Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Rindu, Hujan, dan Realita yang Berkabut

13 Maret 2020   01:28 Diperbarui: 13 Maret 2020   01:27 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Ini masih tentang rindu
bukan kepada kupu-kupu
namun terhadap sayap-sayapnya
yang digambari mural
tentang romantisme yang berubah abstrak
sekaligus skeptisme pada realita yang berkerak
persis seperti
dinding-dinding kota, yang muram
mudah robek karena disusun dari lipatan kertas buram

Ini juga masih tentang rindu
bukan kepada batu-batu
yang kukuh bertahan terhadap apa saja yang runtuh
tapi ditujukan untuk hujan
yang sanggup memberinya sebuah lubang
tempat menanam sejarah
apa saja yang dianggap punah
apakah itu tubuh-tubuh memori
atau hanya sekedar kilasan fragmen memento mori

Ini bukan lagi tentang rindu
ketika malam
menabur kegelapan
di beranda dan halaman rumah
bersamaan dengan mekarnya kecemasan
bahwa kelak akan memanen beberapa kekhawatiran
mengenai mimpi yang berubah wujud
menjadi realita yang berkabut

Jakarta, 13 Maret 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun