Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sesal Hati Lelaki Tua

23 Juni 2017   05:23 Diperbarui: 23 Juni 2017   20:06 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lelaki tua itu termangu. Tatapannya matanya kosong menatap malam yang makin tua. Bintang-bintang dilangit tak berkelip. Demikian pula dengan sinar rembulan. Gelapkan bumi. Segelap hatinya yang lara sebagai seorang tua yang mestinya amat bijaksana dalam bertindak.

Lelaki tua itu menghela nafas panjang. Sepanjang perjalanan hidupnya yang kini telah menginjak usia tua yang semestinya sangat bijaksana dalam mengambil keputusan. Lelaki tua itu menelan ludah hingga masuk ke tenggorkan tuanya yang mulai rentang dengan segala serangan penyakit yang datang menghantam tubuh kurusnya.

Lelaki tua itu sama sekali tidak percaya. Ya, tidak percaya sama sekali. Menarasikan stigma anaknya kepada saudaranya membuatnya harus menyendiri. Menceritakan aib anaknya membuatnya kini terdiam dalam kesndiriannya. Dia tak menyangka, narasinya harus berbuah derita. Saudaranya pun kini meninggalkannya. Tak terkecualii anaknya. Dia tak menyangka kolaborasi jahat dari saudaranya kepada putranya membuat derita yang amat luar biasa mendera jiwanya.

" Kakak harus menekan anakmu biar dia jera,' usul seorang saudaranya.

" Iya. kakak kan ayahnya. Jangan biarkan dia merajalela," sambung saudaranya yang lain.

lelaki tua itu emosi. Naik pitam. Darah tuanya seolah membakar tubuh kurusnya. Dia sebagai seorang ayah terpedaya. Dan...

___

Lelaki tua itu masih sendiri dan tetap menyendiri dalam kesendirian jiwa. Tak ada yang peduli. Tak ada yang bersimpati. Semua meninggalkannya hingga dia terjerumus dalam kesendirian abadi. Termasuk saudara-saudaranya yang kini emoh menemuinya dan tak mau ditemuinya. Padahal dulunya merekalah orang yang paling gigih memberikan solusi buat dirinya menghadapi aksi nakal anaknya. Mereka, para saudaranya dengan segala pikiran jahatnya menuangkan gagasan keada dirinya agar bertindak kepada anaknya yang nakal dan menyimpang dari etika hidup di masyarakat.

" Perilaku anakmu itu sudah keterlaluan dan memalukan kehormatan keluarga kita," ujar adiknya.

" Benar sekali. Jangan mentang-mentang dekat dengan kekuasaan lalu petantang petenteng tak tahu etika hidup," sambung adiknya yang lain.

" Kakak harus bertindak sebelum semuanya terjadi," sahut yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun