Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Korupsi dan Fenomena Air Hujan dalam Baskom

11 Desember 2019   20:45 Diperbarui: 12 Desember 2019   08:27 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi baskom penampung air hujan. (steemit.com)

Hai Para Koruptor, Apa Kabar?

Apakah kalian mulai was-was hari ini? Rakyat begitu geli dan gatal lihat perilaku koruptor yang sudah jadi local wisdom negeri ini. Sudah berapa banyak hak rakyat ditelannya, berapa banyak suap dikunyahnya, dan berapa penjara dilewatinya.

Korupsi, telah lama digaungkan hingga pekikannya melukai telinga kita sebagai rakyat. Bukan sekadar merusak, melainkan juga melukai, menodai diri dan lembaga negara. 

Tidak ada jaminan bagi mereka yang memakai kopiah untuk bisa bergelar bersih dari korupsi, malahan kopiah itu sendiri yang menutupi terangnya dosa koruptor.

Bagaimana rakyat bisa tidak terluka jika para koruptor berleha-leha dengan raut bahagianya. Wajar jika beberapa hari ini kita semua teriak hukuman mati untuk koruptor. 

Caranya terserah, apa mau dipenggal langsung, atau digantung terlebih dahulu di atas Monas lalu ditembak. Duuuarrr. Hiperbola lagi kan ujungnya!

Terang saja, keinginan rakyat yang merasa kesal dengan perilaku koruptor segera dibantah oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK), Saut Situmorang. Judulnya di media Kompas saja sudah menjengkelkan kita. "Pimpinan KPK Anggap Wacana Hukuman Mati Koruptor Cerita Lama"!

Dalam pernyataannya, Saut Situmorang menegaskan bahwa seharusnya wacana hukuman mati bagi koruptor tidak perlu dikembangkan lagi. Ia menyatakan masih banyak pekerjaan rumah yang lebih substansial untuk diselesaikan dalam pemberantasan korupsi.

Padahal Jokowi menganggap wacana itu "bisa saja" diterapkan, dengan menimbang adanya kehendak kuat dari rakyat. Wajar, karena negara ini  negara demokrasi dan rakyat punya hak untuk menyampaikan apresiasinya.

Agaknya rakyat begitu menanti program seperti apa yang akan diviralkan pemerintah untuk mewujudkan negara Indonesia yang antikorupsi. Di saat-saat penantian ini, bukan program yang keluar melainkan pertunjukan teater bertajuk "Prestasi Tanpa Korupsi" yang diperankan oleh beberapa menteri Kabinet Indonesia Maju.

Terhibur memang, hanya saja Arya Fernandes selaku Peneliti di Departemen Politik dan Hubungan Internasional Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menegaskan bahwa teater yang diperankan oleh menteri itu bukanlah hal yang luar biasa, tidak langsung bisa mengubah persepsi publik tentang Pemerintah mengenai pemberantasan korupsi.

Beliau beropini:

"Teater itu enggak ada hubungannya dengan kebijakan. Yang ditunggu publik apa kebijakan pemerintah untuk mendorong good and clean governance dan memperkuat KPK."

Tampaknya perlu ada solusi kebijakan yang bijak terkait dengan pemberantasan kejahatan super ini. Harus bijak karena sesungguhnya korupsi ini sebuah sistem yang sangat utuh dan nyaris tak berongga, tanpa cela.

Pemberantasan Korupsi dan Fenomena Air Hujan Dalam Baskom

Ibaratkan air hujan, korupsi ada di setiap tetes langit yang dikuasai pemerintah. Baik dari tingkat tertinggi seperti para menteri hingga tingkat terendah seperti RT, atau bahkan tingkat keluarga.

Persis dengan hujan, korupsi kebanyakan tidak bisa ditebak. Ibaratkan mau hujan, adanya gemuruh dan kilat belum tentu jadi hujan, atau malah hujan lokal di daerah-daerah tertentu saja. 

Hujannya pun ada yang sekadar gerimis, hujan lebat, hujan deras, bahkan hujan es. Itu  menunjukkan bahwa nominal korupsi sangat beragam.

Mengenai sistem pemberantasan korupsi, penulis mengibaratkannya sebagai baskom besar yang digunakan untuk menampung air hujan. Untuk memberantas korupsi kita perlu usaha untuk membuang air hujan yang ada di dalam baskom. Apakah itu menghentikan hujan terlebih dahulu?

Tentu tidak, karena kita tidak punya cukup terpal untuk menampung luasnya langit. Korupsi itu adalah kejahatan dan kejahatan akan terus ada, karena itu adalah ujian dari Tuhan sekaligus sebagai ladang pahala bagi kita. Lalu apa yang bisa dilakukan?

Pertama,  kita bisa menumpahkan air hujan dari baskom dan menunggingkan baskom itu agar air hujan tidak masuk lagi. Sayangnya, pekerjaan ini tidak bisa dilakukan sendirian. 

Jika dilakukan sendiri maka bisa saja baskom itu tidak bisa ditumpahkan. Malah nanti orang yang berniat menumpahkannya akan masuk ke dalam baskom. Sudah kehujanan, kedinginan, kepalang kebasahan saja! Huhuhu

Maknanya, untuk menyingkirkan korupsi butuh kerja sama dan sama-sama kerja. Tidak bisa seorang pejabat KPK dengan sendirinya menangkap koruptor yang sangat licin pergerakannya. 

Jika ia nekat berjuang sendiri, ditambah dengan iman yang mudah goyah, bisa-bisa ia yang berjuang kebasahan alias ikut korupsi.

Kedua, kita bisa melubangi baskom menggunakan paku-paku tajam. Semakin banyak lubang yang dibuat, semakin cepat pula air hujan dalam baskom itu habis. 

Tentu saja harus sama-sama melubangi. Jangan sampai kanan melubangi, kiri menambal. Kiri melubangi, bawah menambal. Tidak akan ada habis-habisnya.

Maknanya, dalam pemberantasan korupsi semua pihak perlu bersama-sama merusak sistem korupsi. Semakin banyak pihak terlibat, semakin baik. Oknum-oknum koruptor perlu dilubangi untuk mencari siapa dalangnya, dari mana sumbernya, dan siapa yang mengajaknya.

Hal ini tentu harus dilakukan hingga air dalam baskom habis alias tuntas. Jika tidak, biangnya koruptor akan senantiasa berleha-leha. Koruptor bawahan yang tertangkap tentu dengan mudahnya berdalih untuk menyimpan rahasia.

Entah itu adalah bukti pengabdian kepada bos koruptor, atau ada ancaman tertentu terhadap keluarganya. Selama siklus ini tidak dilubangi secara utuh atau hanya dibiarkan bocor halus, maka perangkat koruptor akan aman. Toh, bocor halus kan mudah ditambal! Hohoho

Terakhir, kita bisa membangun pondasi atau rumah kecil untuk meneduhkan baskom dari air hujan. Bisa? Lagi-lagi butuh keterlibatan dan kerja sama. Terlebih lagi dalam membangun pondasi yang kuat dan tidak tertembus air hujan. Butuh semen yang kokoh, batu bata, batu gunung, hingga atap yang tahan bocor.

Maknanya, untuk memberantas korupsi kita perlu meneduhkan, menutup, dan memutuskan seluruh jalur yang menjadi cikal bakal korupsi. 

Apakah itu tentang adanya kesempatan, tentang rumitnya birokrasi, tentang tidak ketatnya pengawasan, tentang kurangnya evaluasi, tentang gaya hidup, hingga tentang lemahnya iman.

Biarpun hujan korupsi yang turun dari langit begitu deras, tapi jika rumah di negeri ini kuat, tahan bocor, dan kokoh sistem antikorupsinya maka amanlah kita. Terang saja, godaan pelangi korupsi di saat gerimis begitu kuat. Begitu pula dengan godaan kekuasaan maupun jabatan.

Dengan banyaknya pegangan uang warna-warni, gaya hidup seseorang bisa saja meningkat. Kadang, suami pejabat nan sederhana, namun isterinya sosialita bergaya hidup mewah. Kan pusing pula kepala!

Tambah lagi jika tidak kuat iman, tergoyahlah hati untuk korupsi. Maka dari itulah, penting pula digelar siraman rohani di lingkungan pejabat negeri ini. Tidak rakyat saja yang diceramahi, melainkan pemimpinnya pula.

Sejatinya, korupsi itu tidak akan bertamu kepada orang-orang yang punya iman dan takut dengan Tuhan. 

Jikapun korupsi bertamu, tentu pintu-pintu pejabat sudah terkunci rapat berlapiskan kokohnya iman. Untuk itulah, dalam memilih pemimpin nanti kita perlu mendahulukan kriteria beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun