Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Yang Jadul yang Keren

11 Juni 2019   21:23 Diperbarui: 13 Juni 2019   23:17 1555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemeran Lupus | Kolase Tribunnews.com

Delapan, kebiasaan main zaman jadul. Zaman dulu, belum ada gawai atau internet, sehingga sepulang sekolah biasanya anak-anak suka bermain ke rumah teman, tetangga, atau melakukan aktivitas bermain di luar rumah dengan anak-anak lainnya. Main sepeda, karet, congklak, bekel, petak umpet, tak jongkok, monopoli, ular tangga, kelereng, layangan, tak benteng, dsb adalah beberapa permainan yang biasa dilakukan anak-anak zaman jadul.

Tak heran kalau generasi jadul adalah generasi yang lebih terampil bersosialisasi, grapyak (ramah, bahasa Jawa), serta lebih sehat dalam hal fisik dibanding anak-anak sekarang yang pasif dan individual karena lebih suka melihat/bermain gawai.

Sembilan, becak. Waktu becak dihapuskan dari Jakarta, saya sedih. Itu moda transportasi yang mengantar saya pulang dan pergi dari rumah dan sekolah setiap hari.

Ketika tidak bisa lagi naik becak, coto (kehilangan, bahasa Jawa) sekali rasanya. Tidak ada yang bisa mengalahkan perasaan menyenangkan ketika naik becak meski masih banyak alternatif transportasi lain yang bisa digunakan.

Mau naik bajaj, bemo, bus, metromini, mikrolet, motor, KRL, bus tingkat, bahkan taxy online sekali pun, tidak ada yang seasyik kena angin sepoi-sepoi saat naik becak.

Beruntung, sekarang saya tinggal di Solo, sehingga masih bisa naik becak di dalam kota. Tapi, entah sampai kapan moda transportasi ini dapat bertahan melawan arus perubahan zaman.

Terakhir, harga zaman jadul. Waktu SD, uang seratus sampai dua ratus rupiah itu sudah cukup buat saya untuk merasa kenyang selama di sekolah. Dengan duit segitu, saya sudah bisa beli siomay, atau kue cubit, atau nasi goreng, atau bihun goreng, atau pempek, plus minuman.

Bahkan, pada saat kuliah, saya juga masih bisa cukup survive seharian menghadapi berbagai mata kuliah dan praktikum di laboratorium dengan uang 2000 rupiah.

Sekarang, uang segitu mana cukup, bahkan untuk jajan anak yang belum sekolah. Bayangkan jika saat SD dulu saya punya uang 2000 rupiah untuk jajan sehari di sekolah. Bisa untuk traktir jajan teman sekelas tuh. Asyik kan.

Gimana, ada yang berubah pikiran sekarang untuk suka sama yang jadul-jadul?  

Welcome to the club :-)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun