Merasa terlambat menapis keluh kesah langit. Â Hujan yang marah itu mengirimkan badai. Â Bersama anak anak petirnya berloncatan menyambar. Bumi terbakar berkalung api. Â Manusia manusia kecil harus secepatnya menyisih. Â Ini terlalu akbar bagi mereka. Â Peringatan dan pesan agar jangan pernah membuat alam tersiksa lalu meledakkan amarah.
Manusia manusia kecil dan abai. Â Menjadi penyebab semua. Mengirimkan berton ton emisi karbon tak henti setiap hari. Â Membelah wajah atmosfer yang kepayahan menahan gempuran badai matahari. Â Atap langit terbuka menganga. Â Semakin lebar dan berbahaya.
Manusia manusia yang tidak sadar akan petaka. Â Terus saja berlaku jumawa. Â Seolah dunia ini siap sedia dalam genggaman. Â Menggunduli hutan dengan semena mena. Â Meracun lautan dengan minyak dan besi. Â Menggali tenggorokan bumi hingga susah bernafas lagi. Â Demi peradaban dan teknologi. Â Begitu ujar ujarnya.
Jika ada sebuah alasan. Â Bagi lenyapnya separuh penduduk bumi nanti. Â Maka abai lah yang mencantumkan peringatan. Â Di kolom kolom penyesalan.
Jakarta, 20 Juni 2017