Mohon tunggu...
Ns.Rahayu Setiawati Damanik, S.Kep, M.S.M
Ns.Rahayu Setiawati Damanik, S.Kep, M.S.M Mohon Tunggu... Penulis buku & Wirausaha -

1. Do your best and God will do the rest (Lakukan yang terbaik apa yang menjadi bagianmu dan biarkan Tuhan menentukan hasilnya) 2. Penulis lahir di Kabanjahe Sumatera Utara pada tanggal 15 Juni 1983. Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Keperawatan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dan Pasca Sarjana Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Penulis buku “Sakitnya Membuka Usaha Penitipan Anak” dan “Lepas dari Krisis Asisten Rumah Tangga”. Sejak Tahun 2013 hingga kini mengelola usaha day care (penitipan anak) “Happy Day Care”. Sering menulis artikel mengenai keluarga, pernikahan, perempuan, dan anak-anak. 3. Kini mengelola usaha Daycare dan Homeschooling DeanMores di Jatibening Bekasi 4. Percaya bahwa keluarga adalah kekuatan suatu bangsa. Keluarga yang teguh akan membangun bangsa yang kokoh. 5. Best in Specific Interest Kompasianival 2016 6. Tulisan lainnya bisa dibuka di www.rahayudamanik.com, www.rahayudamanik-inlove.com, dan www.rahayudamanik-children.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengurangi Ledakan Emosi Orang Tua Pemarah

1 Maret 2017   17:54 Diperbarui: 2 Maret 2017   06:00 1110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengendalikan Emosi Orang Tua Pemarah (foto: WinNetNews)

Terkadang kita orang tua merasakan betapa sulit menahan amarah khususnya ketika anak melakukan sesuatu yang tidak berkenan di hati kita. Membentak, memukul, berteriak, atau memaki mungkin kerap kita lakukan. Padahal sebenarnya kita tahu persis bila anak yang sering dimarahi berpotensi tumbuh menjadi anak yang minder, tidak berani mencoba hal yang baru, dan pemarah. Alasan amarah kita meledak sebenarnya mungkin sederhana misalkan anak yang belum bisa membaca padahal teman-temannya sudah bisa, tidak mengerti PR yang harus dia kerjakan, atau ketika dia sedang usil kepada adiknya.

Pada saat anak terlihat membangkang mungkin kita orang tua merasa mereka telah merendahkan harga diri kita bahkan mungkin kita berpikir kalau anak begitu egois sebab tidak memahami kelelahan yang kita rasakan demi mencari uang. Padahal sebenar-benarnya semua anak pasti ingin membuat orang tua bangga kepada mereka namun apa daya mereka hanyalah pribadi yang belum dewasa sehingga mudah lupa dan sering kali belum mengetahui konsekuensi yang diperbuat.

Selain itu, anak juga memiliki cara berpikir sendiri dan belum memahami betul cara berperilaku kepada orang lain. Inilah kenyataan yang harus diterima sehingga kita pun terbebas dari sikap menuntut yang berlebihan. Ujung-ujungnya kita menjadi lebih rileks dalam menjalankan peran sebagai orang tua. Artinya kita tak mudah terpancing amarah bukan?

Ketika keinginan untuk marah memuncak, kendalikan pikiran dengan menanamkan di hati kalau sikap kurang baik anak bukanlah karena kita gagal menjalankan peran sebagai ayah atau ibu namun semata-mata hanya karena anak sedang menjalani tahap belajar menjadi pribadi yang lebih baik. Orang dewasa saja bisa melakukan kesalahan apalagi anak-anak yang masih memerlukan banyak tuntunan kita. Anak yang terlihat membangkang pada dasarnya bukan karena tidak mau menerima nasihat namun sebaliknya karena mereka belum paham esensi dari nasihat yang kita berikan.

Misalkan saja, kita semua tentu sudah paham bukan kalau air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Bagaimana kalau tiba-tiba ada yang mengatakan air bisa mengalir secara natural tanpa bantuan teknologi apa pun ke tempat yang lebih tinggi. Apa yang kira-kira kita katakan? Tentu saja kita siap membuktikan keyakinan kita dengan penjelasan yang rasional dan masuk akal. Bagaimana dengan anak kecil? Mereka pasti sama dengan kita; berupaya mempertahankan apa yang dia anggap benar. Bedanya, mereka belum memahami cara mempertahankan pendapat sehingga yang terlihat adalah sikap membangkang. Oleh karena itu, kita sebagai orang tua perlu memberikan penjelasan yang masuk akal dan mudah dipahami anak atas setiap nasihat dan anjuran yang kita berikan.

Memberikan penjelasan rasional tentu lebih baik daripada teriakan yang menusuk telinga. Saya mengalami hal ini dengan anak saya yang tergolong tidak mudah menuruti nasihat kecuali dengan alasan yang rasional dan bisa dia terima dengan baik. Tidak mudah menerima kenyataan anak yang melawan orang tua namun setelah dipikirkan kembali. Melawan adalah hal yang wajar dilakukan oleh anak bukan karena kenakalan namun semata-mata karena belum memahami makna dari nasihat orang tua.

Pun demikian ketika kita marah-marah karena anak belum bisa membaca padahal sudah waktunya atau anak tidak mengerti cara mengerjakan PR. Mungkin orang tua memerlukan pendekatan yang lebih kreatif ketika mengajarkan kepada anak sehingga amarah terkendali dan anak pun semakin pintar. Anak pada dasarnya adalah pribadi yang sedang belajar sehingga kemarahan kita hanya membuat mereka kebingungan akan apa yang harus dilakukan. Sebaliknya mereka sungguh membutuhkan tuntunan terus-menerus yang bisa mengarahkan mereka ke jalan yang benar.

Saya sendiri memiliki masa kecil yang boleh dikatakan sangat nakal mulai dari suka mencuri di swalayan, mencuri uang orang tua, dan menjajankan uang sekolah. Syukurlah kebiasaan itu berubah 100% dan sama sekali tidak melekat dalam diri saya. Hal ini menjadi sebuah penghiburan bagi saya ketika anak melakukan sebuah tindakan yang sangat tidak sesuai harapan. Saya percaya kalau anak terus diberikan teladan yang baik dan didikan yang sehat maka mereka pun kelak menjadi anak-anak yang memiliki pembaharuan dalam karakter. Hal ini sering kali mampu menenangkan hati saya ketika melihat anak-anak.

Pun saya percaya kalau Tuhan pasti tidak salah menempatkan anak-anak di keluarga dan pasti memampukan kami untuk mendidik mereka sekalipun mungkin memiliki kepribadian yang unik. Anak-anak terlalu berharga untuk dijadikan pelampiasan amarah orang tua. Anak-anak sama seperti kita ketika melakukan kesalahan, kita tidak ingin dimaki sebaliknya ingin mendapatkan bimbingan. Pun demikian dengan anak-anak. Anger doesn’t solve anything, it builds nothing, but itcan destroy everything (Kemarahan tidak bisa menyelesaikan dan tidak membangun apa-apa. Kemarahan hanya bisa merusak segalanya).

Salam,

Rahayu Damanik

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun