Mohon tunggu...
Muhamad Nurdin
Muhamad Nurdin Mohon Tunggu... Penulis - Mari Sama-sama Menjadi yang Terbaik

Mari Sama-sama Menjadi yang Terbaik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Telah Melahirkan "Bangsawan Baru"

2 Mei 2024   13:55 Diperbarui: 2 Mei 2024   14:40 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar (blog.pengajartekno.com )

Sekolah Telah Melahirkan "Bangsawan Baru"

Tema yang diusung pada peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2024 adalah "Bergerak Bersama,  Lanjutkan Merdeka Belajar". Tema tersebut mengajak seluruh elemen bangsa, dari mulai pendidik, peserta didik, sampai masyarakat luas, agar saling membantu untuk mewujudkan transformasi pendidikan di Indonesia.

"Merdeka Belajar juga memberi kesempatan yang lebih luas bagi siswa dalam mengeksplorasi minat dan bakat. Mereka dapat memilih jalur pendidikan yang sesuai". Ini diharapkan menumbuhkan semangat belajar dan mengakselerasi kemajuan bangsa.

Tentu, setiap orang berhak mendapat pendidikan yang layak. Dan sudah seharusnya semua pihak bergerak bersama untuk melanjutkan merdeka belajar yang telah digagas pemerintah.

Merdeka belajar adalah sebuah gerakan yang menitikberatkan pada kemandirian belajar peserta didik. Pendekatan tersebut untuk mendorong peserta didik agar aktif, kreatif dan kritis dalam proses belajar mengajar. Hal tersebut sejalan dengan cita-cita Ki Hadjar Dewantara untuk menciptakan generasi bangsa yang mandiri, cerdas, dan berkarakter mulia.


Namun sebuah pertanyaan menggelayut, ketika sekolah di pandang sebagai segala-galanya, maka akal kita tidak mempunyai rangkapan-rangkapan. Dan pada saat yang sama, sekolah pun diberi makna dengan indek prestasi dan apalah namanya, karena saking banyaknya makna atau ungkapan dalam dunia Pendidikan, dan ini merupakan Pekerjaan Rumah.

Bahkan lebih dari itu, sekolah pada akhirnya dipandang sebagai pabrik yang akan melahirkan manusia sebagai "bangsawan baru" dengan sederet gelar akademik.

Tercatatlah dalam sejarah, di sebuah aula Universitas Canada, berlangsunglah upacara wisuda. Salah satu acara upacara wisuda adalah pemberian penghargaan kepada lulusan terbaik dengan nilai tertinggi. Tiba-tiba aula menjadi gemuruh, sesuatu yang luar biasa terjadi, ketika Rektor hendak menjabat tangan mahasiswa terbaik itu, dia malah merobek ijazahnya diahadapan guru besarnya.

Kenapa kamu robek ijazah itu? Tanya guru besarnya. Mahasiswa itu menjawab, "Tuan-tuan hanya mengisi otak kami dengan ilmu, tetapi tidak memberikan cinta".

Pertanyaannya kemudian, apa sekolah tidak diperlukan lagi? Jika  orang tua setiap pagi "menggiring" anaknya pergi kesekolah mengayunkan langkah penuh gelora dan harapan, untuk meniti masa depan yang panjang?

Dalam pandangan pujangga India Rabindranath Tagore, karena sekolah tidak memberikan harapan apa-apa, bahkan dia menyebutnya masa sekolah sebagai masa "siksaan yang tak tertahankan".

Dan sekolah pun mengajarkan "kemunafikan" dan terbelenggunya "roh kebebasan" dengan beberapa carik instrumen yang bernama kurikulum. 

Kisah muram juga  menimpa Alfa Edison sang ilmuan tersohor dengan berbagai penemuannya yang mengejutkan, justru bukan dari bilik sekolah. Ia hanya mencicipi bangku sekolah beberapa bulan saja. Karena ia tak layak berada di sebuah institusi agung yang bernama sekolah.

Ia keluar  dari sekolah dengan sebongkah harapan dan kepastian, dia belajar di sekolah kehidupan yang mengajarkan tentang kejujuran, dengan bimbingan ibunya, sang "guru agung". Ia telah membekali Edison dengan sayap kebebasan untuk terbang mengarungi alam lepas mengeksplorasi berbagai hal, melintasi sekat-sekat yang diciptakan sekolah.

Walaupun begitu, sekolah nampaknya masih diperlukan, namun persoalannya ialah, sekolah macam apa yang masih dibutuhkan saat ini? Apakah sekolah sebagai institusi pendidikan, atau sekedar tempat memproduksi ijazah? Kalau sekolah hanya sebagai tempat mencetak para lulusan yang tidak mempunyai "hati Nurani", dan menampakan wataknya sebagai lembaga kapitalistik? 

Kalau begitu,  sungguh pendidikan sangat  menyebalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun