Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Pesan dari Dinihari

14 Maret 2019   03:59 Diperbarui: 14 Maret 2019   04:08 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari kesia-siaan runtuhnya hujan pada puncak dinihari, ada sisa-sisa kesepian yang memuncaki reruntuhan hati. Tidak sesiapapun bersiap untuk ini. Bahkan tidak bagi langit malam yang sengaja berdiam diri. Untuk tidak jatuh dalam patah hati.

Rupa-rupa suara membawa keheningan dalam pesta-pesta sunyi. Kegelapan, meminggirkan dirinya ke pojokan tak berpenghuni. Musik yang ada adalah symponi tanpa bunyi. Berupa partitur senyap. Mengiringi gemerisik angin yang perlahan melenyap.

Dari sudut-sudut sempit yang melindap, suasana berubah menjadi demikian gagap. Tak sanggup lagi menghimpun vokal dan konsonan. Agar bisa mengirimkan sebuah nyanyian. Bagi jiwa-jiwa yang mencari ketenangan.

Pesan demi pesan menguar. Menyambangi rumah-rumah yang jendelanya sengaja dibuka agar tetap mendengar kabar. Apakah pagi tiba dengan membawa serta bahagia. Atau sengaja meninggalkannya di ujung senja. Ketika orang-orang mulai terjerembab putus asa.

Tak lama lagi. Dunia yang bertapa akan kembali menampakkan diri. Bersama doa-doa yang berhasil dikumpulkannya. Agar bisa dibagikan merata, bagi orang-orang yang meluangkan waktu memejamkan mata. Memusatkan ingatan akan keberadaan Tuhannya.

Jakarta, 14 Maret 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun