Mohon tunggu...
Nury Ajalah
Nury Ajalah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tak Ada Rotan Akar pun Jadi, Ahok Tak Ditahan? Bisa Jadi

28 April 2017   04:57 Diperbarui: 28 April 2017   14:00 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Kumparan.com

Bangsa ini sudah stadium 4 darurat adil penegakan hukum. Tukang tusuk sate update status di FB, dihukum 10 tahun penjara. Nenek-nenek tua ronta ngambil kayu sebatang, juga dihukum 1 tahun penjara. Sementara sang penista agama (Ahok) yang sudah membuat gaduh jutaan umat Islam se jagat raya, hanya dihukum seperti nenek-nenek yang mencuri kayu tadi. Bedanya, tuntutan Ahok hanya ditambah masa percobaan 2 tahun, layaknya anak SMK yang sedang magang di sebuah perusahaan. Pake dites segala.

Kejaksaan yang awalnya menjadi intitusi negara harapan rakyat, kini beralih fungsi menjadi pelindung sang penista. Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang awalnya memberikan tuntutan hukum paling berat (maksimal), kemudian hakim memutuskan dan menengahkan tuntutan tersebut, kini JPU sudah beralih fungsi memberikan tuntutan hukum yang paling ringan.

Pasal 156 KUHP mengamanatkan, “Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Bisa dilihat, JPU tidak memberi tuntutan hukuman maksimal kepada Ahok yakni empat tahun penjara, tapi hanya 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.Padahal, yurisprudensi hukum kasus Ahok sudah banyak. Seperti Permadi, Lia Eden, Asrwendo, Ahmad Musadek, dan Rusgiyani Andrew Handoko.

Dengan entengnya JPU mengatakan, bahwa perbedaan hukuman untuk Ahok dibanding Permadi, Lia Eden, Asrwendo dan lain-lain, karena Ahok telah berjasa kepada negara. Jasa tersebut, menurutnya, karena Ahok pernah menjabat sebagai Gubernur. Entah logika apa yang dipakai oleh si Jaksa. Ahok yang banyak memakan uang negara, digaji oleh negara dengan uang rakyat, kok malah dibilang berjasa. Justru seperti Permadi, Asrwendo, Lia Eden dan lain-lain itulah yang sebenarnya berjasa kepada negara. Karena mereka tak pernah memakan uang rakyat seperti Ahok.

Publik sebenarnya sudah mulai curiga. Sebelumnya, agenda sidang Ahok yang ke-18, pembacaan tuntutan ditunda. Alibinya, Jaksa beralasan karena materi yang akan dibacakan belum rampung. Tak berlangsung lama, kapolda Metro Jaya meminta pengadilan menunda sidang pembacaan tuntutan. Nah, pada titik inilah yang patut dicurigai. Semacam ada konspirasi terselubung antar institusi negara. Patut dicurigai.

Tentu publik bertanya-tanya, mengapa hasil tuntutan yang dibacakan JPU untuk Ahok sangat ringan? Mari kita kulik.

Saat ini, Pemimpin Kejaksaan Agung Republik Indonesia adalah HM. Prasetyo. Ini sudah menjadi rahasia umum, bisa dilihat profilnya. Bahwa HM. Prasetyo merupakan salah satu petinggi Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Dan, Nasdem merupakan partai yang sedari dulu mendukung Ahok. Termasuk di Pilkda DKI kemarin. Dengan begitu, tak mudah bagi Prasetyo untuk menginstruksikan kepada bawahannya (JPU) agar ketika pembacaan tuntutan, Ahok diberi tuntutan hukuman yang ringan. Maka jangan heran bila JPU kemarin tidak memberi tuntutan hukuman maksimal kepada Ahok.

Dugaan ini semakin kuat karena sebelumnya HM. Prasetyo pernah menyatakan dengan tegas, bahwa Ahok tidak terbukti melakukan penistaan agama.

Mari kita lihat keputusan akhir bagaimana hakim akan memvonis Ahok nanti. Apakah akan lebih ringan daripada tuntutan jaksa, atau malah sebaliknya lebih berat. Namun, satu hal yang harus diperhatikan. Umumnya, dalam banyak kasus hakim selalu menjatuhkan vonis lebih ringan daripada tuntutan jaksa. Salah satu contoh adalah kasus Ariesman Widjaja. Jaksa yang awalnya menuntut Ariesman 4 tahun penjara dan denda Rp.250 juta subsider 6 bulan penjara, hakim hanya memvonis Ariesman dengan hukukam 3 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 3 bulan.

Nah, untuk kasus Ahok. Jika Jaksa Penuntut Umum saja sudah menuntut hukuman ringan kepada Ahok (1 tahun penjara dengan 2 tahun masa percobaan), maka bukan tidak mungkin hakim akan menjatuhkan vonis hukuman kepada Ahok yang lebih ringan. Jika dalam pasal 156 KUHP hukuman maksimalnya “empat tahun penjara dan denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” Bisa jadi, hakim hanya memvonis Ahok dengan hukuman paling ringan, yakni hanya disuruh membayar denda “EMPAT RIBU LIMA RATUS RUPIAH.” Luar biasa. Benar-benar sesuai pernyataan al-mukarrom Pak Haji Muhammad Prasetyo. Ahok tidak terbukti melakukan penistaan terhadap agama Islam.

Sah, sepakat…!!

Ketok palu dua kali….!!

Salam Kompasiana__

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun