Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menelisik Pendidikan Humanistik Ala Romo Mangun

5 Agustus 2019   15:32 Diperbarui: 5 Agustus 2019   15:36 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: M. Habib Asyhad (Intisari Online)

Membaca buku, " Penziarahan Panjang Humanisme Mangunwijaya" seperti benar-benar sebuah penziarahan pemikiran di tengah kesumpekan menghadapi Jakarta. Masa iya, kita hidup di Jakarta dan menjadi tua hanya bolak-balik dengan persoalan-persoalan tanpa ujung, meminjam pemikiran Seno.

Guru memang tidak boleh terjebak dalam sebuah pusaran tanpa ujung.  Jangan seperti dunia pendidikan yang hampir penuh dikerubuti masalah.  Padahal dunia pendidikan seharusnya tidak kalah dengan pegadaian yang mampu menyelesaikan masalah tanpa masalah.

Mari sejenak kita menziarahi Romo Mangun.  Sebuah upaya untuk mengembangkan sayap-sayap pemikiran agar tidak terjebak dalam rutinitas tanpa makna.

Romo Mangun lebih dikenal sebagai budayawan.  Bahkan lebih dikenal sebagai sastrawan dibanding sebagai seorang pedagog.  Akan tetapi, pemikirannya tentang pendidikan betul-betul sangat menghujam.  Dan betul-betul dapat menjadi aspirasi siapa pun yang ingin lebih mendalami tentang dunia tersebut.

Salah satu pemikiran Romo Mangun tentang pendidikan Humanistik di negeri ini adalah upayanya untuk menjadikan pendidikan yang bertujuan mempersiapkan setiap orang mampu mengambil tangggung jawab atas kehidupannya, memberdayakannya sehingga mampu membuat keputusan-keputusan yang tepat, sehingga mammpu menentukan arah hidupnya.

Kita semua pasti paham akan karakter manusia negeri ini.  Salah satunya adalah ketidakmauan mereka untuk maju ke depan memikul tanggung jawab.  Setiap ada maslah yang membelit, maka yang muncul ke permukaan ada perang komentar saling menyalahkan.  Belum ada, orang negeri ini yang bisa maju menyatakan bahwa dirinya yang bertanggung jawab terhadap permasalahan yang ada.

Contoh, paling aktual adalah kematian listrik pada hari Minggu, 4 Agustus 2019.  Kematian listrik yang telah menimbulkan kegaduhan nasional dan kerugian yang tak terhitung jumlahnya itu, tak ada yang berani menanggungjawabi.  Padahal, ada lembaga yang memang ditugasi untuk itu, dan sangat mudah untuk menunjuk sebagai penanggung jawab.  Akan tetapi, percuma saja bicara tanggung jawab di tengah mental para pemimpin negeri ini yang tak pernah didik tentang tanggung jawab.

Romo Mangun menjadi sangat benar ketika mengatakan bahwa tanggung jawab harus menjadi tujuan atau visi pendidikan negeri ini.  Pendidikan harus mampu menumbuhkembangkan sikap tanggung jawab.

Persoalan listrik mati, hanya sebuah contoh.  Masih banyak sekali contoh keminustanggungjawaban para pemimpin yang seharusnya menjadi pemandu paling depan dalam hal tersebut.  Kalau di negeri seperti Jepang, budaya mundur sebagai budaya tanggung jawab atas ketidak berhasilan dalam menjalankan kepemimpinan, maka di sini di negeri ini, yang selalu muncul adalah budaya ngeles agar tetap menjadi pemimpin walau minus tanggung jawab.

Pendidikan harus diputar balik kembali.  Pendidikan harus mampu membangun sikap tanggung jawab kepada setiap manusia yang dididiknya.  

Diharapkan setiap insan di negeri ini, selalu berdiri di depan dengan pikulan tanggung jawabnya.  Tidak ada lagi, lempar-lempar tanggung jawa.  Jangan sampai "Lempar batu sembunyi tangan".  Sebuah petuah yang sudah kita hafal tapi sulit untuk dijadikan pedoman hidup.

Hal lain yang menjadi konsen Romo Mangun dalam pengembangan pendidikan Humanistiknya adalah mimpinya tentang generasi pasca Indonesia.  Nasionalisme sempit, sama jeleknya dengan fanatisme sempit.  Sama seperti sikap keberagamaan yang intoleran.  Nasionalisme harus dibungkus dalam humanisme universal.  Artinya, tak ada lagi pengorbanan kemanusiaan demi pembangunan.  Peminggiran mereka yang miskin demi pembangunan merupakan contoh nasionalisme sempit.  Nasionalisme yang mengangkangi kemanusiaan.

Perjuangan dan sikap Romo Mangun yang begitu gigih membela orang-orang kalah di era Suharto, bisa jadi merupakan aplikasi dari humanismenya yang hendak ditumbuhkan dalam dunia pendidikan.  Dalam novel-novelnya, memang terlihat sekali impian Romo Mangun tentang Manusia Pasca Indonesia ini.

Romo mangun tidak menginginkan pendidikan membuat peserta didik menjadi orang yang sempit pemikiran.  Romo Mangun menginginkan pendidikan mampu membangkitkan sikap humanistik peserta didiknya tak terkurung dalam dunia sempit.  Bahkan dunia bernama Indonesia.  karena Indonesia memang dilahirkan untuk melindungi segenap rakyat Indonesia, bukan untuk menjadikan mereka korban-korban atas nama pembangunan.

Pendidikan humanistik yang bagaimana lagi?

Romo Mangun mengingin kan pendidikan yang mampu membangun kemampuan berpikir kreatif, kemampuan untuk selalu bersikap terbuka dan toleran, serta kesediaan untuk dialog.  Berpikir kreatif merupakan puncak dari kemampuan berpikir setiap manusia.  Berpikir kreatif akan lahir setelah seseorang bisa berpikir kritis.

Kemampuan berpikir kreatif akan melahirkan sikap toleran.  Dan sikap toleran, sudah pasti akan mampu membangun kemampuan-kemampuan dialogis peserta didik.  Sikap paling benar dan mau benarnya sendiri, tak akan muncul jika pendidikan mampu menumbuhkembangkan sikap kreatif peserta didik.  Dan sikap demikian yang dibutuhkan dalam perjalanan Indonesia menuju masa depan yang lebih baik untuk semua.  Tak ada lagi sikkap mau menang-menangan.  Dan tak ada lagi sikap hanya mementingkan kelompoknya.

Dalam sebuah negara, yang ada adalah mereka sebagai warga.  Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi.  Bukan atau tidak perlu menggunakan terminologi agama seperti "umat".  Karena kita memang sudah menjadi satu yaitu Indonesia.  Dalam sebuah kebersamaan dan persamaan kedudukan di muka hukum.

Rasanya, penziarahanku terhadap pemikiran humanistik Romo Mangun sudah lumayan menggugah spirit untuk kembali menjadi guru untuk anak-anak yang akan memiliki sikap-sikap yang diimpikan Romo Mangun.

Semoga sebagai guru dapat meneruskan apa yang sudah dirintis oleh Romo Mangun.  Amin!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun