Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Di Balik Pawai Paskah di Timor

21 April 2019   14:46 Diperbarui: 21 April 2019   16:24 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Raya Paskah merupakan salah satu hari raya peringatan kebangkitan Yesus Kristus. Kebangkitan Yesus Kristus merupakan bukti kemenangan atas maut dan dunia.

Dalam rangka memperingati hari raya paskah, umat Kristen selalu melakukan beberapa kegiatan untuk merayakan Kemenangan Yesus Kristus atas maut sekaligus ucapan syukur kepada Tuhan Yesus yang telah memberi dirinya untuk menebus dosa manusia.

Biasanya, perayaan Paskah identik dengan telur paskah. Di beberapa negara dan beberapa daerah di Indonesia seperti di Paroki Fransiskus Asisi, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta dilakukan dengan menyelenggarakan tablo kisah sengsara Yesus Kristus. Rangkaian jalan salib dilakukan dengan budaya Nusantara.

Sedangkan di Pedalaman Timor khususnya Kabupaten Timor Tengah Selatan, masyarakat merayakan Paskah dengan Pawai Obor. Seperti yang dilakukan di salah satu Jemaat Gereja di Desa Mauleum, Kecamatan Amanuban Timur.

Pawai biasanya dikenal dibeberapa kalangan dengan sebutan Parade yang merupakan iring-iringan sekelompok orang yang dilakukan untuk memperingati atau merayakan sesuatu. Dalam pawai ini, biasanya diiringi dengan drumband atau alat musik dan lain sebagainya untuk meramaikan suasana.

Obor adalah tongkat dari bambu dengan bahan mudah terbakar (biasanya menggunakan sabut kelapa) di salah satu ujungnya, yang dinyalakan dengan api dan digunakan sebagai sumber cahaya. Tetapi dibeberapa tempat, bahan pembuatan obor berbeda seperti di Jepara obor adalah gulungan atau bendelan 2 (dua) atau 3 (tiga) pelepah kelapa yang sudah kering dan bagian dalamnya diisi dengan daun pisang kering.

Nah, rupanya obor telah digunakan sepanjang sejarah, dan masih digunakan dalam prosesi acara simbolis dan keagamaan, dan hiburan juggling sampai saat ini. Seperti di Desa Tegal Sambi, terdapat salah satu tradisi upacara tradisional yaitu perang obor.

Pawai Obor di Timor merupakan salah satu Parade yang dilakukan untuk memperingati hari raya Paskah atau hari kebangkitan Yesus Kristus. Biasanya, dilakukan oleh jemaat gereja yang dipimpin oleh pendeta dan majelis jemaat.

Sejak zaman dahulu, waktu pelaksanaan dilakukan pada pukul 03:00 pagi waktu setempat. Dilakukan dengan napak tilas dari salah satu titik ke tempat tujuan yang ditentukan oleh panitia penyelenggara.

Napak tilas dan Pawai Obor ini juga merupakan perayaan umat Kristiani yang menghayati Via Dolorosa yang dilewati Tuhan Yesus menuju Bukit Golgota dan sekaligus sebagai tanda kemenangan atas maut.

Pawai ini diiringi dengan puji-pujian dan alat musik sepanjang perjalanan. Di beberapa tempat ditentukan titik-titik singgah untuk berdoa. Biasanya, di beberapa daerah dan jemaat gereja yang melakoni dengan drama penderitaan Kristus selama menjalani masa penyiksaan sampai dengan penyaliban.

Di Kupang, Perayaan Paskah diselenggarakan oleh Sinode GMIT yang melibatkan semua jemaat gereja. Setiap gereja, melakonkan sebuah drama yang diambil dari kisah Alkitab dari kitab Kejadian sampai kitab Wahyu.

Tidak kalah penting, dekorasi setiap gereja sesuai dengan adegannya. Pawai sinode GMIT ini dilengkapi dengan nuansa budaya yang pernah ditawarkan sebagai salah satu ritual wisata dunia.

Melalui Pawai Paskah ini, yang non Kristen pun ikut meramaikan dengan budaya daerah mereka. Biasanya, suku Jawa dan Bali yang sering menghiasi perayaan Paskah Sinode GMIT. Bagi kami ini adalah keberagaman yang harus dipupuk sehingga semua orang tahu bahwa NTT merupakan salah satu provinsi yang menunjukkan toleransi umat beragama paling tinggi di Indonesia. Ini adalah klaim yang berdasar bukan klaim sembarangan.

Hal yang sama ketika Pawai Obor yang dilakukan Jemaat Anugerah Mauleum tadi pagi. Ketika melewati lingkungan Muslim yang sedang berpesta dengan musik, mereka menonaktifkan musik sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada Kristen yang sedang merayakan hari raya Paskah.


Toleransi datang dari adanya penerimaan terhadap keberagaman dan siap untuk saling mengasihi, menghormati dan menghargai dalam sebuah bingkai keberagaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun