari yang bisa kuceritakan.