Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

E-KTP, antara Fakta dan Cita-cita

19 Januari 2017   15:00 Diperbarui: 20 Januari 2017   10:07 1702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: tangselpos.co.id

Saat  ada urusan ke kantor pemerintahan, berhubung kartu tanda penduduk mulai mengelupas, sambil menunggu petugas menemukan huruf A di keyboard komputernya, saya iseng bertanya apa yang perlu dilakukan jika kartu mengelupas. “Gampang Mas, beri saja isolasi di ujung-ujungnya,” jawabnya sangat enteng sambil mengembuskan asap rokoknya.

Jawaban sederhana, tepat guna, dan mungkin yang diketahui, tetapi apa patut dan cocok dengan kemodernan yang hendak dicapai dengan penanganan seperti itu? Segi keindahan pun sangat memalukan.

Berbicara soal e-KTP memang sangat luas dan banyak hal yang harus dibenahi. Beberapa hal baik teknis, kemampuan, kebiasaan dan budaya birokrasi, belum lagi soal korupsi dan mark-up dan sejenisnya.

Budaya, sekaligus soal teknis, bagaimana selama ini sudah boros dengan budaya dan kebiasaan foto copy, semua syarat bisa dilihat bahkan lembaga negara pun masih mencantumkan persyaratan fotokopi KTP. Seharusnya lembaga-lembaga tertentu pakai card reader, atau minimal akses bank data yang bisa lebih efektif, efisien, dan tentu saja hemat. Ingat kertas dan hutan.

Kualitas, bagaimana belum juga semua penduduk memiliki, eh beberapa yang sudah berkesempatan mempunyai malah sudah mulai rusak, mengelupas, bahkan ada yang terbelah. Ini bukan soal penggunaan, melainkan kualitas. Dalih dan rasionalisasi pasti akan dikatakan jangan dikantongi, lha tetangga sebelah, seperti ATM, kartu kreditatau bahkan yang gratisan seperti kartu anggota mal. Bahkan kartu Gramedia pun masih baik-baik saja. Artinya apa? Kualitas negara malah kalah oleh organisasi kecil.

Idenya sangat baik bahkan membanggakan. Identitas tunggal, tidak mungkin dipalsu, ada bank data karena ada sidik jari, yang sangat membantu karena spesifiknya, namun di lapangan masih saja tidak berbeda dengan KTP lama. Cita-cita dan pemikiran maju jaauh di depan, tetapi kebiasaan, budaya, dan pola kerja dan birokrasi masih sama saja.

Pemalsuan sepakat bahwa orang akan malah karena secara ekonomis tentu rugi membuat KTP model ini, namun apakah benar? Nyatanya karena 'kreativitas' luar biasa bangsa ini, toh masih ada saja yang bisa membuat duplikatnya. Bisa saja datanya yang tidak ada, alias tanpa chip,atau data diberi yang bisa mengakses bank data dan itu siapa? Jelas saja birokrasi yang perlu dibenahi.

Kebiasaan yang belum beranjak, bagaimana e-KTP, tetapi persyaratannya masih fotokopi. Bagaimana negara perlu menyiapkan dengan segera bagaimana masyarakat jauh lebih mudah dan murah di dalam mengurus setiap hal yang harus menggunakan data dan identitas diri.

Jika level perbankan saja bisa memberikan kartu yang jauh lebih berkualitas bukan tidak mungkin bangsa sebesar ini tidak bisa memberikan kepada rakyatnya kartu identitas yang mudah bobrok dan memalukan. Satu saja syaratnya, malingnya dikurangi dan dikembalikan kepada yang berhak.

Bangsa ini kaya akan ide, bagus akan kalimat dan wacana, tetapi lemah dalam implementasi dan komitmen bersama. Perundang-undangan keren. tapi manusianya menafsirkan semau-maunya, karena lupa dan lemah akan komitmen dan taat azas atas keputusan bersama. Revolusi mental bukan semata jargon, melainkan pekerjaan rumah yang sangat mendesak dan harus menjadi prioritas pemerintah.

Apakah akan diulangi lagi dengan model proyek yang penting ada fee dan semperan sendiri terus? Kembali berpulang kepada bangsa ini sendiri. Bukan soal asing atau apa, namun kehendak baik yang masih belum menjadi gaya hidup.

Jayalah Indonesia!

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun