Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Dokter yang Mengajari Jangan Melihat Hasil

30 Maret 2018   10:54 Diperbarui: 31 Maret 2018   02:59 3465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: www.homestratosphere.com

20 tahun lalu, seorang perempuan bertanya di kanal atau lebih dikenal dengan parit/jalur daerah transmigrasi di Pantai Timur Sumatra Selatan, di atas jembatan kayu melengkung di depan Kantor UPTD Transmigrasi. Apa yang akan kau lakukan ketika kau dan aku sudah menua?

Pertanyaan itu sederhana. Pertanyaan itu seakan melangkahi waktu ke masa depan.

Lah,  sang lelaki yang sedang jatuh cinta diberi pertanyaan seperti itu, tentu saja gelagapan. Mau menjawab apa? Menikah saja belum. Pertanyaan itu langsung menghujam tepat ke ulu hati si lelaki.

Mengetahui si lelaki tak bisa menjawab. Si perempuan itu lalu berjalan ke Puskesdes yang berhadapan dengan kantor UPTD Transmigrasi.

"Dok, pasiennya siap melahirkan," kata seorang bidan jaga ketika kami baru saja sampai di halaman.

Si lelaki tak berani mendekati Puskesdes karena tak tahan mendengar teriakan pasien yang kesakitan dan perintah serta penguatan dari dokter.

Si lelaki berdiri di pagar bambu yang dibangun oleh si dokter. Pagar yang sederhana. Rapi dan bertinggi tidak lebih dari tujuh puluh lima sentimeter.

Pintu masuknya juga dari bambu yang dibagi dua dengan lebar masing-masing satu meter. Pintu yang lebar dimaksudkan untuk memudahkan warga dan pasien masuk ke Puskesdes.

"Pagar kubuat, hanya untuk menghalangi kambing agar tidak makan kembang dan rumput. Aku suka kembang dan halaman berumput," ujar sang kekasih enam bulan lalu.

Bunga mawar putih yang dibawa dari Palembang bertumbuh indah. Di bentuk dan dipotong tangkainya sehingga bunga mawar putih yang mekar indah dinikmati dari teras rumah dinas.

Bibit rumput yang dulu juga dibawa dari Palembang sudah tumbuh memenuhi halaman rumah dinas dan juga Puskesdes yang bersebelahan. Waktu si lelaki membawa empat potong bibit rumput berukuran tiga puluh kali tiga puluh sentimeter, sempat ditertawakan oleh serang, pengemudi perahu cepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun