Nak, berjalan itu tidak selalu di jalan mulus berbatu. Terkadang juga mesti lewat tanah liat, menyeberangi sungai berjeram, dan memanjati dinding matahari.
Jangan pernah takut atau melarikan diri. Tanah liat mudah dilompati, sungai berjeram tak sulit dilayari, dan dinding matahari bisa dilalui dengan keteguhan hati.
Nak, pagi tak selalu menyediakan embun yang bisa kau sesap setiap hari. Mungkin saja ada tumbuh duri yang siap melukai. Bisa saja ada bara yang menyala dari sirip daun cemara yang kekeringan. Atau jeritan-jeritan penuh amarah dari angin yang kehilangan keinginan.
Tapi itu bukan perkara, nak. Dunia ini sebenarnya bersikap sederhana. Kita saja yang seringkali lupa sehingga tak jarang berbuat aniaya. Mengoyak-ngoyak sepi dengan ratapan, merobek-robek hening dengan gerutuan. Jangan semua itu kalian lakukan.
Kita masih punya hujan. Jika kalian ingin tahu arti kebahagiaan, dengarkan orkestra yang mereka mainkan. Merdu sekali, bukan?
Kita masih punya kemarau. Bila kalian mau mengenyahkan galau, perhatikan perempatan di mana anak jalanan diterkam panas yang ganas. Lihatlah pinggiran kali tempat para pemulung melihat mendung hitam dengan cemas. Takut bila air bah menyeret tumpukan kardus bekas mereka hingga tak berbekas.
Nak, bangunlah lebih pagi dari matahari. Tidurlah ketika kegelapan mulai bernyanyi, dan terjagalah lagi saat dinihari. Tuhan punya mata tak terhingga, siapa saja para bidadari yang mengingat sembilan puluh sembilan namaNya. Lalu Dia akan memberimu sayap-sayap kuat. Agar bisa menerbangi peradaban dengan penuh amanat.
Selamat ulang tahun, nak. Selamatkan diri, bumi, dan arsy. Dengan sebaik-baiknya menjaga hati.
Jakarta, 10 Oktober 2019
Didedikasikan khusus untuk Auriculiformita Nafla Dahana Putri dan Miscelia Cempaka Nayla Dahana Putri