Mohon tunggu...
Andi Nur Fitri
Andi Nur Fitri Mohon Tunggu... Konsultan - Karyawan swasta

Ibu dua orang anak, bekerja di sekretariat Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia Komisariat Wilayah VI (APEKSI Komwil VI)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Beyond The Tangram

24 September 2018   15:46 Diperbarui: 25 September 2018   09:17 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari sudah menjelang terik, ketika ratusan anak kecil perwakilan sekolah TK se kota Makassar diperintahkan berkumpul di sebuah panggung lapangan upacara milik pemerintah propinsi Sulawesi Selatan. 

Hari itu tanggal 1 september 2018, masih dalam semangat memeriahkan ulang tahun Negara kita, Indonesia yang ke 73. Mereka pun kemudian duduk bersila di atas lantai, tanpa beralaskan apapun, dan di hadapan mereka masing-masing telah tersedia meja pendek sebatas dada mereka.

Salah satu dari anak-anak tersebut, adalah anak saya yang bernama Daffa Alfarabi. Akrab dipanggil Daffa. Umurnya lima tahun tiga bulan. Ia merupakan salah seorang utusan sekolah untuk mengikuti lomba tangram. 

Sebuah permainan yang seingat saya baru muncul dengan istilah tersebut, tangram, yang dahulu mungkin sangat identik dengan permainan menyusun balok.

Daffa duduk dengan tenang di barisan keempat dari belakang. Sebelum bertanding, biasanya saya hanya memberikan wejangan untuk menjaga fokus, percaya pada diri sendiri, mulai dengan doa, dan kata-kata paling ampuh; "Do your best sayang". 

Frasa terakhir ini biasanya saya ucapkan sembari mengusap kepala mungilnya dan mencium keningnya.  Ia selalu mengangguk pertanda ia memahami apa yang sebenarnya harus dilakukan ketika berlomba.

Saya dan suami memang tipikal pasangan yang tidak terlalu banyak mendikte anak-anak melakukan sesuatu.  Memberikan pengarahan dan pertimbangan tentu saja sering kami lakukan, tapi ketika dalam sebuah kompetisi, seseringnya kami hanya melakukan briefing sejenak dalam keadaan santai atau semalam sebelum pertandingan agar anak-anak percaya pada kemampuan mereka sendiri.

Bentuk-bentuk tangram telah dibagikan oleh panitia, satu paket dengan perekatnya dalam wadah mangkuk es krim kecil dilengkapi sendok kayu yang digunakan untuk merekatkan bentuk-bentuk tersebut menjadi sebuah arti. Dari kejauhan saya hanya melihat Daffa  yang sesekali mendongakkan wajahnya, mungkin saja mencari-cari saya  untuk mendapatkan dukungan. 

Demikian pula anak-anak yang lain, mereka kadang menengok kanan dan kiri, seolah menginginkan sang ibunda atau ayah yang datang mendampingi mereka untuk mendekat. Daffa yang menoleh ke arahku, hanya kuperingatkan dengan isyarat kedipan mata kanan atau kiriku, berharap ia dapat menikmati lomba tersebut dengan rileks, tanpa beban apapun.

Sebelum dimulai  panitia telah memberikan pengarahan kepada anak-anak, guru-guru pendamping dan orang tua murid yang memenuhi hampir semua bahu kiri kanan, depan belakang panggung  upacara tersebut. Kepada anak-anak, panitia berpesan untuk tenang dan fokus pada tangram yang akan dibuat. 

Pun kepada guru-guru dan orang tua pendamping, mereka diharapkan untuk menjaga ketenangan, tidak bising, bahkan diminta untuk sedikit menjauh dari pembatas tali sekeliling panggung yang telah dipasang oleh panitia, kecuali beberapa orang guru yang membantu panitia menjadi pengawas lomba.

Lomba pun dimulai, anak-anak sudah ada yang mulai menempelkan tangram masing-masing ke atas kertas putih yang telah disediakan. Mereka lebih banyak fokus pada media yang ada di depan mereka. Dari jauh saya sempatkan mengintip Daffa yang juga sudah mulai mengeluarkan tangram dan menempelkannya ke atas kertas. Sedari tadi pula saya menyaksikan beberapa orang tua, khususnya kaum  ibu sedikit demi sedikit bergeser mendekati panggung dan tali pembatas. Dan apa yang mereka lakukan?

 Tak sedikit dari mereka memberikan isyarat kepada anak masing-masing untuk membetulkan bentuk, memberikan arahan ataupun kata-kata petunjuk kepada anak-anak yang berlomba. Karena keadaan yang demikian, panitia terdengar beberapa kali mengeluarkan peringatan agar mereka diam, dan membiarkan anak-anak mengeluarkan ide murni mereka. Bahkan sampai ancaman diskualifikasi pun sempat terlontar dari seorang panitia, yang mungkin kesal dengan perilaku orangtua yang tak sportif tersebut.

Saya yang menyaksikan keadaan di atas sempat merasa geli dan menggelengkan kepala, betapa usia mereka tidak berbanding lurus dengan kedewasaan memahami peringatan panitia. Bahkan menurut saya, perilaku semacam inilah yang membuat anak-anak lain menjadi terganggu konsentrasinya menjalani lomba. 

Saya pun menyaksikan tidak ada anak yang didiskualifikasi, jika merujuk pada ancaman panitia sebelum lomba dimulai. "Yah, beginilah mungkin negeri kita, lebih banyak mengancam atau gertak sambal belaka, tetapi implementasinya tidak sepenuh hati...kasihan anak-anak yang sedari tadi fokus tanpa mengharapkan bantuan dari orang tua", gumamku dalam hati.

Akhirnya perlombaan tangram itu selesai, kurang lebih dua jam. Daffa selesai dan telah mengumpulkan karyanya kepada panitia. Dari jauh saya sempat menjepretnya, dan yang ia kerjakan adalah sebuah "ketertidaksusunan", yang saya juga bingung untuk menjelaskannya. Selesai mengumpulkan karyanya, ia berlari ke arahku sambil membawa susu dan makanan ringan yang dibagikan oleh panitia.

 Setelah  sedikit memujinya karena ia tenang mengikuti lomba, kubiarkan ia duduk sejenak di bawah pohon rindang yang masih satu kawasan dengan panggung lomba sambil menyeruput susu coklatnya. Pelan-pelan kutanyakan padanya, tentang "keterhamburan" apa yang dibuatnya di atas secarik kertas putih itu.

Sedotan susu dilepaskan dari kedua bibirnya, dengan percaya diri Daffa menjelaskan padaku dalam bahasa inggris "I made a ruin castle of angry bird, because he left it for few days Ummi..." matanya yang masih menyala-nyala menandakan kepercayaan dirinya, mungkin karena konsep yang ada di kepalanya telah berhasil ia konkretkan. Hatiku berprasangka baik kepada anakku. 

Saya mencoba mengangguk untuk memperlihatkan persetujuan kepadanya, meskipun pikiranku masih bingung dan merasa lucu. Bingung karena saya tidak pernah membiarkan ia menonton ataupun bermain game angry bird, yang saya juga sebenarnya asing dengan film dan game tersebut. Lucu karena saya tidak menyangka, Daffa akan sebebas itu membuat bentuk dari tangram-tangram yang ada di tangannya.

Pertanyaan tentang angry bird dalam diriku masih kusimpan, sambil menyapa orang tua lain yang saya kenal, saya bercerita kepada guru kelasnya tentang apa yang dilakukan oleh Daffa hari ini. 

Sang guru pun menjelaskan, bahwa ketika berlatih di sekolah beberapa hari sebelum lomba, ia membuat sebuah kereta api dan bunga matahari, tapi mungkin saja hari ini ia tidak lagi terinspirasi oleh prakarya tangramnya beberapa hari lalu di sekolah. Kami pun lantas tertawa dan kembali saling bercerita sambil menunggu pelombaan lain yang sedang dan akan dilaksanakan.

Singkat cerita, beberapa hari berlalu. Cerita tentang perlombaan tangram itu pun sudah diketahui oleh suamiku. Ia pun heran karena tidak pernah memberikan tontonan itu kepada Daffa. 

Sampai suatu siang hari libur saat kami sedang makan bersama, Daffa bercerita bahwa ia mengetahui kisah angry bird dan kastilnya yang hancur dari gadget sepupunya yang pernah berlibur ramadhan di rumah  kami. Mereka pernah nonton bersama dan bermain game tersebut. Akhirnya misteri angry bird itu terkuak, kami sekeluarga tertawa sembari tetap menikamti santapan siang hari itu.

Kembali ke persoalan lomba tangram, meskipun Daffa tidak mendapat juara, saya tetap bersyukur. Setidaknya ia telah bertanggungjawab terhadap imajinansinya sendiri. Ia telah berupaya merealisasikan apa yang menjadi keinginannya, tanpa paksaan dari pihak manapun. 

Ia mampu mengolah alur pikirnya sendiri. Ia sudah mandiri terhadap keputusannya, di usianya yang masih kecil. Jack Ma, pendiri Alibaba pernah mengatakan dalam Beijing Network Operators Meeting yang diselenggarakan pada 17 Maret 2008 bahwa always keep in mind these three principles: what you want to do, what you should do, and for how long you should do it (Suk Lee and Bob Song, 2016)  

Sebagai ibunya, saya hanya berdoa, semoga suatu saat Daffa mampu membuat terobosan yang berguna bagi banyak orang, bermanfaat bagi Agama dan Negaranya. Menjadi pemimpin dunia yang memiliki cara berpikir out of the box, yang mampu menggulingkan semua kejumudan hidup ini. "Tetaplah berjalan di atas fitrah kesuksesan Nak, teruslah berkarya, merdekakan hati dan pikiranmu. Amin ya Rabbi, Kabulkanlah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun