Mohon tunggu...
peringatan zendrato
peringatan zendrato Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang penulis apa yang dirasa perlu ditulis

Suka Kesasar, Asal ada Teman

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Keseriusan Bicara Pilihan Politik

8 Maret 2019   22:30 Diperbarui: 9 Maret 2019   05:27 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di awal tahun 2019 dua desa penulis kunjungi. Desa yang satu berada di Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan satunya lagi di Kabupaten Belu. Meski di-sibuk-i oleh banyak pekerjaan, namun tak sedikitpun perhatian luput dari berbagai hal baru yang terdapat di desa.

Selain tempat-tempat yang penulis kunjungi adalah tempat yang indah, seperti pantai, taman dan rumah-rumah adat, warga di pedesaan menjadi penarik perhatian. Apa yang menarik perhatian dari warga di desa?

Penulis melihat warga di desa itu seperti "air yang jernih". Warga di desa, sebelumnya jernih dari segala warna-warni pertarungan perebutan kekuasaan baik pilpres maupun pileg. Setelah diwarnai, akhirnya mereka pun ikut terwarnai.

 Terkadang ketika warna merah mengungguli warna yang lain, maka yang terlihat itu adalah warna merah. Ketika warna kuning mengungguli warna lain, maka yang terlihat itu adalah warna kuning. Atau ketika warna biru mengungguli warna lain, maka yang terlihat itu adalah warna biru.

Warna-warni yang kasat mata itu sering kita temui di pinggir-pinggir jalan, di pohon-pohon, di tiang-tiang listrik, di kaca mobil-mobil, dan bahkan di dinding rumah-rumah warga. Di sana warna-warni gambar parpol dan foto para calon wakil rakyat kita terpampang. Warga di desa yang tahu persis di RT, atau Dusun mana yang bulan lalu foto si A itu banyak tetapi bulan ini kalah banyak dibanding foto si B, atau si C, dan seterusnya.

Tetapi, warna-warni yang niskala itu warga tidak menyadarinya. Penulis melihat warna-warni ini di tempat seperti lapangan sepak bola, di sumur, di kios-kios, dan di pasar. Di tempat seperti ini tidak lagi ditemukan foto siapa yang cantik dan gagah, foto siapa yang beredar banyak, dan semuanya itu tidak menjadi bahan pembicaraan. 

Melainkan yang ditemukan itu adalah pembicaraan seperti: bagaimana seseorang kandidat itu datang, menyapa dengan cara bagaimana, gaya bicaranya seperti apa, serta dia berbicara tentang apa. Hari ini calon si A yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan, besok berbeda lagi, dan begitu seterusnya. Inilah warna-warni pertarungan perebutan kekuasaan yang terlihat pada warga di dua desa yang penulis kunjungi dan tentunya juga di desa-desa lainnya.

Lalu manakah yang seharusnya, ruang pertemuan para (calon) wakil rakyat mencerminkan warna-warni masalah yang terjadi di masyarakat atau pembicaraan masyarakat di tempat-tempat seperti disebut di atas yang mencerminkan warna-warni masalah wakil rakyat? Sah-sah saja bila setiap harinya masyarakat berhak menimbang-nimbang siapa calon wakil rakyat yang cocok. Tetapi apakah seserius rakyat menyeleksi calon pemimpin sama dengan seserius wakil rakyat dalam membahas masalah rakyat?

Rakyat Lebih Serius Bicara Pilihan Politik

Intensitas pembicaraan antar warga tentang program apa yang akan dipilih sebenarnya tidak terdapat di ruang-ruang formal. Tapi lebih terlihat di perkumpulan-perkumpulan informal (baca: politik warga). Dalam perkumpulan-perkumpulan ini sebenarnya aspirasi warga itu terbuka lebar dan terlihat secara jelas. Sebab, di pertemuan formal seperti sesi dialog yang dilakukan oleh kandidat tertentu, misalnya, kadang mereka tidak menyampaikan aspirasi mereka. Bisa disebabkan karena takut, malu, atau karena tokoh-tokoh tertentu yang lebih mendominasi pembicaraan.

Begitu juga dalam hal pemilihan calon wakilnya di lini pemerintahan. Di pertemuan-pertemuan formal, warga tidak secara frontal menyampaikan apa yang mereka sukai dan tidak sukai dari seorang kandidat. Namun keseriusan di ruang-ruang informal tetap ada, sebab itu menyangkut kepentingan bersama. Bila salah pilih, maka selama lima tahun dipimpin oleh orang yang hanya mementingkan diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun