Dari kesia-siaan runtuhnya hujan pada puncak dinihari, ada sisa-sisa kesepian yang memuncaki reruntuhan hati. Tidak sesiapapun bersiap untuk ini. Bahkan tidak bagi langit malam yang sengaja berdiam diri. Untuk tidak jatuh dalam patah hati.
Rupa-rupa suara membawa keheningan dalam pesta-pesta sunyi. Kegelapan, meminggirkan dirinya ke pojokan tak berpenghuni. Musik yang ada adalah symponi tanpa bunyi. Berupa partitur senyap. Mengiringi gemerisik angin yang perlahan melenyap.
Dari sudut-sudut sempit yang melindap, suasana berubah menjadi demikian gagap. Tak sanggup lagi menghimpun vokal dan konsonan. Agar bisa mengirimkan sebuah nyanyian. Bagi jiwa-jiwa yang mencari ketenangan.
Pesan demi pesan menguar. Menyambangi rumah-rumah yang jendelanya sengaja dibuka agar tetap mendengar kabar. Apakah pagi tiba dengan membawa serta bahagia. Atau sengaja meninggalkannya di ujung senja. Ketika orang-orang mulai terjerembab putus asa.
Tak lama lagi. Dunia yang bertapa akan kembali menampakkan diri. Bersama doa-doa yang berhasil dikumpulkannya. Agar bisa dibagikan merata, bagi orang-orang yang meluangkan waktu memejamkan mata. Memusatkan ingatan akan keberadaan Tuhannya.
Jakarta, 14 Maret 2019