Mohon tunggu...
Nuzul Mboma
Nuzul Mboma Mohon Tunggu... Peternak - Warna warni kehidupan

Peternak ayam ketawa & penikmat kopi nigeria.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Uang Palsu

28 September 2019   11:54 Diperbarui: 28 September 2019   12:23 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jangan-jangan palsu!

Pemerintah pun seolah tak ingin kalah berita dengan cara memasang reklame berukuran raksasa di setiap tepi jalan raya. "Bahaya uang palsu disekitar kita." Beberapa bulan sebelum Amir memutuskan untuk bergelut dengan pekerjaan ini, Dia tak kepikiran akan dampaknya secara luas seakan merongrong perekonomian negara. Tapi disitulah sekali lagi berjudinya moral dan lilitan perut. 

Amir tak ambil pusing. Suatu hari kepulangannya dari kota jakarta yang terkenal dengan hukum rimbanya membuat Dia harus terhempas kembali. Pulang. Ke tanah kelahirannya akibat persaingan hidup yang kejam di ibukota. Bermodalkan ijazah smp dan semangat berlipat ganda tak cukup untuk menjinakkan tanah rantauan sekeras ibukota. 

Amir, salah satu dari ratusan bahkan ribuan manusia yang kesekian kalinya harus tersingkir, terhempas ke pinggiran kota jakarta yang mayoritas penduduknya bermukim di tepi kanal jembatan Empat Lima tempat berlindungnya para transmigran dan pendatang dari kelas sosial rendah yang masih bertahan menggantungkan nasibnya di kota jakarta.

Jika musim penghujan datang, diatas jembatan ini dijadikan pijakan bagi bocah-bocah yang menceburkan diri bermandi ria di permukaan air kanal yang tergenang hingga sebatas leher. Airnya mengalir tiada henti hingga bermuara ke lautan lepas. 

Mayoritas manusia yang mendiami kampung itu dari beragam latar belakang dan profesi. Sebagian dari mereka memiliki hobi yang sama yaitu mancing. 

Hanya ikan gabus yang sanggup berkembang biak di kanal ini dan harga jual lumayan tinggi. Jangan harap ikan gabus  akan tersangkut di kailmu jika bukan anak kodok sebagai umpannya. Separuh penduduk  juga beternak anak ayam warna-warni untuk dijual ke bocah sekolah dasar. 

Amir termasuk salah satu warga yang hobi memancing ikan gabus sekaligus berdagang anak ayam di sekolah-sekolah. Anak ayam itu memiliki warna beragam dari hijau, kuning, merah yang sudah dicelupkan kedalam se-ember air bercampur kesumba. Inilah yang menarik bagi bocah-bocah sekolahan untuk membeli dan memelihara anak ayam itu. Wajah Amir tanpa kumis, rambut cepak ala militer dan mukanya dipenuhi jerawat. 

Kata istrinya, suaminya itu jarang mencuci mukanya sebelum tidur. Minggu depan usianya menginjak 24 tahun. Selain itu, Dia juga pernah bekerja dari bisnis narkoba, berjualan teka-teki silang di lampu merah sampai mencoba peruntungan sebagai debt kolektor setahun di jakarta yang beresiko tinggi bagi nyawanya. Itupun tak cukup menghidupi Istri dan anak adopsinya.

Melihat peluang sangat kecil untuk bertahan hidup di jakarta. Pertengahan desember Dia memutuskan pulang ke tanah kelahirannya. Berbulan-bulan di kampung halaman, bukannya mendapatkan kepastian hidup yang jelas. Malah sebaliknya. 

Hidupnya terlunta-lunta bak di jakarta silam dan makin tidak karuan. Belum juga mendapatkan kerja akibat krisis moneter yang melanda tahun ini berdampak hingga ke seluruh sendi kehidupan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun