Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Surat untuk Neng (13)

24 Mei 2017   20:07 Diperbarui: 24 Mei 2017   20:17 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Medan hujan deras sekali neng.  Itu seperti para para langit dirobek robek paksa.  Air ditumpahkan begitu saja.  Aku curiga Malaikat sedang marah.  Orang orang bermaafan menuju bulan Ramadhan.  Lalu Malaikat timbul pertanyaan.  Jika tidak Ramadhan apakah orang juga mudah bermaafan? 

Neng, hujan itu mengaliri jalanan seperti ular yang sedang mencari jalan pulang.  Berharap bisa menemukan got atau selokan.  Kekasih setia yang mengantarnya hingga ke lautan.  Tidak berharap banyak akan bisa langsung bersentuhan dengan tanah.  Tempatnya bisa memberi minum kawanan cacing tanah. 

Kasihan neng, yang ditemukan ternyata jauh dari harapan.  Beton dan aspal menghadang dengan segala kekekaran.  Ketika selokan ditemukan, banyak para penghuni gelap berhamburan.  Sampah, plastik dan sisa sisa apa saja.  Tentu saja perjalanannya terhadang.

Geram tak tertahankan.  Amarahnya meluap. Airnya meluap luap. Dihempasnya segala yang di hadapan.  Namun masih dengan hati pualam mengatakan;

Ini bukan dendam.  Ini bukan hukuman.  Ini adalah saat dimana seharusnya kau membuka mata kesadaran.    

Medan, 24 Mei 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun