Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Orang Batak Tidak Bicara Sebelum Makan

15 Juli 2019   15:30 Diperbarui: 28 Juni 2021   18:26 2174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyampaian makanan secara adat dalam masyarakat Batak Toba (Foto: gobatak.com)

Makan dan bicara adalah dua peristiwa dengan relasi silogisma bagi orang Batak. Jika makan maka bicara. Jika tidak makan maka tidak bicara.

Makan yang saya maksud di sini adalah makan dalam upacara adat Batak. Bukan makan sehari-hari di rumah atau di kedai makan.

Karena itu makanan yang dibicarakan di sini adalah makanan adat. Makanan yang disiapkan dan disajikan khusus untuk kegiatan adat tertentu dengan maksud tertentu.

Dalam konteks makan secara adat itulah berlaku etika atau norma adat "makan dulu bicara kemudian". Untuk memahami norma ini, saya akan ceritakan satu kasus dulu. Setelah itu baru masuk pada satu tafsir makna secara ringkas.

Baca juga :Bagi Orang Batak Kakak Menjadi Pengasuh yang Sempurna

***

Suatu hari pada tahun 1978, keluarga namboru Si Poltak di Desa Panatapan, Tapanuli Utara datang membawa sipanganon (makanan) ke rumah Ompung Poltak.

Sesuai statusnya sebagai boru (penerima mempelai perempuan), seturut adat Dalihan na Tolu makanan yang dibawa adalah indahan na las dohot juhut na tabo, nasi hangat dan lauk daging yang enak. Juhut di situ berarti daging seekor pinahan lobu, babi, ukuran remaja. Karena ini acara adat keluarga, partisipannya terbatas, maka ukuran babi sedangan saja. Orang Batak bilang, lomok-lomok, babi ukuran tanggung.

Karena merupakan ulu ni sipanganon, kepala makanan atau hidangan utama dalam acara makan adat, maka daging babi itu disajikan lengkap bagian-bagiannya. Kepala, leher, dan pinggul kanan dan kiri harus tersaji utuh sesuai bentuk aslinya. 

Bagian-bagian ini disampaikan kepada pihak hula-hula (pemberi mempelai perempuan) sebagai jambar, pemberian sebagai pengakuan atas status atau posisi adat. (Hal ini sebaiknya menjadi topik artikel tersendiri).

Di rumah Ompung Poltak, setelah makanan disajikan dan doa makan (siang) dipanjatkan, pihak namboru Si Poltak mempersilahkan hadirin makan bersama. Sebait umpasa atau petitih adat Batak diujarkan: "Sititi ma sigompa, golang-golang pangarahutna. Tung so sadia pe naeng tarpatupa, sai anggiat ma godang pinasuna." Artinya: Sititi adalah sigompa, gelang-gelang pengikatnya. Walau tak seberapa sajian kami, semoga berkahnya melimpah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun