Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menggagas Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Komunitas di NTT

10 September 2018   09:41 Diperbarui: 10 September 2018   17:59 2104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: net/penatimor.com)

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) NTT juga turun dari 1,17 menjadi 1,03 pada waktu bersamaan. Sementara secara nasional naik dari 0.44 menjadi 0.48. Artinya tingkat ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin NTT berkurang. Walaupun masih tetap jauh lebih timpang dibanding rata-rata nasional.

Tapi baiklah. Itu angka-angka di atas kertas menurut BPS. Gubernur NTT Pak Laiskodat rupanya tidak mau terpaku pada angka-angka tersebut. 

Katanya, "Ke depan saya tidak tertarik bicara persentase baik pada level provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa. Saya lebih tertarik kalau seorang camat datang bawa laporan jumlah orang miskin berapa, keluarganya siapa dan terapinya apa. Karena yang kita terapi orang, bukan persentase." (lihat "Gubernur NTT: Mulai Hari Ini Kepala Dinas Harus Sesuaikan Pakaian Saat Turun Desa", kompas.com, 9/9/2019).

Bagus sekali. Artinya Pak Gubernur akan melakukan pendekatan bottom-up dalam pembangunan NTT. Khususnya dalam rangka penanggulangan kemiskinan absolut. Pak Gubernur akan melakukan pendataan kemiskinan dari bawah. Ini harus diapresiasi.

Bicara pendataan kemiskinan dari bawah, sebagai dasar untuk perencanaan, jelas tidak hanya bicara tentang jumlah warga miskin. Tapi pertama-tama bicara tentang ukuran kemiskinan menurut masyarakat itu sendiri. 

Lalu berdasar ukuran itu mengidentifikasi siapa saja warga miskin (nama dan lokasi), kondisi kemiskinannya, dan penyebab kemiskinannya. Setelah itu, bersama si miskin, merumuskan jalan keluar dari kemiskinan.

Perihal penyebab kemiskinan, masalahnya lebih rumit lagi di NTT. Di propinsi ini kemiskinan sekaligus bersifat alami dan struktural. Artinya, pertama, disebabkan faktor alam NTT yang secara fisik tandus. Tapi ini bisa diatasi dengan iptek.

Lalu, kedua, faktor struktural yang menjauhkan akses golongan masayarakat lapis bawah dari sumber-sumber ekonomi. Ini lebih sulit diatasi, tapi pasti bisa, dengan syarat adanya komitmen politik dari pemerintah setempat.

Intinya, pekerjaan pendataaan kemiskinan secara bottom-up itu tidak mudah. Berbeda dari survei konvensional, pendataan kemiskinan dengan cara itu harus melibatkan peranserta dan penilaian subyektif masyarakat. Artinya, harus ada komunikasi intensif antara unsur rakyat dengan unsur pemerintah.

Bisa dipastikan, dengan pendekatan bottom-up yang bersifat parsitipatoris ini, jumlah penduduk miskin di NTT akan membengkak. Sebab apa yang dirasakan oleh rakyat, jauh lebih berat ketimbang apa yang bisa ditangkap oleh instrumen survei konvensional. Mudah-mudahan saja Pak Gubernur tidak "mati berdiri" melihat angkanya nanti.

Tapi ada sisi positifnya. Data penduduk miskin, penyebab, dan cara penanggulangannya lebih detil dan spesifik lokal. Ini akan memudahkan perencanaan dan pelaksanaan penanggulangan masalah kemiskinan berbasis komunitas. Sekaligus memudahkan keterlibatan komunitas lokal. Sehingga tidak semua upaya dilempar ke pundak pemerintah. Sebab peran komunitaslah yang seharusnya menjadi yang utama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun