Mohon tunggu...
murdjani dada
murdjani dada Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Memaknai Intip Matahari di Gunung Bromo

23 Agustus 2017   08:32 Diperbarui: 23 Agustus 2017   13:34 1411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menempuh jalan jauh, begadan di dalam mobil dan menahan dingin di puncak gunung pada dinihari. Hanya ingin melihat kemunculan mentari.foto murdjani dada

Akhirnya memilih tempat yang agak tinggi saja agar bisa melihat mentari terbit.

Detik demi detik, sinar tipis seperti ukuran jarum, detik per detik, memancarlah sinar mentari yang ditunggu-tunggu dari mengejar, menunggu kedinginan.

Perjalanan yang melelahkan itu setelah melihat sinar matahari tidak langsung  pulang turun gunung. Dilanjutkan untuk melihat kawah gunung Bromo. Nah, di sini terlihat segi bisnis dari masyaraka setempat. Patut acung jempo, karena mobil punya batas parkir sekitar 400 meter dari tangga mendaki untuk sampai puncak gunung Bromo dan melihat lahar, jika gak mau lelah naik kuda yang dipegang talinya oleh pemilik kuda atau jalan kaki.

Jalan satu-satunya naik kuda mau lihat lahar. foto murdjani dada
Jalan satu-satunya naik kuda mau lihat lahar. foto murdjani dada
Bagi yang naik kuda harus bayar jasa penarik kuda, sedangkan jalan kaki, ya, pasti melelahkan, jalan dia atas pasir, tenaga terkuras ditambah terik matahari dan mengantuk karena kurang tidur. Bagi yang nekad jalan kaki, silahkan saja merasakan debu pasir karena hentakan kaki kuda yang lewat. Naik kuda biayanya per orang resminya Rp150 ribu. Ini bisa negonya pintar, jika tidak, ya, agak lebih dari itu.

Biasanya para guide dari awal naik mobil jeep mau menelusuri jalan ke arah Bromo sudah memberitahu jika mau pesan kuda melalui mereka saja, sehingga harga tidak dimainkan oleh penarik kuda di lapangan.

Bagi yang di Jawa Barat sebenarnya soal melihat kawah gunung ini tidak asing juga, mereka ada obyek wisata ke Gunung Tangkuban Perahu, tapi, perjuangannya tidak seperti ke Gunung Bromo dinihari sudah jalan, maklum  Bromo ada acara intip matahari muncul.

Saat menelusuri jalan dari pelataran intip matahari ke arah naik puncak gunung, teringatlah penulis  tentang cerita novel fiksi Musashi, seorang samurai yang kehilangan tuannya dan mengembara mencari makan kehidupan. Dia menemukan jalan tanjakan di puncak gunung, tangan luka, bagitu juga kaki. Napas tersengal-sengal karena kekurangan oksigen tetapi tetap nekad harus sampai puncak. 

Musashi ingin tahu ada apa di puncak gunung yang sepi dan gelap serta dingin itu. Sesampai di puncak dia termenung tentang makna kehidupan, yaitu kepuasan bathin. Seseorang jika penasaran dan rasa itu tidak terpenuhi, maka kepuasan bathin belum terobati. Setelah berjuang sekuat tenaga dan pikiran untuk menjawab rasa kepuasan, maka itulah makna kehidupan.

Tangga yang dinaiki agar melihat lahar di dalam Gunung Bromo.foto murdjani dada
Tangga yang dinaiki agar melihat lahar di dalam Gunung Bromo.foto murdjani dada
Jadi, ke Gunung Bromo, siapa saja pasti penasaran ingin tahu, tentang terbit matahari di puncak pesisir gunung tanpa ada yang menghalang karena tempat tinggi, sungguhpun perjalanan yang ditempuh dengan mobil penuh liku dan goncangan. 

Selain itu penasaran ingin tahu, melihat kondisi lubang gunung dengan naik tangga yang menurut guide jika mau menghitung tangga itu ada ratusan. Tapi, gimana mau menghitung setiap naik tangga landai itu sudah napas ngos-ngosan, ya, otak sudah error menghitung.

Penasaran melihat padang Savana yang sudah dibuat filmnya, juga Pasir Berbisik sudah dibuat filmnya juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun