Seandainya saat ini hujan, lalu pagi memutuskan untuk menikmatinya dalam diam, aku harap kamu tidak lantas mengejar kabut yang pucat, mencoba menyembunyikan diri dari segala hunjaman penat.
Jika kemudian hujan enggan berhenti, sedangkan pagi menyudahi segala peredaran mimpi, aku minta kamu tak perlu meratapi dinding kamar yang catnya memudar, berusaha melarikan diri dari segenap pikiran nanar.
Bila hujan ternyata malah bermusik, sementara pagi menyediakan embun-embun yang dari tubuhnya bertuliskan lirik, aku mau kamu ikut berdendang, melupakan apa saja yang kamu anggap telah hilang.
Manakala hujan menjatuhi atap dengan nada-nada meratap, dan pagi berharap asal muasal kepedihan segera terungkap, aku yakin kamu akan tergugah sedemikian rupa, sehingga lelapnya gundah pun segera ikut terjaga.
Seumpama hujan kehabisan awan yang dihela angin yang terus mendaki, dan pagi kehilangan keperawanan setelah matahari bangkit birahi, ijinkan aku untuk tetap mencintai, karena kamu adalah setangkai bunga padi untuk sawah-sawah yang telah kuairi.
Jakarta, 17 Mei 2019