Mohon tunggu...
EM EM Diahmad
EM EM Diahmad Mohon Tunggu... Guru - m muslihat diahmad

abituren nw, alumnus iain yogya, pasca sarjana STIE Trianandra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menulislah dengan Hati

2 Juni 2017   13:26 Diperbarui: 2 Juni 2017   13:45 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menulis apa saja yang terlintas, menuangkan buah pikiran dalam bentuk goresan, bahkan coretan. Meramu ingatan yang terkuak dalam lintasan memori, yang kadangkala menguap. Menggores pena yang terlantar, mencatat kenangan dalam ingatan. Mengurai goretan benang yang terserak, menorehkan apa yang tertera di benak pikiran sadar kita. Mengurai kalbu yang positif, memunculkan gemuruh hati yang meronta, dan getaran jiwa yang kian berbunga.

Itulah tanda bahwa kita mempunyai inspirasi andalan, mencerminkan diri mempunyai semangat untuk tampil apa adanya, dan hadir dengan ide yang membuncah, yang menandakan diri kita masih ada, dan terus mempesona harapan nyata.

Menggoreskan pena, menata kata dan menulis apa yang terbayang, dan  tak  terkirakan. Simpul yang tak dapat dicerna oleh semangat dan nalar pikiran, namun didendangkan oleh gerakan otak kanan kita yang menyembul. Sambil mencari kegiatan yang bisa dibilang sebagai pembenaran untuk menemukan pelbagai kegiatan di waktu luang, atau menemukan dukungan aktivitas kreatif, amaliah keteguhan di kala senggang, dan mematri kesepian dengan kegiatan.

Dan, ketika itu tidak ada alasan yang bisa ditinggalkan. Semuanya dapat dikerjakan, tanpa menunda barang sesaat pun. Hidup, adalah suatu anugerah tak terbilang, sekaligus sebagai akumulasi kumpulan berbagai pilihan. Sebagai bentuk anugerah  dari Tuhan Yang Maha Memberi, dan patut kita syukuri. Dan sebagai sebuah pilihan yang harus kita tepati, sebagai pertanggung jawaban yang mesti kita jalani.

Hidup kita sangat tergantung pada pengalaman, yang secara nyata kita sadari. Pengalaman akan menjadi bermakna selama kita memandang waktu sebagai cakrawala netral yang menantang. Karenanya, waktu harus ditun-dukkan untuk diisi dengan berbagai gerak, amal yang memberikan kontribusi, mengambil dan memberi pada lingkungannya.

Gambaran kita terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalam waktu, akan menjadi alat pemicu diri untuk menampilkan wajah kita berdisiplin dengan waktu. Segala sesuatu ada parameternya, ada tolok ukurnya, karena hidup ini bukanlah ketidak sengajaan. Hidup, harus direncanakan dengan penuh kecermatan.

Suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, setiap kita selalu berhadapan dengan pilihan. Bahkan, ketika kita mengatakan, “Pokoknya, saya tidak mau mengambil keputusan, saya tidak mau memilih,” itu adalah sebuah keputusan untuk tidak mengambil keputusan, dan sekaligus sebuah pilihan untuk tidak memilih. Kita tidak bisa menghindar dari pilihan-pilihan yang setiap saat terhampar di hadapan kita, sehingga warna kehidupan yang kita alami sangat ditentukan dari cara kita memilih dan memainkan peran sesuai skenario yang kita inginkan. Sebuah ulasan sufiyah Toto Tasmara dalam bukunya “Kecerdasan Ruhaniah” (2001).

Apabila kita merasa menekuni suatu bidang dan ternyata bidang itu kita senangi pula, ini adalah suatu anugerah sekaligus pilihan kita yang pantas untuk dijadikan acuan pertanggung jawaban. Dan meraih kesejahteraan melalui kegemaran sarana yang ada di dalamnya, merupakan anugerah sehingga kita tidak pantas mengabaikan pada yang lain. Menulis adalah salah satunya.

Disamping kegiatan yang perlu kita tekuni di kala waktu senggang dan terus menulis apa saja yang terlintas di hati dan pikiran. Menulis perlu refresing, kalau tidak, nanti menjadi tidak sinkron apa yang dipikirkan dengan apa yang dikerjakan. Oleh karena itu hendaknya digunakan waktu ini seefektif mungkin.

Ada celah yang bagus dikala kita merenungkan kehidupan. Ada celah yang bernas di kala kita kesunyian. Ada celah yang bening di kala kita  kesepian. Di kala itulah tulisan akan menjelma menjadi mencerahkan, dan cakrawala mengkristal di pelupuk hati, serta segumpal jelajah bak embun pagi hari.

Di kala kita jalan-jalan pagi, terlintas orang lalu lalang. Ada yang berolah raga, ada yang jalan jalan menggandeng isteri dan anak-anaknya, ada yang bersepeda, dan ada pula yang sendirian, berlari-lari dan bahkan, ada pula yang tidak mempunyai kegiatan sama sekali. Apakah ada ruang kemalasan pada diri, atau memang tidak biasa beraktifitas di waktu secerah seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun