Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sumpah "Sampah" Serapah, Problematika “Sejuta Umat.”

8 November 2015   10:22 Diperbarui: 11 November 2015   08:24 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Drainase tempat strategis sebagai sarana pembuangan sampah "][/caption]Ngomongin sampah tidak akan pernah ada habisnya, ibarat gosip di gosok makin sip. Permasalahannya kian hari kian meruncing saja, tanpa tanya?. Meski pemerintah setempat telah menyediakan berbagai fasilitas tempat pembuangan sampah, dasar manusianya males buang sampah pada tempatnya, buangnya ya??? sembarang tempat, pelampiasan termudah adalah buang dari atas kendaraan umum dan pribadi, bakar di tempat, buang ke dalam GOT atau DRAINASE dampaknya sama-sama kita tahu, nggak perlu di jelaskan panjang lebar.

Sampah diperkotaan seperti Kota Metropolitan di indonesia sampah bak “parasit” menjadi masalah yang serius. Mengotak-atik proyek penanganan sampah selalu saja ada kendalanya. Sama halnya membahas artis selebritis, selalu saja ada hal-hal baru untuk “dibicarakan.”

Paradigma sampah musibah hal itu sudah usang, hanya manusianya yang terkadang “jijik” ketika melihat barang sampah atau limbah. Tapi buktinya? Masih ada masyarakat menjadikan sampah sebagai ladang “uang” asal saja bukan “sampah masyarakat” satu ini hukumnya WAJIB dibinasakan. Kesadaran akan kebersihan harus dibiasakan sejak usia dini, agar memoriable terhadap kebersihan lingkungan selalu di ingat hingga akhir hayat. Kapan kebiasaan buang sampah pada tempatnya sekedar “sumpah serapah” maka percayalah semakin menumpuk saja sampah di jalanan ibukota. Lama-lama “Indonesia dijuluki kota sampah,” hahahaha jangan marah yaaa???

Kepadatan penduduk salah satu faktor potensial penyumbang terbesar menggunungnya sampah, semakin bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, maka permasalahan sampah kian mendelik. Jumlah penduduk ini berkorelasi langsung terhadap sampah. padatnya jumlah penduduk suatu daerah maka sampah yang dihasilkan juga semakin banyak. Selain itu, kesejahteraan penduduk di suatu daerah dapat dilihat dari sampah yang dihasilkan.

Parahnya lagi, peningkatan penduduk ini tidak dibarengi dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengendalian sampah, kalau hal ini tidak ditangani serius dampak ke depan merupakan BENCANA.

Tetek bengek birokrasi terkadang menjadi “struktur kapitalis” sarang pengonggokan sampah pinggir jalan. Ancaman terbesar gunungan sampah, mengganggu estetika kota, banjir sudah pasti, pendangkalan sungai, aspek sosial masyarakat. Masyarakat kota yang cenderung bersikap egois, jangankan mau berbagi materi, tempat sampah pun enggan untuk berbagi. Untuk  itu, masalah-masalah seperti ini perlu mendapat perhatian oleh seluruh masyarakat karena masalah sampah bukan masalah personality tetapi problematika sejuta umat.

Tidak heran belakangan ini beberapa kota mengalami penolakan dari warga, daerahnya menjadi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, seperti Bantar Gebang Bekasi. Pemblokiran dilakukan warga karena selain merusak pemandangan, timbulan sampah tersebut menjadi sarang penyakit, aroma tak sedap sampah merupakan “wabah” tersendiri bagi warga sekitar TPA, miris memang!!!, tapi inilah resikonya Kota Metropolitan yang dihuni oleh berbagai suku bangsa dengan berbagai karakter. Sepertinya memerangi sampah sama ribetnya memberangus korupsi di negeri ini.

Masih “hitungan jarinya” komunitas, relawan peduli sampah “tanpa tanda jasa” menyiasati penumpukkan sampah hambatan terbesar di indonesia, melalui program daur ulang sampah, bank sampah. Esensi membangun bank sampah sebenarnya bukanlah bank sampah itu sendiri, tetapi adalah strategi  dalam mengembangkan dan membangun kepedulian masyarakat  agar dapat “mendisiplinkan” dengan sampah bukan “indisipliner.”

Nyesak!!! Melihat kondisi seperti ini, dari miliaran penduduk indoneia hanya segelintir saja bersama-sama meminimalisir sampah. Ormas/komunitas belumlah cukup jika tidak dibarengi kesadaran dari dalam diri untuk tidak merusak lingkungan dengan buang sampah sembarangan. Dengan mengantongi bekas bungkus permen gula-gula contoh kecil mengurangi sampah. Yang terjadi sering di dapati masyarakat membuang sampahnya dari atas kendaraan umum/pribadidi tengah jalan raya, tanpa sadar sebenarnya mereka para “pembuang” sampah tersebut adalah “biang” bencana.

Cukup diakui tidak semudah membalikkan telapak tangan, cara memilah sampah dan limbah rumah tangga, hotel, rumah sakit, kampus, serta perkantoran, yang paling sederhana adalah dengan memberi contoh, tidak hanya koar-koar di muka seminar, tapi dia sendiri buang sampah sembarangan. Diperlukan relevansi kontrol sosial budaya masyarakat untuk lebih menghargai lingkungan.

Islam mengajarkan “kebersihan sebagian dari iman” prinsip lama kini kembali kini di dengungkan manusia-manusia moderen berakhlak “konsumtif” kemarin-kemarin kemana bung!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun