Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Manusia Manusia Abai

20 Juni 2017   02:26 Diperbarui: 20 Juni 2017   02:32 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Merasa terlambat menapis keluh kesah langit.  Hujan yang marah itu mengirimkan badai.  Bersama anak anak petirnya berloncatan menyambar. Bumi terbakar berkalung api.  Manusia manusia kecil harus secepatnya menyisih.  Ini terlalu akbar bagi mereka.  Peringatan dan pesan agar jangan pernah membuat alam tersiksa lalu meledakkan amarah.

Manusia manusia kecil dan abai.  Menjadi penyebab semua. Mengirimkan berton ton emisi karbon tak henti setiap hari.  Membelah wajah atmosfer yang kepayahan menahan gempuran badai matahari.  Atap langit terbuka menganga.  Semakin lebar dan berbahaya.

Manusia manusia yang tidak sadar akan petaka.  Terus saja berlaku jumawa.  Seolah dunia ini siap sedia dalam genggaman.  Menggunduli hutan dengan semena mena.  Meracun lautan dengan minyak dan besi.  Menggali tenggorokan bumi hingga susah bernafas lagi.  Demi peradaban dan teknologi.  Begitu ujar ujarnya.

Jika ada sebuah alasan.  Bagi lenyapnya separuh penduduk bumi nanti.  Maka abai lah yang mencantumkan peringatan.  Di kolom kolom penyesalan.

Jakarta, 20 Juni 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun