Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Resonansi Jiwa

13 Juni 2019   19:53 Diperbarui: 13 Juni 2019   19:59 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada kedalaman makna yang kehilangan kata-katanya, aku mengeja vokal mati dan konsonan tanpa bunyi melalui nyanyian sunyi. Diiringi derak ranting patah menyerupai perkusi ditiup angin yang sedang patah hati.

Semuanya lantas tenggelam dalam diam. Hanya terdengar gumam lirih dari bisikan-bisikan malam.

Pada riuh rendah tanda baca yang mewarnai perjalanan kalimat-kalimat agar bisa menemui artinya, aku menjejalkan pengetahuan tentang terbunuhnya sunyi namun tak jua mati-mati. Sungguh digdaya. Seolah punya ajian pancasona. Pada alkisah para antagonis yang mempunyai kekuatan magis. Hanya tanah dan gerimis yang sanggup memisahkan jiwanya secara liris.

Segalanya lalu berjumpalitan dari tatanan. Menciptakan golongan demi golongan. Sesembahan dan yang dipersembahkan.

Pada keraguan yang timbul akibat keyakinan yang dipancung oleh lajunya zaman, aku jelas tak mau tunduk pada peradaban yang membelah-belah keniscayaan. Lebih baik aku diam tapi percaya, daripada aku gaduh tapi sebenarnya lupa.

Aku memilih menjadi cecunguk yang tidak mengiyakan, daripada menjadi burung pungguk yang mengangguk-angguk pasrah pada rembulan.

Jakarta, 13 Juni 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun