Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sebelum Sunyi Memadamkan Hati

14 September 2018   07:52 Diperbarui: 14 September 2018   08:38 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dalam gelap, aku melihatmu terang, bercahaya seperti kunang-kunang.  Dalam terang, aku melihatmu menghilang, seperti hikayat kalah perang.

Dari titik ini, di sudut yang paling tersembunyi di bumi, aku adalah mumi.  Menyaksikanmu datang dan pergi.  Di balik bebatan kain lusuh dan compang-camping.  Tercabik oleh waktu.  Hanya bisa memandangmu dalam bisu.

Kadang kau meneteskan tangis lewat gerimis. Jatuh satu demi satu penuh kelembutan.  Terdengar seperti dendang tentang kepatuhan.  Di panggung drama saat memasuki episode kesedihan.  Ketika langit disiangi gumpalan awan.

Kau adalah bintang yang sendirian.  Kesepian.  Termangu di pojokan pagi.  Menunggu seseorang sepertiku menyalakan api.  Sebelum sunyi terlanjur memadamkan hati.

Air Molek, 14 September 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun