Mohon tunggu...
Nol Deforestasi
Nol Deforestasi Mohon Tunggu... Petani - profil
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Nusantara Hijau

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Petani di Antara Bulog dan Mafia Beras

4 April 2019   16:58 Diperbarui: 4 April 2019   17:26 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani. ANTARA FOTO/Aji Styawan

Bahkan kabarnya tak jarang di lapangan Bulog harus bersaing dengan truk-truk tengkulak tengah menunggu untuk membeli panenan petani. Belum lagi "serangan fajar" yang dilancarkan para tengkulak, yang kerap kali ampuh membuat para petani "berpindah hati."

Sebagai informasi, pasokan yang melimpah karena panen membuat harga gabah kering panen (GKP) di beberapa wilayah anjlok hingga jatuh ke angka Rp3.500 per kg atau berada di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) gabah di tingkat petani sebesar Rp3.700 per kg. Harga tersebut, menurutnya juga jauh dari rekomendasi Presiden Joko Widodo yang mengingingkan harga gabah berada di kisaran Rp4.070 per kg atau di level yang sama seperti HPP dengan fleksibilitas 10%.

HPP Hambat Kerja Bulog

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman menilai, kecenderungan logis petani untuk menjual gabah panen ke para tengkulak bisa jadi bermuara pada rendahnya patokan harga yang dimiliki Bulog.

Instrumen stabilisasi pasar yang dimaksudkan menjadi kunci untuk melindungi dan menyejahterakan petani, justru berlaku sebaliknya karena penetapan harga yang terlalu rendah bagi petani.

"Adanya HPP justru menghambat kerja Bulog untuk menyerap gabah dan beras dari petani," katanya.

Dia mengingatkan saat ini Bulog harus membeli gabah pada kisaran Rp 4.030/kg, sedangkan BPS pada Februari lalu mencatat harga gabah ada di kisaran Rp 5.114/kg, dengan kualitas terendah ada di angka Rp4.616/kg. Angka tersebut jauh dari patokan harga yang dimiliki Bulog, sehingga tidak tertutup kemungkinan petani memutuskan untuk menjual ke tengkulak. Hal ini sendiri pada akhirnya justru membawa kepada terganggunya stabilitas harga beras di pasaran.

Selain itu, ujar dia, Bulog juga dinilai menghadapi kesulitan untuk melakukan penyerapan karena kanal penyaluran Bulog yang hilang semenjak perubahan skema program bantuan Rastra Penerapan HPP membuat daya serap Bulog terhadap beras petani menjadi kurang fleksibel.

Adanya pengalihan dari Rastra ke program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)/voucher pangan, penerima bantuan memiliki akses terhadap jenis beras lain sehingga beras Bulog tidak menjadi satu-satunya opsi beras bantuan.

"Hal ini mengakibatkan permintaan beras Bulog berkurang," kata dia.

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Pertanian sendiri menyatakan tengah berupaya mengintervensi harga gabah dengan menetapkan HPP dan harga eceran tertinggi (HET) sebagai bentuk pengawasan harga dasar. Dengan upaya kebijakan tersebut, diharapkan harga jual di tingkat petani tidak menjadi anjlok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun