Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - suka nulis dan ngedit tulisan

Lagi gemar nulis apa yang disuka aja

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kiat Memperkuat Daya Ingat

17 April 2024   02:37 Diperbarui: 17 April 2024   02:46 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kiat Memperkuat Daya Ingat

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

 

Mohon izin mengunggah artikel lawas dengan harapan masih bisa didayagunakan.

Penulis masih mengingat secara jelas materi pelajaran Psikologi Perkembangan saat di bangku SPGN Tulungagung yang diampu oleh almh. Ibu Dra. Dartirini (mutasi ke SPGN Malang). Bahkan, masih pula terbayang-bayang bagaimana gaya mengajar dan berbicara beliau! Padahal, sudah berlangsung lebih dari lima dasawarsa. 

"Perkembangan itu mengikuti urutan PB -- kemat -- PB -- kemat ... demikian seterusnya ...," ujar beliau kalem. 


Mengapa hal itu terjadi?

Beberapa  tipe pembelajar, misalnya auditif, visual, motorik, atau gabungan di antaranya. Tipe auditif jika sang pembelajar mudah mengikuti dan mengingat materi pelajaran dengan memanfaatkan 'pendengaran'. 

Misalnya, seseorang yang mampu mengingat, menghafal, dan selanjutnya menyanyikan sebuah lagu hanya dengan mendengarkan lagu tersebut berkali-kali. Mereka  yang bertipe visual mampu mengingat dan menghafal materi pelajaran dengan lebih baik jika guru membawa alat peraga visual seperti benda yang sesungguhnya, tiruan benda, atau gambar berwarna dari benda itu. 

Menyajikan pelajaran kepada kelompok kedua ini benar-benar membutuhkan media yang memanjakan indera 'penglihatan'. Mereka  yang bertipe motorik harus mencoba melakukan atau menerapkan teori secara praktis. 

Misalnya, seseorang yang sedang belajar memasak atau menjahit harus langsung melakukan hal tersebut. Tanpa melakukan, pemahaman dan ingatan mereka akan blank belaka. Sementara, jika bertipe gabungan sang pembelajar harus mendayagunakan berbagai indera sekaligus.

Adanya berbagai tipe siswa yang sangat individual personal dan unik ini menuntut kreativitas tersendiri. Guru harus memahami kebutuhan masing-masing siswa. Karenanya, sangat bijak jika guru mampu melayani semua jenis kebutuhan siswanya. Untuk yang bertipe auditif, guru memanjakan siswa dengan suara lantang, jelas, dan apalagi jika sesekali diselingi nyanyian atau gaya berbicara suku lain (dialek Madura, Bali, Batak) dan sebagainya. 

Yang bertipe visual mampu menyerap materi karena guru memanfaatkan kapur/spidol warna-warni, memberikan model diagram atau mind map di papan tulis, dan menggunakan media pendukung. 

Sementara, sebagai pelayanan terhadap siswa yang berkebutuhan akan kemampuan motorisnya, mereka diminta menunjukkan, mencoba, menuliskan, dan lain-lain.

Otak manusia sebagaimana hard disk pada komputer memiliki kemampuan istimewa sekian juta megabites dalam mengingat. Sementara itu, ada berbagai tipe ingatan, misalnya ingatan yang setia, panjang, dan tahan lama. Agar apa yang diperoleh siswa tersimpan secara baik dan dalam jangka waktu lama dalam memori ingatannya, guru dapat memanfaatkan titian ingatan atau lazim disebut jembatan keledai.

Mengajar secara ceramah memang sudah kuno. Namun, guru masih perlu memberikan informasi secara ceramah ini. Siswa pun masih membutuhkan penjelasan secara informatif. Inilah saatnya guru memanfaatkan jembatan keledai tersebut ("Akronimisasi: Jembatan Keledai", Malang Post, 12 April 2009). 

Caranya  tidaklah sulit, hanya memerlukan sedikit kreativitas. Toh sebenarnya, hal ini sudah pernah kita peroleh sejak kita bersekolah di SD. Guru-guru kita zaman dulu juga memanfaatkannya. 

Misalnya untuk mengingat berbagai warna 'pelangi' kita terbantu oleh adanya jembatan keledai mejikuhibiniu (akronim dari merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu). 

Ibu Dartirini dengan, "PB -- kemat -- PB -- kemat" sambil menggambar tangga ke arah atas. PB adalah proses belajar, kemat adalah kematangan. Nah, proses belajar harus diikuti kematangan, dan selanjutnya kematangan yang diikuti proses belajar akan membawa hasil maksimal! Penulis pun masih mengingat beberapa nama sungai di Sumatera karena seorang guru memberikannya dengan sebuah lagu, "Musi, Batanghari, Indragiri, Kampar, Siak, Rokan, dan Asahan dari Toba ke Selat Malaka" (maaf, penulis tak menyertakan notasinya).

Dalam rangka menyiasati keterbatasan daya ingat, penulis memberdayakan titian ingatan. Sebagai contoh, dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan materi karya tulis ilmiah sederhana di kelas IX SMP, siswa harus memiliki pengetahuan dan kemampuan menuliskan daftar pustaka. Selain diminta mencermati Daftar Pustaka yang ada di beberapa buku (maaf, kadang-kadang ada yang tidak sesuai aturan) guru pun memberikan aturan penulisan secara teoretis.

Penulisan daftar pustaka harus mengikuti aturan secara internasional, yakni nama pengarang yang memiliki dua kata atau lebih harus dibalik. Artinya, kata terakhir pada nama pengarang justru diletakkan di depan, kemudian diikuti kata berikutnya. 

Nama pengarang yang sudah disusun dengan pembalikan tersebut diurutkan secara alfabetis. Kemudian, dituliskan tahun terbit buku yang dirujuk, judul buku yang dirujuk (yang harus ditulis dengan huruf miring), kota tempat buku tersebut diterbitkan (yang diakhiri dengan tanda baca titik dua), dan diikuti nama penerbitnya.

Bayangkan, mengikuti satu paragraf petunjuk secara ceramah di atas, alangkah susah mengingatnya! Inilah gunanya titian ingatan atau jembatan keledai itu. Memberitahukan kepada siswa teori penulisan Daftar Pustaka tersebut, penulis memberi pengingat cara cepat "Pen. Ta. Ju. Ko: Bit." Akronim dari Penulis. Tahun. Judul. Kota: Penerbit.  (Inilah The King of Fastest Solution keunggulan Ganesha Operation). Juga dapat diasosiasikan dengan mengandaikan siswa sedang njajan bakso di kantin. Ingatkan apa yang mereka beli:  penthol, tahu, jus, kopi, biting. Dengan atau sambil membayangkan menyantap semangkok bakso dengan isi favorit penthol dan tahunya, segelas jus, secangkir kopi, dan diakhiri pengambilan 'biting' lidi tusuk gigi. Asyik, kan? Hal yang semula sulit, menjadi gampang!

Jika disodori soal tentang penulisan daftar pustaka, misalnya Azab dan Sengsara yang ditulis Merari Siregar tahun 1977 diterbitkan Balai Pustaka di Jakarta, siswa langsung mampu menuliskan deretan petunjuk penulisan daftar pustaka di atas, menjadi : Siregar, Merari. 1977. Azab dan Sengsara. Jakarta: Balai Pustaka. Untuk memanjakan mereka yang bertipe motorik, siswa diminta menuliskan daftar pustaka berikutnya di papan tulis. Buku yang dirujuk berjudul Pengkajian Puisi karangan Rahmat Djoko Pradopo yang diterbitkan Gajahmada University Press Yogyakarta tahun 1990. Cobalah cek dan ricek kemampuan mereka!

Masih banyak lagi titian ingatan penulis, misalnya telur sekotak mana udangnya untuk mengingatkan berbagai unsur intrinsik sastra yang terdiri atas tema, alur, setting, tokoh, watak, amanat, sudut pandang, nilai, dan gaya (bahasa/mengarang). Asi-asi melu mampet netes sia-sia untuk jenis perubahan makna, (Ameliorasi, Peyorasi, meluas, menyempit, Sinestesia, Asosiasi) dan masih banyak yang lain (menunggu Bapak/Ibu guru mencipta dan melaporkannya di media ini). Penulis yakin, dengan sedikit kreativitas sambil melayani berbagai tipe siswa, guru dapat membantu memaksimalkan daya ingat memanfaatkan titian ingatan ini. Pada  gilirannya, prestasi siswa pun meningkat. Semoga dapat menginspirasi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun